Home / Siaran Radio / Notulensi Siaran Radio 30 Agustus 2017 “Aspek Hukum Tindakan Perundungan (Bullying) di Indonesia

Notulensi Siaran Radio 30 Agustus 2017 “Aspek Hukum Tindakan Perundungan (Bullying) di Indonesia

Notulensi Siaran Radio “Pojok Hukum”

Rabu, 30 Agustus 2017 

Tema:
“Aspek Hukum Tindakan Perundungan (Bullying) di Indonesia”
Oleh:
Maria Ulfah, S.H, M.Hum.
dan
Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman”
Universitas Katolik Parahyangan

Tindakan perundungan bukanlah suatu fenomena baru yang terjadi di masyarakat. Tindakan tersebut sudah berlangsung sejak lama dan tidak terekspos. Hal ini disebabkan karena korban merasa bahwa dirinya bukanlah sebagai korban tindakan perundungan. Tindakan perundungan juga sering dijadikan sebagai tindakan yang tidak serius atau lelucon oleh para pelaku sehingga tidak menyadari tindakan yang dilakukan berbahaya, padahal hingga saat ini sudah banyak akibat yang ditimbulkan dari tindakan perundungan, seperti gangguan mental, bunuh diri, cenderung melakukan hal-hal kasar dan lain-lain.
Tindakan Perundungan memiliki dampak-dampak terutama bagi para korban yang seharusnya sudah mendapatkan perlindungan hukum. Namun dalam hukum Indonesia belum ada pengaturan secara khusus yang mengatur tindakan perundungan. Saat ini, tindakan perundungan diatur dalam beberapa peraturan seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pengaturan tindakan perundungan yang diatur secara umum tentu berakibat pada kepastian hukum ataupun perlindungan yang diberikan baik kepada korban maupun kepada pelaku.
Kurangnya perhatian terhadap tindakan perundungan terjadi karena masyarakat sering mengganggap bahwa tindakan perundungan sebagai hal yang tidak serius atau lelucon. Jika kita perhatikan tindakan perundungan sebagai tindakan mengganggu, mengusik terus-menerus, menyusahkan atau menimpa (tentang kecelakaan, bencana, kesusahan, dan sebagainya). Tindakan tersebut biasanya dilakukan secara verbal maupun non-verbal. Adapun karakteristik yang dapat dikatakan sebagai tindakan perundungan yaitu, adanya perilaku agresi atau penyerangan yang menyenangkan pelaku, tindakan dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan perasaan tertekan pada korban, dan tindakan itu dilakukan secara berulang-ulang. Di samping itu, terdapat tindakan perundungan dapat dilakukan di internet dan teknologi digital atau cyber bullying, biasanya dilakukan secara ilegal, menggunakan alat yang berhubungan dengan internet, mengakibatkan kerugian materil maupun immaterial, dan dilakukan secara transnasional atau melintasi batas negara.
Dari berbagai macam cara, karakteristik, dan akibat yang muncul dari tindakan perundungan maka hukum Indonesia mengatut terkait dengan tindakan tersebut, khususnya KUHP dan UU ITE. Dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP mengatur terkait dengan delik penghinaan, khususnya dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP menjelaskan bahwa mengenai penghinaan dengan sarana tulisan atau gambar yang dipertunjukan di muka umum. Pasal ini tidak dapat diterapkan terhadap tindakan perundungan yang dilakukan dalam media sosial (cyber bullying). Maka terhadap tindakan perundungan yang dilakukan melalui media sosial (cyber bullying) aturan yang berlaku adalah Pasal 27 UU ITE.
Selain itu, ada pula pengaturan tindakan perundungan terhadap anak yang diatur dalam UU Perlindungan Anak. Dalam Pasal 80 UU Perlindungan Anak diatur mengenai perlindungan terhadap anak yang mendapatkan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan. Disamping itu, Pasal 54 UU Perlindungan Anak secara eksplisit memberikan perlindungan terhadap anak yang berada dalam lingkungan pendidikan.
Terhadap pelaku tindakan perundungan juga diberikan perlindungan melalui UU SPPA. Perlindungan terhadap pelaku terlihat pada proses penyelesaian tindakan yang telah dilakukan seperti mediasi terlebih dahulu, jika mediasi tidak tercapai maka dilanjutkan ke proses diversi atau penyelesaian perkara di luar persidangan dengan syarat yang telah diatur. Jika diversi juga tidak tercapai maka penyelesaiannya dilakukan dalam persidangan biasa, namun yang membedakan yaitu hukuman yang dijatuhkan ½ (setengah) dari hukuman orang dewasa dan lain-lainnya. Hal yang perlu diketahui oleh setiap masyarakat bahwa ada upaya yang dapat dilakukan ketika menjadi korban ataupun melihat orang menjadi korban tindakan perundungan. Upaya tersebut tergantung dari dimana terjadinya tindakan tersebut. Apabila tindakan yang terjadi di sekolah maka dilaporkan kepada pihak sekolah, apabila tindakan tersebut terjadi di media sosial maka dapat melaporkan kepada Kontak Pengaduan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dan lain-lainnya.