Notulensi Siaran Radio 23 Januari 2019 “Pengaturan Hukum Mengenai Berita Bohong (Hoax) di Indonesia”

Rabu, 23 Januari 2019

Tema:

“Pengaturan Hukum Mengenai Berita Bohong (Hoax) di Indonesia”

Oleh:

Maria Ulfah, S.H., M.Hum.

dan

Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” Universitas Katolik Parahyangan

URS 23 Januari 2019

 

Istilah hoax dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan menjadi hoaks. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan hoaks sebagai berita bohong. Berita bohong (hoax) merupakan keterangan atau informasi yang tidak benar atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Adapun beberapa tujuan dari penyebaran hoax adalah untuk menipu orang, mencari sensasi sesaat, menutupi kesalahan, serta digunakan untuk kepentingan kelompok tertentu. Penyebaran hoax ini dapat dilakukan secara konvensional maupun melalui media elektronik. Salah satu media elektronik yang sering menjadi tempat penyebaran hoax adalah media sosial. Tidak bisa dipungkiri bahwa penyebaran hoax yang disebarkan melalui media sosial di Indonesia kian meningkat. Ironisnya, sebagian besar masyarakat yang rentan menjadi penyebar hoax melalui media sosial ialah pelajar.

Penyebaran hoax dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana yang tentunya memiliki akibat hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun pengaturan mengenai hoax yang dilakukan melalui media elektronik diatur dalam Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU Informasi dan Transaksi Elektronik), Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (UU Peraturan Hukum Pidana).

Selanjutnya pelaku penyebaran hoax dapat dikenakan Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik apabila pelaku telah menimbulkan keonaran yang mengakibatkan kerugian konsumen. Pasal 14 dan Pasal 15 UU Peraturan Hukum Pidana tidak mengatur mengenai wadah penyebaran hoax. Maka dari itu, apabila seseorang melakukan penyebaran hoax baik secara konvensional maupun melalui media elektronik, dirinya dapat dikenakan pasal ini. Tentunya apabila yang bersangkutan memenuhi setiap unsur yang terkandung dalam pasal tersebut.

Sanksi pidana yang dikenakan bagi penyebar hoax tentunya berbeda-beda tergantung dari perbuatan dan dampaknya. Apabila pelaku penyebaran hoax menyebarkan berita bohong dengan sengaja dan mengakibatkan keonaran di masyarakat dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksimal 10 (sepuluh) tahun sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU Peraturan Hukum Pidana. Berbeda halnya jika pelaku penyebaran hoax menyebarkan berita yang patut diduga merupakan hoax dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksimal 3 (tiga) tahun sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (2) UU Peraturan Hukum Pidana. Selain itu, apabila pelaku penyebaran hoax menyebarkan berita yang tidak pasti atau dilebih-lebihkan atau tidak lengkap yang mengakibatkan timbulnya keonaran dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksimal 2 (dua) tahun sesuai dengan ketentuan Pasal 15 UU Peraturan Hukum Pidana. Kemudian apabila pelaku penyebaran hoax menyebarkan berita bohong tersebut melalui media elektronik dan meyebabkan kerugian konsumen maka yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Perlu diketahui juga bahwa anak dapat menjadi pelaku penyebaran hoax. Hal ini menyebabkan anak dapat dikenakan sanksi pidana penjara, namun sanksi yang dikenakan pada anak lebih ringan dibandingkan orang dewasa, yaitu setengah dari sanksi maksimal pidana penjara yang diberikan untuk orang dewasa sebagaimana dimuat dalam Pasal 79 ayat (2) Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pengaturan hukum sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumya mengenai pelaku penyebaran hoax tentu saja tidak cukup untuk memberantas hoax. Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam membantu memberantas hoax yang dimulai dari diri sendiri. Dalam hal ini masyarakat diajak untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dengan memeriksa terlebih dahulu kebenaran informasi yang didapatkannya. Selain itu itu masyarakat dapat membantu memberantas hoax dengan melaporkannya di website turnbackhoax.id yang telah disediakan oleh pemerintah. Dengan demikian, masyarakat akan lebih cermat dalam menerima suatu informasi dan tidak mudah terprovokasi oleh hoax.

Baca Juga

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Narasumber: Azka Muhammad Habib Menurut Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwasannya setiap orang memiliki hak untuk membentuk keluarga melalui...

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Penulis: Raymond Candela Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) merupakan suatu hukum positif yang mengatur ketentuan terkait rukun dan syarat perkawinan Islam di Indonesia....