Notulensi Siaran Radio 7 Maret 2018 “Keabsahan Penggunaan Bitcoin di Indonesia”

Rabu, 7 Maret 2018

Tema:

“Keabsahan Penggunaan Bitcoin di Indonesia

Oleh:

Wurianalya Maria Novenanty, S.H., LL.M.

dan

Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman

Universitas Katolik Parahyangan

 

Dewasa ini tidak dapat dihindari lagi bahwa teknologi memiliki peranan besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Mulai dari teknologi informasi dan komunikasi hingga perkembangan transaksi jual-beli lewat dunia daring atau sering disebut juga online shop. Perkembangan teknologi juga membawa dampak munculnya beberapa macam uang digital dan salah satunya yang sedang marak akhir-akhir ini di kalangan masyarakat Indonesia adalah bitcoin.

Bitcoin merupakan mata uang digital yang berada dalam sistem jaringan pembayaran open source P2P (peer-to-peer). P2P adalah salah satu model jaringan komputer yang terdiri dari 2 (dua) atau beberapa komputer, dimana setiap komputer yang terdapat di lingkungan jaringan tersebut bisa saling berbagi. Bitcoin juga merupakan jaringan pembayaran peer-to-peer desentralisasi pertama yang dikontrol sepenuhnya oleh penggunanya tanpa ada otoritas sentral ataupun perantara. Apabila melihat dari sudut pandang pengguna, bitcoin serupa seperti uang tunai di dunia internet.

Kemunculan bitcoin ini sebenarnya telah hadir pada tahun 2009 dan dipelopori oleh seorang atau sekelompok orang yang kerap dipanggil dengan sebutan Satoshi Nakamoto. Namun, pada bulan Desember 2013 bitcoin ini hadir di Indonesia dengan didirikannya perusahaan bitcoin oleh Oscar Darmawan, Ricky Andrian dan William Sutanto. Sebelum menjadi sebuah perusahaan, mereka terlebih dahulu merintis sebuah komunitas peminat bitcoin melalui website bitcoin.co.id.  Setahun setelah mereka mendirikan perusahaan bitcoin tersebut, perusahaan bitcoin Indonesia menjadi bursa penukaran bitcoin dengan jumlah anggota sebanyak 50.000 (lima puluh ribu) anggota dan rata-rata volume transaksi hariannya mencapai Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Salah satu alasan yang menjadi kehadiran bitcoin ini adalah untuk menghilangkan peran dari otoritas bank sentral. Hal ini terlihat dari peran Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia. Adapun kehadiran dari bitcoin dikarenakan keunggulan yang dimiliki bitcoin seperti dapat melakukan transaksi akan jauh lebih efisien, proses transaksi yang murah, tidak akan menimbulkan inflasi dan lain sebagainya. Selain keunggulan, bitcoin juga memiliki kelemahan yakni tidak stabilnya nilai dari bitcoin itu sendiri dan bitcoin dapat digunakan sebagai sarana melakukan tindak pidana seperti pencucian uang, pendanaan terorisme dan lain sebagainya.

Dikhawatirkan akan semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan bitcoin, maka Bank Indonesia mengeluarkan pernyataan terkait status bitcoin dan virtual currency pada Siaran Pers No. 16/6/Dkom. Siaran Pers dengan judul “Pernyataan Bank Indonesia Terkait Bitcoin dan Virtual Currency Lainnya” yang pada pokoknya menyatakan bahwa bitcoin dan virtual currency lainnya bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia. Hal ini tentu sangat berdampak pada perlindungan yang diberikan. Sehingga risiko yang muncul terkait penggunaan bitcoin akan ditanggung sendiri oleh pemegang bitcoin itu sendiri mengingat bahwa bitcoin sarat akan spekulasi.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 34 huruf a Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran bahwa penggunaan virtual currency meliputi juga bitcoin dalam transaksi pembayaran itu dilarang. Artinya, penggunaan bitcoin yang digunakan untuk transaksi pembayaran di Indonesia merupakan suatu tindakan yang illegal. Peraturan tersebut dipertegas oleh Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa setiap pihak wajib menggunakan rupiah dalam transaksi yang dilakukan di wilayah negara Indonesia. Merujuk dari apa yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang mengatakan bahwa uang adalah alat pembayaran yang sah. Hal ini menunjukkan bahwa, Indonesia hanya mengakui penggunaan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dan juga di akui di Indonesia. Sanksi yang dapat dikenakan terhadap pihak yang menggunakan selain rupiah sebagai alat bertransaksi di Indonesia adalah berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU tentang Mata Uang yakni dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling lama Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

 

Image result for bitcoin

Sumber: https://www.satoshiglobal.com/bitcoin-seminar-bitcoin-trading/

Baca Juga

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Narasumber: Azka Muhammad Habib Menurut Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwasannya setiap orang memiliki hak untuk membentuk keluarga melalui...

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Penulis: Raymond Candela Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) merupakan suatu hukum positif yang mengatur ketentuan terkait rukun dan syarat perkawinan Islam di Indonesia....