Podjok Hukum: Mewujudkan Hak-Hak Anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Notulen: Sisilia Maria Fransiska dan Nicolas Wianto

Bandung, 28 April 2023 – Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” Universitas Katolik Parahyangan (LBH “Pengayoman” UNPAR) menyelenggarakan Kegiatan Penyuluhan Podjok Hukum dengan tema “Mewujudkan Hak-Hak Anak Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak”. Dalam menyelenggarakan kegiatan ini, LBH “Pengayoman” UNPAR bekerja sama  dengan Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA) dan Desa Cibiru Wetan. Kegiatan penyuluhan ini dilaksanakan di Desa Cibiru Wetan dan diikuti oleh 20 (dua puluh) orang warga Desa Cibiru Wetan (selanjutnya disebut para peserta). 

Kegiatan dibuka oleh Master of Ceremony (MC) yang menjelaskan mengenai latar belakang serta tujuan dari diadakannya kegiatan penyuluhan Podjok Hukum oleh LBH “Pengayoman” UNPAR. Selanjutnya, kegiatan dilanjutkan dengan kata sambutan oleh Bapak Acep selaku perwakilan dari Desa Cibiru Wetan. Dalam kata sambutannya, Beliau menyampaikan bahwa kedatangan anggota LBH “Pengayoman” UNPAR diharapkan dapat membagikan ilmu kepada warga Desa Cibiru Wetan dan ilmu yang telah dibagikan tersebut dapat diaplikasikan di Desa Cibiru Wetan. Selain itu, Bapak Ade selaku perwakilan dari LAHA juga menyampaikan kata sambutan. Beliau menyampaikan bahwa salah satu program kerja yang dimiliki oleh LAHA adalah program untuk menguatkan kapasitas paralegal. Dalam melaksanakan program tersebut, salah satu cara yang dilakukan oleh LAHA adalah dengan bekerja sama dengan LBH “Pengayoman” UNPAR. Terakhir, kata sambutan juga disampaikan oleh Syaima Azzahra Juwl selaku Ketua Pelaksana penyuluhan Podjok Hukum LBH “Pengayoman” UNPAR.

Kegiatan dimulai dengan dilaksanakannya pre-test. Sebelum pre-test dilaksanakan, para peserta telah dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok besar dan tiap kelompok diminta untuk berdiskusi dalam mengerjakan soal pre-test yang telah diberikan. Pre-test tersebut ditujukan untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman para peserta terkait perlindungan anak. Selanjutnya, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Febri Patricia, M. Adam Zafrullah, dan Josef Henokh Widodo (selanjutnya disebut para pemapar materi) selaku relawan LBH “Pengayoman” UNPAR. Dalam pemaparan materi tersebut, para pemapar materi menyampaikan mengenai latar belakang Undang-Undang Perlindungan Anak di Indonesia, alasan pentingnya hak anak, program perlindungan anak di Indonesia,  peran negara dan masyarakat, serta macam-macam hak anak. 

Pada sesi pemaparan materi ini, salah satu peserta Desa Cibiru Wetan sempat menyatakan bahwa Desa Cibiru Wetan merupakan satu-satunya desa yang memiliki 15 (lima belas) paralegal di Kabupaten Bandung. Selain itu, dalam pernyataannya juga disampaikan bahwa Desa Cibiru Wetan telah memiliki peraturan desa terkait perlindungan anak. Akan tetapi, paralegal di Desa Cibiru Wetan belum pernah mendapat pelatihan terkait hal tersebut. Oleh karena itu, Desa Cibiru Wetan berharap agar paralegal dilatih bukan ketika pelanggaran hak-hak anak sudah terjadi, tetapi jauh sebelum itu sudah ada pelatihan bagi paralegal untuk menangani kasus-kasus pelanggaran hak-hak anak.

Selain itu, dalam sesi pemaparan materi juga, para peserta berbagi cerita tentang kasus-kasus terkait pelanggaran hak anak yang terjadi di Desa Cibiru Wetan serta penanganan yang telah dilakukan. Kasus pertama terkait kesulitan anak disabilitas dalam mendapatkan hak-haknya, salah satunya terkait hak sipil dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (selanjutnya disebut KTP). Dalam penanganan kasus tersebut, Desa Cibiru Wetan telah membentuk Ikatan Anggota Anak Disabilitas. Ikatan tersebut dibentuk untuk membantu memenuhi hak-hak anak disabilitas yang ada di Desa Cibiru Wetan. Selain itu, sejak adanya ikatan tersebut, anak-anak disabilitas di Desa Cibiru Wetan juga dapat memperoleh layanan terapi. Kasus selanjutnya adalah kasus pernikahan anak di bawah umur karena hamil duluan. Anak yang melangsungkan pernikahan tersebut belum memiliki KTP. Hal ini yang menyebabkan pasangan yang menikah tersebut tidak memperoleh buku nikah. Dengan tidak adanya buku nikah tersebut, anak yang lahir dari pernikahan tersebut tidak memperoleh akta kelahiran. Akan tetapi, kasus ini diselesaikan dengan bantuan dari salah satu divisi di Desa Cibiru Wetan. Terakhir, terjadi juga kasus serupa, yaitu pernikahan yang dilangsungkan oleh anak di bawah umur. Dalam melangsungkan pernikahan tersebut, kedua pasangan tidak memiliki KTP, sehingga mereka tidak memperoleh buku nikah. Hal ini yang menyebabkan anak-anak dalam pernikahan tersebut tidak memiliki akta kelahiran dan tidak bisa mendaftarkan diri sebagai anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Akan tetapi, kasus ini juga diselesaikan dengan bantuan salah satu divisi Desa Cibiru Wetan. Berbagai kasus yang disampaikan ini mengakhiri sesi pemaparan materi. Untuk menutup kegiatan penyuluhan Podjok Hukum ini, para peserta diminta untuk melaksanakan post-test. Post-test ini dilakukan secara mandiri oleh para peserta. Post-test ini diberikan guna mengetahui pemahaman serta pengetahuan baru apa saja yang para peserta dapatkan terkait perlindungan anak.


Baca Juga

Perjanjian Perkawinan: Penting atau Tidak?

Perjanjian Perkawinan: Penting atau Tidak?

Narasumber: Lidwina Larasati Himawan, S.H., M.H. Notulen: Febri Patricia Margareth Simanjuntak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan) pada dasarnya tidak memberikan definisi atau arti dari perjanjian perkawinan. Akan...