Notulensi Siaran Radio “Pojok Hukum“
Rabu, 7 Februari 2018
Tema:
“Maraknya Pelecehan Seksual di Lingkungan Sekitar”
Oleh:
Maria Ulfah S.H., M.Hum.
dan
Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman”
Universitas Katolik Parahyangan
Setiap diri manusia memiliki kehendak bebas dalam bertindak, namun kehendak bebas tersebut harus dibatasi sehingga tidak menimbulkan kerugian terhadap orang lain. Tindakan yang dilakukan oleh manusia sering kali dipengaruhi berbagai macam faktor, baik internal seperti dorongan nafsu yang tinggi maupun eksternal seperti pengaruh dari lingkungan sekitar. Faktor-faktor tersebut menyebabkan tindakan manusia cenderung melanggar batasan-batasan yang telah ada dan tindakan tersebut merugikan orang lain.
Salah satu perwujudan kehendak bebas yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain adalah tindakan pelecehan seksual. Tindakan pelecehan seksual merupakan suatu perbuatan yang dilakukan terhadap seseorang yang berkaitan dengan penghinaan terhadap seks dimana tindakan tersebut tidak diinginkan oleh orang tersebut. Adapun bentuk-bentuk tindakan pelecehan seksual yaitu dilakukan secara visual, verbal, fisik, psikologis atau emosional, dan lain sebagainya.
Pada akhir-akhir ini dapat dilihat bahwa marak terjadi tindakan pelecehan seksual di lingkungan sekitar, sehingga diperlukan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku. Penegakan hukum terhadap pelaku tindakan pelecehan seksual di Indonesia tidak diatur secara eksplisit. Namun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenal istilah perbuatan cabul yang diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Menurut R. Soesilo (ahli Hukum Pidana), istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan atau perbuatan lain yang keji yang semuanya ada dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Artinya, segala perbuatan apabila itu telah dianggap melanggar kesopanan atau kesusilaan dapat dimasukkan sebagai perbuatan cabul. Jadi, unsur penting dari pelecehan seksual adalah ketidakinginan atau penolakan dilakukan secara sepihak dalam bentuk apapun yang bersifat seksual. Tindakan pelecehan seksual sangat subjektif, artinya tergantung korban merasa dilecehkan atau tidak.
Tindakan pelecehan seksual juga diatur oleh peraturan lain diluar KUHP. Hal ini tergantung dari pelaku dan korban dari pelecehan seksual. Dalam hal pelaku tindakan pelecehan seksual adalah orang dewasa sementara korbannya merupakan anak, maka berlaku ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak Terbaru). Dalam ketentuan UU Perlindungan Anak Terbaru, pelaku tindakan pelecehan seksual terhadap anak juga dapat dikenakan sanksi atau hukuman lain di luar pidana, yaitu tindakan berupa kebiri, pemasangan alat pendeteksi elektronik. Tindakan ini lebih kepada upaya preventif, sedangkan dalam UU Perlindungan Anak lebih kepada sanksi pidana.
Apabila yang melakukan tindakan pelecehan seksual adalah anak, maka akan berlaku pula peraturan-peraturan yang dikenakan terhadap pelaku dewasa sekaligus Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU Sistem Peradilan Pidana Anak) yang diatur dalam Pasal 81, Pasal 76D, Pasal 82, dan Pasal 76E UU Perlindungan Anak. Perlu diketahui juga bahwa apabila dalam Pasal 81 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak menjelaskan bahwa pidana penjara bagi anak yang melakukan tindak pidana adalah paling lama setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Dalam menindaklanjuti anak sebagai pelaku akan dilakukan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana dengan tujuan untuk mempertimbangankan kepentingan-kepentingan anak. Selain itu, ada juga dampak-dampak yang diakibatkan oleh tindakan pelcehan seksual baik terhadap anak maupun orang dewasa hampir sama seperti mengalamigangguan mental, memiliki rasa cemas, depresif, merasa bersalah, menjadi psikopat, dan lain sebagainya.