Notulensi Siaran Radio 24 Januari 2018 “Pengangkatan Anak Ditinjau dari Hukum Islam”

Notulensi Siaran Radio “Pojok Hukum

Rabu, 24 Januari 2018 

Tema:

“Pengangkatan Anak Ditinjau dari Hukum Islam

Oleh:

Dewi Sukma Kristianti S.H., M.H.

dan

Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman

Universitas Katolik Parahyangan

 

Keluarga merupakan salah satu elemen terpenting dalam membangun suatu masyarakat. Keluarga lahir sebagai akibat dari adanya suatu perkawinan antara seorang pria dan wanita dengan tujuan untuk memiliki keturunan. Pada umumnya terdapat beberapa pasangan suami istri yang tidak dapat memperoleh keturunan, sehingga mereka melakukan pengangkatan anak atau adopsi. Pada umumnya, masyarakat kita mengenal 2 (dua) jenis status anak yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yakni anak kandung dan anak angkat. Anak kandung merupakan anak yang lahir dari hubungan intim pasangan suami istri yang telah melakukan perkawinan secara sah, sedangkan anak angkat merupakan anak yang dialihkan dari lingkungan kekuasaannya keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas pembiayaan kehidupan anak tersebut.

Pengangkatan anak atau adopsi yang dilakukan oleh pasangan suami istri tidak jarang mengakibatkan munculnya berbagai macam permasalahan sehingga ada pengaturan yang telah disediakan oleh Pemerintah, seperti Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan lain sebagainya. Semua peraturan-peraturan tersebut saling melengkapi satu sama dengan yang lainnya. Sekalipun pengangkatan anak atau adopsi dilakukan secara hukum islam namun terdapat beberapa peraturan yang tidak bersumber dari hukum islam tetap digunakan.

Dalam Pasal 171 huruf h Kompilasi Hukum Islam menjelaskan pengertian anak angkat sebagai anak yang dijaga dan dirawat dengan berfokus pada pembiayaan kebutuhan sehari-hari serta biaya pendidikan yang ditanggung oleh orang tua angkatnya. Artinya dalam hukum islam pengangkatan anak atau adopsi bertujuan untuk membantu anak-anak yang hidupnya berkekurangan atau tidak layak. Pengangkatan anak dapat dilakukan bagi pasangan yang tidak memiliki keturunan maupun pasangan yang telah memiliki keturunan, namun yang perlu terlebih diperhatikan adalah tujuan dilakukannya pengangkatan anak.

Syarat dari pengangkatan anak atau adopsi, pasangan suami istri harus mengambil anak orang lain yang bukan keturunannya sendiri. Anak angkat tersebut akan dijaga, dirawat, dididik, dan diperlakukan dengan baik untuk memenuhi setiap kebutuhannya dalam lingkungan orang tua angkatnya. Adapun pengangkatan anak atau adopsi harus memenuhi beberapa syarat-syarat. Pertama adalah orang tua angkat tidak boleh menasabkan anak angkat selain orang tua kandungnya. Artinya anak angkat tetap memiliki hubungan darah dengan orang tua kandungnya atau tidak ada pemutusan hubungan darah. Kedua, memperlakukan anak anagkat sama dengan memperlakukan anak kandung sendiri. Oleh karena itu, konsep pengangkatan anak dalam hukum islam lebih kepada mengasuh anak, berbeda dengan konsep pengangkatan anak atau adopsi menurut hukum adat dan hukum perdata yang mempersamakan kedudukan anak angkat dengan anak kandung.

Adapun syarat lainnya dari pengangkatan anak dalam hukum islam adalah adanya penetapan pengangkatan anak yang dimohonkan ke Pengadilan Agama setempat. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Hal-hal yang perlu diperhatikan juga pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak atau adopsi adalah ketentuan dalam Pasal 4 dan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak yang mengatur mengenai syarat material bagi calon anak angkat dan persyaratan bagi calon orang tua angkat. Pengangkatan anak yang telah mendapatkan penetapan pengadilan agama, tidak membawa akibat hukum bagi orang tua angkat maupun anak angkat, baik dalam hal waris mewaris ataupun wali mewali.

 

Hasil gambar untuk anak angkat

Sumber: https://www.google.co.id/search?rlz=1C1CHBD_enID776ID776&biw=1366&bih=637&tbm=isch&sa=1&ei=htJ3WpeKMMT-vATPyZT4Cg&q=anak+angkat&oq=anak+angkat&gs_l=psy-ab.3..0l10.15170.19041.0.19976.7.5.0.2.2.0.60.246.5.5.0….0…1c.1.64.psy-ab..0.7.249…0i67k1.0.PJ5kNRWm5LQ#imgrc=0UCO1QJ5DEBQrM:

Baca Juga

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Narasumber: Azka Muhammad Habib Menurut Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwasannya setiap orang memiliki hak untuk membentuk keluarga melalui...

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Penulis: Raymond Candela Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) merupakan suatu hukum positif yang mengatur ketentuan terkait rukun dan syarat perkawinan Islam di Indonesia....