Notulensi Siaran Radio 28 September 2016 “Kewajiban dan Hak Pengguna Kendaraan Bermotor terkait Hukum Lalu Lintas di Kota Bandung”

Notulensi Siaran Radio “Pojok Hukum

 ˜ Rabu, 28 September 2016 –

Tema:

“Kewajiban dan Hak Pengguna Kendaraan Bermotor terkait

Hukum Lalu Lintas di Kota Bandung”

Oleh:

Maria Ulfah, S.H., M.Hum.,

Destri Tsurayya Istiqamah, S.H.,

dan

Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman

Universitas Katolik Parahyangan

 

Apabila kita ditanya mengenai kondisi lalu lintas di Kota Bandung, kemungkinan besar yang akan terbesit di benak kita semua, terutama penduduk Kota Bandung, adalah macet, jalan rusak, tidak tertib, dan berbagai ketidaknyamanan lainnya. Seolah mengamini kondisi yang dialami pengguna jalan di Kota Bandung, Waze (sebuah aplikasi navigasi berbasis GPS) merilis hasil survei yang memantapkan Indonesia dengan predikat jalanan terburuk di dunia dan tak nyaman untuk berkendara.  Waze menggunakan parameter Driver Satisfaction Index yang menempatkan lima kota di Indonesia dalam sepuluh kota paling tak nyaman untuk berkendara dan Kota Bandung, Jakarta, Denpasar, serta Surabaya berada di urutan keempat.

Masih tekait dengan ketidaknyamanan berkendara, apabila kita amati dari sudut pandang hukum, dapat terlihat bahwa tingkat kesadaran penduduk Kota Bandung terhadap peraturan berlalu-lintas masih sangat rendah.  Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat dalam berkendara yang tentunya menimbulkan ketidaknyamanan tersendiri bagi pengguna jalan di Kota Bandung. Perilaku ketidakdisiplinan masyarakat dalam berlalu-lintas misalnya seperti mengendarai kendaraan melebihi batas kecepatan yang ditentukan, menerobos lampu lalu lintas, melewati marka pembatas jalan, tidak melengkapi alat keselamatan (helm, sabuk pengaman, dan sebagainya), spion, lampu-lampu kendaraan, ketidaklengkapan surat-surat kendaraan bermotor, tidak taat membayar pajak, dan menggunakan kendaraan tidak layak pakai.

Rendahnya kesadaran masyarakat dalam berkendara dipengaruhi pula kurangnya sosialisasi terkait kewajiban-kewajiban pengguna kendaraan bermotor. Salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai berlalu-lintas adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Dalam undang-undang tersebut diatur mengenai kewajiban-kewajiban dari pengguna kendaraan bermotor, baik dari segi ketertiban dan keselamatan, penggunaan lampu utama, jalur atau lajur lalu lintas, belokan atau simpangan, kecepatan, berhenti, dan parkir. Tujuan dari UU LLAJ adalah untuk membina dan menyelenggarakan suatu lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar. Sedangkan ruang lingkup berlakunya UU LLAJ ini antara lain terhadap kegiatan perpindahan kendaraan, orang, maupun barang di jalan, kemudian juga kegiatan-kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, maupun fasilitas pendukung lalu lintas dan angkutan jalan, dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan juga dengan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, pendidikan berlalu lintas, manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta bagaimana penegakkan hukum lalu lintas dan angkutan jalan.

Dari segi hukum, penduduk Kota Bandung tentunya mempunyai hak untuk menuntut kenyamanan berkendara, misalnya terkait dengan perbaikan jalan yang rusak. Penuntutan hak yang dapat dilakukan adalah dengan gugatan warga negara atas nama kepentingan umum atau yang disebut citizen lawsuit. Tergugat dalam gugatan citizen lawsuit adalah penyelenggara negara, mulai dari Presiden dan Wakil Presiden, Menteri hingga pejabat negara yang dianggap telah melakukan kelalaian dalam memenuhi hak warga negaranya. Setiap orang atau warga negara dapat mengajukan gugatan citizen lawsuit sebagai pengugat apabila ia memiliki “standing”. Standing ini meliputi: (1) terjadi suatu kesalahan hukum atau kerugian hukum yang disebabkan oleh karena adanya suatu pelanggaran terhadap konstitusi atau pelanggaran atas hak hukum tertentu atau perbuatan lain yang bersifat menghukum; (2) terjadinya suatu kesalahan hukum atau perbuatan pembebanan hukum yang dilakukan tanpa otoritas hukum; dan (3) seseorang atau kelompok masyarakat (klas) tertentu karena alasan kemiskinan, ketidakberdayaan atau kecacatan atau jika secara ekonomi maupun sosial berada dalam posisi merugikan tidak memiliki kemampuan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan.

Sebagai bentuk perkembangan sistem hukum Indonesia secara perdata, sekarang Indonesia juga telah mengakui penerapan citizen lawsuit ini. Citizen Lawsuit ini pada dasarnya adalah seperti class action, namun perbedaanya adalah dalam citizen lawsuit kerugian yang dialami tidak harus merupakan dampak langsung yang bersifat riil. Oleh karena itu, dalam citizen lawsuit tidak dapat dimintakan penggantian kerugiannya yang bersifat materiil.

 

Sumber: huffingtonpost.com

Baca Juga

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Narasumber: Azka Muhammad Habib Menurut Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwasannya setiap orang memiliki hak untuk membentuk keluarga melalui...

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Penulis: Raymond Candela Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) merupakan suatu hukum positif yang mengatur ketentuan terkait rukun dan syarat perkawinan Islam di Indonesia....