Selasa, 21 Agustus 2018
Tema:
“Pelaksanaan Pidana Penjara di Lembaga Pemasyarakatan dan Fenomena Permasalahannya”
Oleh:
Maria Ulfah, S.H., M.Hum.
dan
Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman”
Universitas Katolik Parahyangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan dasar hukum utama untuk Hukum Pidana di Indonesia. KUHP berlaku sejak 1 Januari 1918. Dalam ketentuan Pasal 10 KUHP dijelaskan bahwa terdapat beberapa sanksi pidana yang salah satunya berupa pidana penjara. Pidana penjara memiliki arti sebagai sanksi perampasan hak kebebasan bergerak bagi para pelaku serta menjalani program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang diharapkan mereka menjadi pribadi yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Pidana Penjara memiliki jangka waktu tertentu yaitu minimal 1 hari hingga 15 tahun serta dapat menjadi 20 tahun (pidana penjara sementara) ataupun pidana penjara seumur hidup (dalam arti menjalani pidana penjara hingga pelaku meninggal dunia).
Pada tanggal 5 Juli 1963, istilah “Pemasyarakatan” dikenalkan oleh Sahardjo. Istilah tersebut kemudian berkembang dan digunakan sebagai pengganti tempat penjara menjadi Lapas yang bertujuan untuk memasyarakatkan para pelaku. Para pelaku yang telah divonis bersalah dengan sanksi pidana penjara berada di dalam Lapas dikenal dengan istilah Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). WBP terdiri dari Narapidana (laki-laki maupun wanita dewasa), Anak Didik Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan.
Adapun hak-hak WBP diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan). Terdapat juga peraturan lain yang melindungi hak-hak WBP antara lain Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Dalam rangka melaksanakan tujuan pemasyarakatan dari sanksi pidana penjara di Lapas, maka WBP diberikan beberapa program pembinaan. Sebagai contoh, pihak Lapas Kelas II A di Tangerang memberikan program pembinaan seperti pembinaan kerohaniaan, pembinaan kesadaran intelektual (seperti program penyetaraan Sekolah Dasar (SD) atau pemberantasan buta huruf, dan lain-lain), pembinaan keterampilan (seperti menjahit, membuat anyaman rotan), pembinaan dalam bidang pertanian atau peternakan, dan pembinaan penataan lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar kelak WBP dapat menjalani kehidupan lebih baik ketika keluar dari Lapas. Akan tetapi, pembinaan Lapas di Indonesia menghadapi beberapa permasalahan. Salah satu contoh permasalahan tersebut ialah terdapat kasus suap yang menjerat Kepala Lapas Sukamiskin terhadap pengadaan fasilitas mewah di dalam Lapas khusus pelaku tindak pidana korupsi. Adapun masalah lain terkait Lapas di Indonesia adalah Lapas yang rata-rata telah melebihi daya tampung.
Pemerintah saat ini sedang mengatasi permasalahan terkait daya tampung yang melebihi rata-rata dengan cara mendirikan Lapas dan Rumah Tahanan (Rutan) di beberapa wilayah di Indonesia. Selain itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan peraturan khusus mengenai pengadaan bahan makanan dan pelayanan kesehatan yang layak bagi WBP sebagai wujud perlindungan hak WBP. Terkait permasalahan ini, masyarakat juga memiliki peran dalam tercapainya pembinaan WBP. Pertama, penting untuk kita lakukan bersama ialah menerima kembali WBP yang telah menjalani sanksi pidana penjara sebagai bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita tidak memberikan stigma negatif terhadap mantan WBP tersebut. Kedua, dalam hal terjadi praktik pungutan liar di lingkungan Lapas, maka kita dapat melaporkan hal tersebut ke beberapa pihak, antara lain Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maupun Kepolisian Negara Republik Indonesia (Direktorat Tindak Pidana Korupsi {Dittipidkor} Bareskrim Polri). Tindak lanjut penanganan laporan tersebut sangat bergantung pada kualitas laporan yang disampaikan. Dengan dilakukannya pelaporan tersebut, maka dalam hal ini masyarakat turut aktif membantu peran negara dalam menangani permasalahan di Lapas.