Perbedaan Perjanjian Sewa Beli & Perjanjian Jual Beli dengan Cicilan
Penulis : Sisilia Maria Fransiska
Dalam hukum perjanjian Indonesia, dikenal adanya asas kebebasan berkontrak. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) yang menyatakan bahwa:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Berdasarkan asas tersebut, para pihak dalam perjanjian diberi kebebasan untuk membuat perjanjian apa pun, selama tidak melanggar syarat keabsahan perjanjian sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, para pihak bebas untuk membuat perjanjian apa pun termasuk membuat perjanjian sewa beli dan perjanjian jual beli dengan cicilan. Akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat awam masih sulit untuk membedakan kedua perjanjian tersebut. Lantas, apa yang menjadi perbedaan dari perjanjian sewa beli dan perjanjian jual beli dengan cicilan?
Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata, melainkan lahir dalam praktik kehidupan sehari-hari.[1] Artinya, perjanjian sewa beli termasuk dalam perjanjian tak bernama, yaitu perjanjian yang tidak diatur dalam Undang-Undang.[2] Dalam Pasal 1319 KUHPerdata menyatakan bahwa:
“Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, sekalipun perjanjian sewa beli merupakan perjanjian tak bernama, perjanjian sewa beli tetap tunduk pada ketentuan umum perjanjian dalam KUHPerdata.
Pada dasarnya, perjanjian sewa beli merupakan campuran antara perjanjian sewa menyewa dan perjanjian jual beli.[3] Pihak penjual sesungguhnya bersedia menjual barangnya dengan cara dicicil oleh pihak pembeli.[4] Akan tetapi, selama barang tersebut belum dilunasi oleh pihak pembeli, pihak pembeli menjadi penyewa terlebih dahulu atas barang tersebut.[5] Berdasarkan hal tersebut, konstruksi hukum dari perjanjian sewa beli adalah pada saat perjanjian sewa beli dilakukan, objek perjanjian tersebut menjadi objek perjanjian sewa menyewa dan diserahkan kepada pihak pembeli dalam kedudukannya sebagai penyewa. Kemudian, pada saat pembayaran terakhir dilakukan, perjanjian antara para pihak berubah menjadi perjanjian jual beli dan hak milik dari objek perjanjian sewa beli tersebut baru beralih kepada pihak pembeli. Hal tersebut yang menyebabkan pihak pembeli tidak dapat mengalihkan hak milik atas objek perjanjian sewa beli, selama ia masih berkedudukan sebagai penyewa. Selain itu, ketika hak milik atas objek perjanjian sewa beli tersebut beralih, penyerahan (levering) yang dilakukan oleh pihak penjual cukup dengan menggunakan pernyataan saja.[6] Hal ini karena objek perjanjian sewa beli telah berada pada penguasaan pihak pembeli.[7] Akan tetapi, apabila pihak pembeli justru mengalihkan hak milik atas objek perjanjian tersebut, sementara ia masih berkedudukan sebagai penyewa, maka ia akan diduga telah melakukan tindak pidana penggelapan.[8]
Di sisi lain, perjanjian jual beli dengan cicilan juga termasuk dalam perjanjian tak bernama.[9] Artinya, ketentuan umum dalam KUHPerdata mengenai perjanjian juga berlaku dalam perjanjian jual beli dengan cicilan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata. Pada dasarnya, perjanjian jual beli dengan cicilan merupakan bentuk khusus dari perjanjian jual beli,[10] hanya saja pihak pembeli melakukan pembayaran dengan cara mencicil. Dalam perjanjian jual beli dengan cicilan, biasanya objek perjanjian diserahkan kepada pembeli sejak perjanjian disepakati oleh para pihak. Pada saat penyerahan (levering) dilakukan, seketika itu juga telah terjadi pengalihan hak milik atas objek perjanjian, walaupun pembayaran masih dilakukan dengan cara mencicil.[11] Hal ini berarti pihak pembeli telah menjadi pemilik dari objek perjanjian dan sisa cicilan yang harus dibayarkan olehnya hanya untuk melunasi harga jual beli yang telah disepakati di awal. Dengan sudah beralihnya hak milik tersebut, pihak pembeli dapat melakukan perbuatan hukum apa pun terhadap objek perjanjian tersebut, termasuk untuk mengalihkannya kepada pihak lain.[12]
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian sewa beli dan perjanjian jual beli dengan cicilan adalah perjanjian tak bernama. Akan tetapi, perjanjian sewa beli adalah campuran dari perjanjian sewa menyewa dan perjanjian jual beli. Sementara itu, perjanjian jual beli dengan cicilan adalah bentuk khusus dari perjanjian jual beli. Selain itu, kedua perjanjian tersebut juga memiliki perbedaan terkait dengan saat pengalihan hak milik atas objek perjanjian dan akibat hukum yang ditimbulkan dari saat pengalihan hak milik tersebut.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Referensi:
[1] Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014), halaman 51.
[2] Bernadetha Aurelia Oktavira, Macam-Macam Perjanjian dan Syarat Sahnya, https://www.hukumonline.com/klinik/a/macam-macam-perjanjian-dan-syarat-sahnya-lt4c3d1e98bb1bc/ (diakses pada 15 Juli 2023).
[3] Subekti, supra note nomor 1, halaman 52.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid., halaman 53.
[7] Ibid.
[8] Ibid., halaman 52.
[9] Ary Primadyanta, Tesis: Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor di Surakarta, (Semarang: Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2006), halaman 29.
[10] Ibid., halaman 31.
[11] Subekti, supra note nomor 1, halaman 54-55.
[12] Ibid., halaman 55.