Peran Advokat dan Sektor Esensial di Masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)

Narasumber: Tanius Sebastian, S.H., M.Fil.

Notulen: Josef Henokh Widodo

Dalam masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (selanjutnya disebut PPKM), pemerintah sudah menerbitkan banyak kebijakan, salah satunya dengan mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Coronavirus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali (selanjutnya disebut Instruksi Mendagri 15/2021). Dalam Instruksi Mendagri 15/2021, dimungkinkan dilakukannya kegiatan Work From Office (selanjutnya disebut WFO) hanya pada 2 (dua) sektor, yaitu sektor esensial dan sektor kritikal. Dalam sektor esensial, memberlakukan maksimal 50% (lima puluh persen) atau juga memberlakukan 25% (dua puluh lima persen) untuk staf yang bisa melakukan WFO. Sektor esensial mencakup di bidang keuangan, perbankan, pasar modal dan sistem pembayaran. Sementara, dalam sektor kritikal memberlakukan maksimal 100% (seratus persen) staf yang dapat melakukan WFO. Sektor kritikal untuk bidang-bidang prioritas, seperti kesehatan, keamanan, industri makanan dan minuman.

Instruksi Mendagri 15/2021 merupakan perkembangan dari kebijakan-kebijakan sebelumnya yang serupa, seperti istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (selanjutnya disebut PSBB) yang semulanya pada intinya bertujuan untuk mengatasi atau menanggulangi penularan virus Coronavirus Disease 2019 (selanjutnya disebut Covid-19). Adanya kebijakan PPKM itu juga bertujuan untuk mengurangi mobilitas. Dari segi kebijakan dan kepentingan publik, mengeluarkan kebijakan PPKM merupakan suatu hal yang wajar yang tidak hanya mengatur masyarakat, tetapi juga mengatur negara. Ketika berbicara profesi hukum dalam hal ini advokat akan ada pengaruh, dampak, dan implikasinya dari dikeluarkan kebijakan PPKM. Advokat secara umum diartikan sebagai salah satu pengemban profesi hukum. Dari segi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (selanjutnya UU Advokat), advokat sebagai orang yang melakukan pelayanan jasa hukum dan mempunyai fungsi sebagai penegak hukum. Ketika berbicara advokat sebagai penegak hukum, maka advokat juga bagian dari sistem penegakan hukum. Ketika berbicara sistem penegakan hukum, maka itu juga melibatkan profesi lain yang kedudukannya menjadi bagian dari aparat negara, seperti kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan lain-lain. Dalam Instruksi Mendagri 15/2021, menyatakan bahwa sektor pemerintahan yang memberikan pelayanan publik masuk ke dalam sektor esensial. Dengan demikian, kepolisian, kejaksaan dan kehakiman bisa dinyatakan sebagai sektor pemerintahan yang memberikan pelayanan publik.
Berdasarkan Instruksi Mendagri 15/2021, advokat tidak termasuk atau tidak tergolong ke dalam sektor esensial maupun sektor kritikal. Dari segi sosiologi dan perbandingan hukum Indonesia dan Amerika Serikat, sebenarnya terdapat pola-pola yang mirip terutama untuk para advokat atau pengacara yang bekerja di bidang korporat (corporate lawyer), yakni sistem lawyer yang sudah modern. Terdapat tantangan profesi advokat di masa pandemi Covid-19, dilihat dari rumusan ketentuan profesi advokat tidak termasuk sektor esensial, namun apabila dilihat dari lapangan situasinya menjadi masalah karena profesi advokat sebagai pelayanan jasa hukum di bidang litigasi dan korporasi itu tuntutannya sama dengan bidang ekonomi. Berbicara perdebatan politik dari awal pandemi Covid-19 itu muncul dengan adanya perdebatan yang lebih mengutamakan keselamatan/kesehatan publik atau lebih mengutamakan stabilitas kemajuan ekonomi. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa profesi advokat yang mempunyai klien itu berdampak ke pelayanan jasa hukum mereka. Dengan munculnya fenomena Work From Home (selanjutnya disebut WFH) juga menjadi masalah baru bagi profesi advokat. Memang secara hukum tertulis profesi advokat tidak termasuk dalam sektor esensial, tapi apabila dikaitkan dengan apa yang dikerjakan oleh advokat itu tidak dapat dipungkiri bahwa kebiasaan atau sistem WFH atau WFO itu berdampak besar untuk advokat. Misalnya, ketika seorang pengacara yang sistem jasa pelayanan hukumnya sudah modern dan memiliki klien yang memiliki status transnasional atau lintas negara itu memiliki tantangan yang kaitannya dengan sistem informasi, seperti fenomena yang terjadi di Amerika Serikat mengenai cyber security. Dapat dibayangkan ketika seorang pengacara bekerja di rumah yang berbasis internet dikhawatirkan keamanan data-data klien bocor atau diretas oleh seseorang.

Budaya kerja seorang pengacara atau advokat yang modern itu banyak sekali tuntutannya, seperti tuntutan kantor, tuntutan profesi, tenggat waktu, kebutuhan klien dan lain-lainnya. Dilihat dari sisi praktik, tantangan nomor satu pengacara atau advokat yang menjadi sumber dari pro-kontranya adalah media komunikasi. Media komunikasi menjadi penting untuk melakukan banyak hal dalam suatu pekerjaan. Misalnya, keterbatasan media komunikasi seperti google meet atau zoom menjadi masalah bagi seorang corporate lawyer yang tetap harus merancang suatu kontrak atau seorang pengacara di litigasi yang tetap harus menjalankan tugas ke pengadilan dan harus mengumpulkan bukti-bukti kertas. Pandangan pro pemberlakuan advokat tidak termasuk sektor esensial dan krusial adalah untuk kepentingan kesehatan publik, sementara pandangan kontranya adalah tuntutan profesi advokat yang tidak bisa dihindari. Hal yang serupa juga terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat, kaitan masa pandemi Covid-19 dengan profesi advokat memiliki masalah dengan media komunikasi. Hal itu berarti persoalan masalah jaringan internet yang kurang baik, perangkat komputer yang kurang memadai dan lemahnya cyber security. Dengan demikian, kita tidak hanya harus melihat tuntutan suatu profesi, tapi juga harus melihat tanggung jawab kesehatan dan keselamatan publik.

Terdapat fenomena yang terjadi di Indonesia bahwa Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (selanjutnya disebut DPN PERADI), yaitu pimpinan Otto Hasibuan mengirimkan suatu surat permohonan mengenai advokat masuk ke dalam sektor esensial selama masa PPKM dan dari pengajuan tersebut terdapat pihak dari DKI Jakarta yang mendukung pertimbangan tersebut. Pengacara dalam mendampingi klien maupun dalam pembuktian dokumen-dokumen atau surat-surat memang merupakan tantangan di masa pandemi Covid-19. Apabila dalam konteks di Jakarta sebagai ibu kota, pusat ekonomi, pusat bisnis dan pusat politik, banyak juga kantor-kantor hukum yang besar di Jakarta. Hal itu berdampak kepada kepentingan jasa para advokat. Bahwa roda perekonomian itu tidak bisa jalan sendiri, para advokat memiliki peran penting dalam urusan litigasi, membela hak dan kepentingan klien, dan melayani jasa-jasa hukum lainnya. Apabila berbicara mengenai pandemi Covid-19, tidak hanya urusan masyarakat dan negara, tapi termasuk urusan global. Dari sisi pemerintah, pandemi Covid-19 merupakan tantangan berat, di mana satu sisi harus memenuhi tanggung jawab pelayanan kesehatan masyarakat, di sisi lain terdapat suatu hal menarik bahwa profesi advokat mempunyai kedudukan khusus sehingga dapat menyatakan permohonan advokat masuk ke dalam sektor esensial selama masa PPKM terhadap pemerintah. Hal tersebut merupakan suatu gambaran penting tentang profesi advokat di Indonesia yang tidak hanya mempunyai tanggung jawab terhadap klien, namun juga memiliki tanggung jawab publik dan sistem hukum. Hal itu menggambarkan bahwa sebenarnya advokat merupakan profesi yang penting, sehingga hal tersebut dapat dijadikan argumen bahwa advokat termasuk ke bagian sektor esensial.

