Notulensi Siaran Radio, Jumat, 16 Agustus 2019 (PR FM) “Konsep Bantuan Hukum di Indonesia”

Jumat, 16 Agustus 2019

Tema:

“Konsep Bantuan Hukum di Indonesia”

Oleh:

Maria Ulfah, S.H., M.Hum.;

Rizky Ramdani, S.H.

(Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan

Hak Asasi Manusia Indonesia Wilayah Jawa Barat)

dan

Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” Universitas Katolik Parahyangan

Advokat adalah profesi yang memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Jasa hukum yang diberikan Advokat berupa konsultasi hukum, pendampingan hukum berupa menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum (klien) yang didampingi.

Pada praktiknya, anggota masyarakat mengalami kendala untuk mendapatkan jasa hukum dikarenakan biaya Advokat yang cukup tinggi dan faktor ekonomi yang terbatas. Hal tersebut dapat menjadi hambatan bagi anggota masyarakat yang bermasalah hukum untuk mencari keadilan. Oleh sebab itu, konsep Bantuan Hukum secara cuma-cuma hadir di masyarakat untuk menjawab permasalahan tersebut.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bantuan Hukum), Bantuan Hukum didefinisikan sebagai jasa hukum yang diberikan oleh pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada penerima Bantuan Hukum. Sementara itu, dalam Pasal 1 angka 9 UU Advokat, Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma kepada anggota masyarakat (klien) yang tidak mampu. Sejalan dengan dua definisi tersebut, berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum (PP Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma), Bantuan Hukum didefinisikan sebagai jasa hukum yang diberikan oleh pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada penerima Bantuan Hukum (klien). Definisi-definisi tersebut menggambarkan bahwa konsep Bantuan Hukum di Indonesia sangat erat kaitannya dengan prinsip pro bono dan pro deo.

Berdasarkan Black’s Law Dictionary, pro bono dapat diartikan sebagai pelayanan hukum yang dilakukan untuk kepentingan umum (atau pihak yang tidak mampu) tanpa dipungut biaya. Hal ini dapat disebut dengan Bantuan Hukum secara cuma-cuma. Oleh sebab itu, bagi anggota masyarakat yang memperoleh Bantuan Hukum tidak perlu membayar jasa Advokat yang membantu menyelesaikan permasalahan hukumnya. Sementara itu, istilah pro deo berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2010 tentang Bantuan Hukum (SEMA Bantuan Hukum) memiliki arti bahwa proses berperkara di pengadilan secara cuma-cuma dengan dibiayai negara melalui anggaran Mahkamah Agung. SEMA Bantuan Hukum ini sudah diganti dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan (PERMA Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan). Adapun yang berhak mengajukan gugatan atau permohonan berperkara secara cuma-cuma atau biasa (pro deo) adalah anggota masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi.

Berdasarkan Pasal 5 angka 1 UU Bantuan Hukum, penerima Bantuan Hukum adalah setiap orang atau kelompok orang yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri (serta berkekurangan secara finansial). Adapun yang dimaksud dengan hak dasar adalah hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan. Ketidakmampuan secara finansial dari penerima Bantuan Hukum dapat dibuktikan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) maupun Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya. Kemudian pihak yang dapat memberikan Bantuan Hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum atau organisasi kemasyarakatan sejenis yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada praktik hukum di Indonesia saat ini terdapat pihak yang dapat melakukan bantuan hukum non-litigasi yaitu Paralegal. Bantuan hukum non-litigasi yang dimaksud berupa penyuluhan hukum, konsultasi hukum, penelitian hukum, mediasi, negosiasi, pemberdayaan masyarakat, pendampingan di luar pengadilan dan/atau perancangan dokumen hukum. Di dalam UU Bantuan Hukum tidak dijelaskan pengertian dari Paralegal, namun Paralegal secara umum dapat diartikan sebagai orang yang sudah terlatih dan mempunyai pengetahuan dan keterampilan di bidang hukum untuk membantu penyelesaian masalah hukum yang dihadapi oleh orang lain atau komunitas sekitarnya. Paralegal ini juga dapat didampingi Advokat dalam proses pemberian Bantuan Hukum tersebut untuk menjamin kualitas pemberian solusi hukum yang dilakukan.

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa Advokat merupakan profesi hukum yang mulia dan terhormat (officium nobile). Konsekuensi dari profesi Advokat ialah wajib melakukan pro bono kepada masyarakat. Lalu dengan telah diaturnya konsep Bantuan Hukum serta dikenalnya konsep pro bono dan pro deo di Indonesia, maka diharapkan kesemuanya dapat dilakukan secara berkelanjutan agar semakin menjangkau anggota masyarakat yang terbatas secara finansial dan semakin membuka akses terhadap keadilan di seluruh wilayah Indonesia

Baca Juga

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Narasumber: Azka Muhammad Habib Menurut Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwasannya setiap orang memiliki hak untuk membentuk keluarga melalui...

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Penulis: Raymond Candela Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) merupakan suatu hukum positif yang mengatur ketentuan terkait rukun dan syarat perkawinan Islam di Indonesia....