Rabu, 27 Maret 2019
Tema:
Dampak Kebijakan Kemasan Rokok Polos oleh Pemerintah Australia terhadap
Produksi Rokok Indonesia
Oleh:
Dr. Catharina Ria Budiningsih, S.H., MCL., Sp1
dan
Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” Universitas Katolik Parahyangan”
Tobacco Plain Packaging Bill 2011 merupakan undang-undang yang mewajibkan kemasan rokok polos yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia pada tahun 2011. Tobbaco Plain Packaging Bill 2011 merupakan kebijakan kemasan terstandarisasi yang menghilangkan unsur promosi, kecuali nama merek dan produk. Semua aspek promosi yang dilarang untuk dicantumkan pada kemasan termasuk warna, logo, kata-kata deskriptif dan bentuk huruf (font) khas. Ukuran, bentuk, dan bahan kemasan, juga diatur dan harus terstandarisasi. Selain itu, seluruh produk tembakau dibungkus dalam kemasan berwarna hijau zaitun (Pantone 448C) serta warna khas kemasan digantikan dengan menampilkan gambar grafis dari seorang perokok yang menderita penyakit parah akibat merokok. Kebijakan kemasan rokok polos yang dikeluarkan oleh Pemerintah Australia sesungguhnya tidak muncul secara tiba-tiba melainkan adanya upaya terlebih dahulu yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO). Negara-negara anggota WHO membentuk rancangan naskah Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) pada tahun 1999.
Kebijakan Tobacco Plain Packaging Bill 2011 yang dibuat oleh Pemerintah Australia tentunya memiliki tujuan. Tujuan Pemerintah Australia membuat kebijakan tersebut ialah untuk mengurangi perokok aktif, terutama mencegah adanya perokok pemula. Selain itu, tujuan jangka panjang dari Pemerintah Australia adalah untuk mencapai gelar negara tersehat pada tahun 2020. Hal tersebut merupakan dampak positif bagi masyarakat Australia dari adanya kebijakan Tobbaco Plain Packaging Bill 2011.
Akan tetapi, kebijakan Tobbaco Plain Packaging Bill 2011 juga membawa dampak yang kurang baik bagi negara yang mengekspor tembakau. Hal ini dikarenakan ekspor tembakau cenderung akan mengalami penurunan jumlahnya ke negara Australia. Adapun negara-negara yang tidak setuju dengan kebijakan ini yaitu Ukraina, Honduras, Republika Dominika, Kuba, dan Indonesia. Kelima negara ini mengajukan gugatan atas kebijakan Tobbaco Plain Packaging Bill 2011 ke Dispute Settlement Body World Trade Organization (WTO). Gugatan tersebut sudah diajukan pada tahun 2012, namun putusan atas perkara ini baru keluar pada tahun 2017. Hal ini dikarenakan gugatan yang diajukan sangatlah sulit penyelesaiannya. Adapun alasan Indonesia tidak setuju dengan adanya kebijakan atas kemasan rokok polos adalah karena melanggar ketentuan yang diatur dalam Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS). Selain itu, Pemerintah Indonesia melihat perdagangan internasional khususnya untuk produk rokok menjadi terhambat. Pemerintah Indonesia mewakili keberatan produsen rokok Indonesia atas pelaksanaan kebijakan pengemasan polos tembakau ini akan bertentangan dengan kewajiban Australia sebagai anggota WTO, terutama terhadap TRIPS. Kemudian gugatan yang dilayangkan oleh 5 (lima) negara (termasuk Indonesia) ternyata dimenangkan oleh Australia. Kemenangan Australia atas tuntutan dari kelima negara anggota WTO dalam mempertahankan kebijakan kemasan rokok polos didasari pada 2 (dua) hal, sebagai berikut:
- Australia menggunakan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sebagai dasar hukum mengenai kebijakan kemasan polos Australia; dan
- WTO juga menepis dalih gugatan yang menyatakan Australia melanggar hak kekayaan intelektual dengan menghilangkan desain kemasan dan logo produsen rokok.
Hal ini menyebabkan Pemerintah Indonesia harus tunduk pada kebijakan Australia mengenai kemasan rokok polos apabila ingin mengekspor tembakau ke Australia. Selain itu, dengan dimenangkannya kebijakan Tobbaco Plain Packaging Bill 2011, maka negara-negara seperti Singapura, Inggris, Malaysia dimungkinkan mengikuti kebijakan yang dibuat oleh Australia dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perokok di negara tersebut. Perlu diketahui pula bahwa negara-negara yang mengikuti kebijakan Pemerintah Australia tersebut adalah negara yang mengimpor tembakau. Sedangkan negara yang mengekspor tembakau memiliki kekhawatiran bahwa jumlah ekspor rokok akan berkurang. Dampak selanjutnya apabila ekspor rokok berkurang adalah penjualan rokok di dalam negara yang bersangkutan akan meningkat karena produsen dimungkinkan mengalihkan pasar penjualannya menjadi di dalam negeri. Hal ini berkemungkinan besar menimbulkan akibat yakni buruknya tingkat kesehatan masyarakat di dalam negeri.