Narasumber: Shannon Lorelei Wibowo – Relawan LBH “Pengayoman” UNPAR
Kemajuan teknologi menciptakan abad digital melalui platform media sosial yang menyalurkan berbagai aktivitas dua arah dalam berbagai bentuk pertukaran, kolaborasi, dan interaksi dalam bentuk tulisan, visual maupun audiovisual. Eksistensi di sosial media kini dinilai sebagai taraf hidup seseorang, salah satunya eksistensi orangtua yang mengunggah video atau foto anaknya yang masih di bawah umur dalam tahap tumbuh kembang anak.[1] Kebiasaan membagikan momen perkembangan anak di media sosial ini menjadi daya tarik pengguna media sosial lainnya dengan memanfaatkan kelucuan dan kecerdasan anak yang memungkinkan akan membawa status anaknya menjadi selebriti Instagram anak (selanjutnya disebut selebgram anak). Ditinjau dari segi sosial, hal ini dapat berujung pada hal negatif yakni eksploitasi anak karena timbal balik dari praktik sharenting akan banyak online shop yang menawarkan kerjasama. Sehingga orangtua yang anaknya terkenal akan mendapatkan keuntungan secara finansial dari endorsement sebuah produk atau jasa yang menggunakan anaknya sebagai model iklan. Endorsement merupakan salah satu bentuk promosi dari sebuah pemilik usaha yang bekerja sama dengan individu terkenal ditunjukan melalui banyak pengikutnya.[2] Ditinjau dari sisi positifnya endorsement dapat membantu kebutuhan anak terpenuhi. Namun, pada sisi negatif dapat terjadi eksploitasi yang mendorong anak pada batasan yang berlebihan sehingga anak akan terpengaruh dengan hal-hal negatif. Anak akan kelelahan, sehingga proses tumbuh kembang tidak seperti layaknya seperti anak-anak seusia mereka.
Kegiatan selebgram anak tidak jauh terkait endorsement, dimana di dalamnya dibuat perjanjian atau kontrak kerja antara online shop dengan selebgram yang mengatur mengenai hak dan kewajiban kedua belah pihak.[3] Definisi perjanjian sendiri di dalam Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer) terletak pada yang menyebutkan bahwa:
“Perjanjian dan/atau persetujuan adalah dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang lain atau bahkan lebih”.
Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata syarat-syarat sah perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Jika ditelaah, syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat adalah syarat objektif. Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Namun, jika syarat objektif yang tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum.[4] Akibat pembatalan perjanjian diatur dalam Pasal 1451 dan 1452 KUHPerdata. Akibat hukum yang timbul terhadap perjanjian yang dapat dibatalkan adalah salah satu pihak dapat meminta pembatalan perjanjian. Sementara itu, akibat hukum terhadap perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian dianggap batal atau bahkan perjanjian dianggap tidak ada dan tidak pernah terjadi dari awal. Akibat hukum terhadap para pihak dalam perjanjian apabila terjadi pembatalan perjanjian adalah timbulnya hak untuk pemulihan sebagaimana keadaan semula sebelum terjadinya perjanjian.
Dalam kegiatan endorsement selebgram anak terdapat dua kemungkinan perjanjian yakni perjanjian kerja dan perjanjian jasa. Definisi perjanjian kerja berdasarkan Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan) menyebutkan bahwa:
“(14) Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.”
Pembuatan perjanjian kerja wajib berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa:
“(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.”
Pasal 26 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun. Oleh karena itu jika selebgram anak berumur kurang dari ketentuan diatas maka yang menjadi wali dalam berkuasa adalah orangtua atau wali pengampunya. Dimana wali orangtua yang memenuhi kecakapan ini diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata yang menyebutkan tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun; orang yang berada dibawah pengampuan (curatele); orang-orang perempuan yang telah kawin. Pada poin yang pertama dinyatakan tidak cakap jika belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, hal ini dipertegas dengan ketentuan kecakapan untuk membuat suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Dalam kegiatan endorsement selebgram anak harus memperhatikan bahwa yang dikerjakan adalah pekerjaan ringan. Pemenuhan hak dan kewajiban seorang anak dalam bekerja sesuai dengan Pasal 71 disebutkan bahwa:
“(1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya. (2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi syarat :
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.”
Perlu digarisbawahi bahwa kegiatan endorsement selebgram anak harus dipastikan tidak berdampak buruk bagi fisik dan psikis anak dimana yang termasuk dalam kategori pekerjaan buruk diatur dalam Pasal 74 UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa:
(1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.
(2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.”