Terjadinya fenomena perkembangan teknologi dan sistem informasi, advokat dalam menjalankan kegiatannya dapat menggunakan media, salah satu contohnya adalah persidangan online. Akan tetapi, hal tersebut harus dipastikan bahwa media yang digunakan dapat menjangkau seluruh kegiatan advokat karena tentu terdapat masalah baru, seperti cyber security dan masalah lainnya. Seperti halnya isu-isu manajemen kantor hukum terkait dengan penyediaan sistem komunikasi dan teknologi itu menjadi penting sekali. Kegiatan pekerjaan yang dilakukan secara hybrid, seperti sebagian kegiatan dilakukan secara online dan sebagian kegiatan lain dilakukan secara offline itu tergantung kebutuhan, tetapi kembali lagi ke persoalan manajemen kantor hukum menjadi penting untuk dapat komunikasi yang rutin. Adanya kebijakan WFH ini terjadi fenomena yang menarik bahwa burn out (kelelahan fisik, emosional dan mental) ini dirasakan oleh pengacara karena adanya pekerjaan yang menumpuk karena WFH, seperti kelas-kelas online dan webinar di malam hari, sehingga tidak ada lagi batasan jam kerja. Hal tersebut untuk kehidupan profesi advokat sangat berpengaruh ketika burn out bekerja, lalu bagaimana dengan kualitas hasil pekerjaan tersebut yang ujung-ujungnya kembali kepada persoalan etika kerja dan kualitas pelayanannya. Semua hal tersebut dapat diatasi dengan setiap masyarakat secara pelan-pelan mulai beradaptasi atau yang biasa disebut new normal, seperti komunikasi serba internet dan teknologi informasi laptop dan ponsel yang digunakan secara esensial. Pada saat ini, profesi hukum pada umumnya itu pelan-pelan juga memasuki masa new normal. Seperti halnya yang terjadi di Amerika Serikat bahwa kehidupan kantor hukum itu tidak akan pernah sama lagi, bahkan sampai pandemi Covid-19 selesai tetap bergantung terhadap perkembangan teknologi dan sistem informasi. Melihat dari perbandingan hukum, sifat dari sistem hukum di Amerika Serikat adalah adversarial. Adversarial artinya terdapat dua pihak yang saling beradu dan kedua pihak ini mencoba membuktikan kebenaran masing-masing. Terdapat pernyataan menarik dari asosiasi profesi hukum di Amerika Serikat, yaitu walaupun sistem hukum Amerika Serikat bersifat adversarial, akan tetapi ketika berhadapan dengan pandemi itu para profesi advokat bergandengan tangan dan bersatu. 

Kebijakan Instruksi Mendagri 15/2021 menimbulkan tantangan dan dilema terhadap profesi hukum atau profesi advokat, sehingga hal tersebut dapat dikaitkan dengan teori dilema moralitas. Teori dilema moralitas itu sendiri berkaitan dengan tanggung jawab moral. Ketika berbicara profesi hukum atau profesi advokat yang dikaitkan dengan teori peran moral, profesi hukum mempunyai tanggung jawab berdasarkan peran profesional dan tanggung jawab berdasarkan peran sebagai orang biasa. Pengemban profesi hukum itu manusia juga, artinya sebagai manusia berlaku juga tanggung jawab dan tuntutan-tuntutan moral orang pada umumnya. Kembali lagi ke permasalahan advokat mempunyai tanggung jawab sebagai profesional dengan tuntutan etis dan etos. Etis berkaitan dengan moralitas perannya ketika memberikan jasa hukum, sementara etos berkaitan dengan kualitas atau hasil dari pekerjaannya. Akan tetapi, di sisi lain advokat juga sebagai warga negara yang tentunya ketika berbicara pandemi itu merupakan persoalan bagaimana mereka saling menjaga dan saling melindungi, di mana hal tersebut juga merupakan tuntutan moral. Di Amerika Serikat, sebenarnya terdapat suatu istilah yang disebut remote working atau bekerja jarak jauh. Sebenarnya bekerja jarak jauh itu tidak harus di rumah, tetapi di mana pun berada seseorang dapat bekerja. Misal, seorang advokat kantornya di Jakarta, lalu dia ada urusan di provinsi atau negara lain. Konsep remote working itu artinya seseorang bekerja dari jauh, tetapi ia tetap bekerja di sana. Jadi, remote working itu sebenarnya bukan selalu bekerja di rumah atau tidak harus selalu bekerja di kantor. Apabila pandemi Covid-19 sudah selesai, maka konsep remote working itu menjadi tantangan ke depan untuk profesi advokat.

Tersedia di:

Baca Juga

Reduksi (Lagi) Makna Keadilan Restoratif Dalam RUU HAP

Reduksi (Lagi) Makna Keadilan Restoratif Dalam RUU HAP

Penulis: A.M.Fariduddin (Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan) Keadilan restoratif adalah konsep keadilan yang mengedepankan rekonsiliasi dan pemulihan berbasis kebutuhan terhadap korban, pelaku, dan lingkungan yang terdampak suatu tindak pidana.[1]...

Dilema Jual Beli Akun Driver Ojek Online: Bolehkah Diperjualbelikan?

Dilema Jual Beli Akun Driver Ojek Online: Bolehkah Diperjualbelikan?

Narasumber: Jesslyn Kartawidjaja, S.H., M.M., M.Kn.Notulen: Puan Riela Putri RismanJual beli akun driver ojek online merupakan suatu fenomena yang kerap kali terjadi dalam masyarakat. Salah satu alasan yang melatarbelakangi adanya jual beli akun driver ojek online...

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...