Rabu, 22 November 2017
Tema:
“Jaminan Fidusia dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia”
Oleh:
Dr. Debiana Dewi Sudradjat, S.H., M.Kn.
dan
Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman”
Universitas Katolik Parahyangan
Kebutuhan ekonomi merupakan kebutuhan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan akan kebutuhan ekonomi dapat dilihat dari perilaku masyarakat yang berusaha mencari pendapatan dengan cara bekerja kepada orang lain atau membuka usaha sendiri. Hal yang diperlukan apabila seseorang ingin membuka usaha sendiri yaitu perlu adanya modal terutama modal secara materil. Seseorang akan berusaha mencari pinjaman untuk mencukupi modal materil yang diperlukan untuk membuka usaha. Namun, ketika pihak lain sebagai pihak yang akan memberikan pinjaman uang untuk modal usaha perlu mendapatkan jaminan sebagai tanggungan atas pinjaman yang telah diberikannya.
Seiring berkembangnya zaman, berkembang pula macam-macam jaminan yang salah satunya adalah jaminan fidusia yang berkembang di kehidupan masyarakat Indonesia. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UU Jaminan Fidusia) memberikan perbedaan antara istilah ‘fidusia’ dan ‘jaminan fidusia’. Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan sedangkan jaminan fidusia merupakan jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Sehingga, perbedaan antara kedua istilah tersebut adanya atau tidak tindakan penjaminan untuk melunasi suatu hutang.
Pada dasarnya, dalam fidusia terdapat 2 (dua) pihak yang terlibat, yaitu pihak pemberi fidusia (debitur) dan pihak penerima fidusia (kreditur). Dalam jaminan fidusia, pemberi fidusia masih dapat menikmati barang yang telah dijadikan objek jaminan fidusia sehingga kreditur atau penerima fidusia hanya memperoleh pengalihan hak milik atas barang jaminan. Contohnya X berhutang kepada Y dan X memberikan BPKB motornya sebagai jaminan fidusia kepada Y. Walaupun BPKB Motor X berada di Y, X tetap dapat menggunakan motor sebagai transportasi sehari-hari.
Di samping adanya pihak pemberi dan penerima fidusia, tidak menutup kemungkinan juga adanya pihak ketiga yang muncul dalam perikatan ini. Adapun hubungan hukum dengan pihak ketiga dapat terjadi karena adanya daftar piutang yang dijadikan sebagai objek fidusia. Daftar piutang yang dimaksudkan disini dimana kondisi pihak ketiga memiliki hhutang kepada debitur dan debitur menjadikan piutang pihak ketiga sebagai jaminan hutang kepada kreditur. Oleh karena objek fidusia berbentuk daftar piutang, maka dapat terjadi kemungkinan bahwa pihak ketiga tidak dapat melunasi hutang-hutangnya oleh karena berbagai faktor. Hal tersebut menyebabkan kedudukan kreditur yang semula merupakan kreditur preferen (kreditur yang diutamakan menerima pelunasan hutang) berubah menjadi kreditur konkuren (kreditur yang tidak didahulukan) karena adanya objek fidusia yang tidak nyata ini, sehingga kreditur berpotensi mengalami kerugian. Apabila kondisi tersebut terjadi maka debitur berkewajiban untuk melunasi hutangnya kepada kreditur karena debitur tetap terikat membayar lunas hutang yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur. Dengan kata lain, wanprestasi yang dilakukan oleh pihak ketiga kepada debitur tidak serta merta menghapuskan kewajiban debitur untuk melunasi hutangnya kepada kreditur.
Ruang lingkup UU Jaminan Fidusia membagi dua tahap untuk melakukan jaminan fidusia, yaitu pembebanan dan pendaftaran fidusia. Pembebanan benda yang akan dijadikan jaminan fidusia harus dibuat dalam akta jaminan fidusia yang dibuat oleh notaris. Kemudian, permohonan pendaftaran jaminan fidusia harus diajukan ke Kantor Pendaftaran Fidusia dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembuatan akta jaminan fidusia. Setelah didaftarkan maka Kantor Pendaftaran Fidusia kemudian akan menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia.
Sertfikat Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Titel eksekutorial memberikan kewenangan kepada kreditur atau penerima fidusia untuk menjual barang jaminan melalui lelang umum apabila debitur melakukan wanprestasi. Umumnya penjualan dilakukan melalui lelang umum, namun tidak tertutup kemungkinan penjualan dilakukan melalui perjanjian bawah tangan. Hasil penjualan barang jaminan digunakan untuk melunasi utang debitur. Dalam hal terdapat lebih dari satu kreditur, maka yang didahulukan pelunasannya adalah kreditur preferen.