Perjanjian kerja ini dibuat ketika perusahan ingin bekerjasama dengan selebgram anak dimana dalam eksekusinya menghasilkan suatu barang atau mengirimkan barang untuk dipromosikan. Dalam prakteknya, banyak kegiatan endorsement selebram anak dengan suatu perusahaan yang kolaborasi untuk menciptakan produk tertentu. Maka hal ini harus dibuat perjanjian kerja yang di dalamnya mengatur ketentuan pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing pihak, sanksi dan upah. Sedangkan dalam praktek yang lainnya, selebgram anak dalam endorsement hanya melakukan jasa untuk mempromosikan produk tertentu tanpa ada barang fisik, misalnya photoshoot atau iklan aplikasi tertentu. Oleh karena itu yang dibuat adalah perjanjian jasa. Dalam undang – undang tidak terdapat definisi mengenai jenis perjanjian untuk melakukan jasa tertentu. Namun, pada umumnya dalam perjanjian untuk melakukan jasa tertentu dapat dikatakan bahwa satu pihak menghendaki dari pihak lainnya agar melakukan suatu pekerjaan jasa sesuai dengan keahlian yang dimilikinya dengan menerima upah atau imbalan . Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain. Sehingga unsur yang ada di dalam perjanjian jasa tertentu tentu sama dengan unsur perjanjian pada umumnya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1319 KUHPer bahwa:
“Unsur-unsur yang harus ada dalam perjanjian adalah
a. Pihak pihak yang melakukan perjanjian;
b. Kesepakatan antara pihak;
c. Objek perjanjian;
d. Tujuan dilakukannya perjanjian yang bersifat kebendaan atau harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang;
e. Bentuk perjanjian yang dapat berupa lisan maupun tulisan.”
Layaknya seorang anak yang memerlukan pendampingan dan kesejahteraan hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak terlebih dijelaskan dalam Pasal 2 bahwa:
“(1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
(2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna.
(3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.
(4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.”
Seorang anak berhak mendapatkan kebebasan dan kebahagiaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU HAM) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut UU Perlindungan Anak). Dalam Pasal 64 UU HAM menyebutkan:
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.”
Berdasarkan pasal tersebut seorang selebgram anak berhak mendapatkan perlindungan jika orangtuanya mengeksploitasi anak hanya demi kepentingan materiil semata tanpa memikirkan perkembangan anak ketika melakukan jasa endorsement dengan paksaan atau ancaman serta mendapatkan tekanan ketika mengerjakannya. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Anak, menyebutkan bahwa:
“Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: non diskriminasi; kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak.”
Perlindungan terhadap anak harus memberikan jaminan dalam mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam berbagai bidang kehidupan. Seorang anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 76I UU Perlindungan Anak, yang menyebutkan bahwa:
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak.
Pengertian eksploitasi anak adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan anak yang menjadi korban pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil.[5] Sanksi yang dikenakan bagi pelaku tindak pidana eksploitasi ekonomi terhadap anak diatur dalam Pasal 88 UU Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa:
“Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Menurut hemat saya, adanya eksistensi selebgram anak di sosial media diperbolehkan selagi tidak melanggar hukum. Dalam eksekusinya tidak ada paksaan kepada anak dalam melakukan kegiatannya. Membedah kepentingan sangat diperlukan dalam mengkaji eksploitasi anak oleh orangtua atau pihak yang bersangkutan. Seorang anak layak mendapatkan haknya dan dilindungi secara hukum dalam masa tumbuh kembangnya tanpa tekanan yang dapat merusak mental, fisik dan moralnya sebagai penerus bangsa. Oleh karena itu, pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap profesi selebgram anak terkait jasa endorsement perlu disosialisasikan menimbang banyaknya selebgram anak di media sosial saat ini.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279).
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Dan Tambahan Lembaran Negara Tahun 1979 yang telah dicetak ulang).
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886).
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235).
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606).
Referensi:
[1] Nasrullah, Rulli, Media Sosial; Persfektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2015).
[2] Soesatyo, N., & Rumambi, L. J, Analisa credibility celebrity endorser model: Sikap audience terhadap iklan dan merek serta pengaruhnya pada minat beli top coffee. Jurnal Managemen Pemasaran, Volume 1- Nomor 2, 2013, halaman 1-12.
[3] Evans, D, Social media marketing: An hour a day (Indiana: Wiley Publishing, 2008).
[4] Muhammad Abdul Kadir, Hukum Perjanjian (Bandung: Alumni, 1986).
[5] Pebriani, Putu, Fania, & Kebayantini, Ni Luh, Nyoman, & Astika, Ketut, Sudhana, Tukang Suun Anak-Anak: Bentuk Eksploitasi Orangtua Terhadap Anak, Studi Kasus di Pasar Badung, Denpasar-Bali, Volume 1-Nomor 1, 2016, halaman 1-14.
Tersedia di: