Notulensi Siaran Radio 18 April 2018 “Minuman Beralkohol dalam Hukum Indonesia”

 Rabu, 18 April 2018 

Tema:

“Minuman Beralkohol dalam Hukum Indonesia

Oleh:

Maria Ulfah, S.H., M.Hum.

dan

Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman

Universitas Katolik Parahyangan

 

Pada dasarnya, manusia memiliki hak dasar untuk memperoleh kehidupan sejahtera baik fisik maupun rohani. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mengatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Namun kenyataannya, berdasarkan penelitian Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan September 2017 yang mendapatkan suatu kesimpulan bahwa jumlah penduduk miskin mencapai 26,58 juta orang. Penelitian BPS tentang GKNM ini meliputi penelitian terhadap pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan sebagian masyarakat Indonesia masih kurang sadar akan kesehatan mereka. Apabila dikaitan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat akhir-akhir ini bahwa banyak sekali minuman beralkohol yang dicampur dengan bahan lainnya (oplosan) yang tidak sedikit mengakibatkan orang yang meminumnya meninggal dunia. Selama sepekan terakhir terhitung dari 13 April 2018 korban meninggal akibat minuman oplosan di Kabupaten Bandung mencapai 41 orang.

Minuman beralkohol diketahui telah ada pada peradaban Mesir kuno, kemudian berlanjut pada periode Yunani kuno dan Romawi kuno, kemudian minuman beralkohol terus berkembang sampai saat ini hingga ke Indonesia. Di Indonesia sendiri banyak dijumpai minuman tradisional seperti tuak, arak, sopi, badeg, dan lainnya. Minuman tradisional tersebut banyak dikonsumsi oleh masyarakat untuk melakukan tradisi atau adat tertentu. Adapun tradisi minuman beralkohol yang lahir dari para leluhur masyarakat di suatu daerah menjadi alasan bagi sebagian masyarakat tradisional dan munculnya anggapan bahwa minuman beralkohol sebagai minuman kehormatan. Oleh karena itu, minum-minuman beralkohol telah menjadi budaya di sebagian besar masyarakat di Indonesia.

Bila merujuk kepada Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi. Selanjutnya, dalam Pasal 1 angka 2 Perpres tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, yang dimaksud dengan minuman beralkohol tradisional adalah minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan. Pengertian minuman beralkohol dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merujuk kepada minuman beralkohol yang memabukan seperti bir, anggur, arak, dan tuak. Khusus di kota Bandung, pengaturan mengenai minuman beralkohol dimuat dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol (Perda Kota Bandung tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol). Selain itu, dalam Pasal 27 hingga Pasal 29 Perda Kota Bandung tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol memuat juga ketentuan pidana yang dapat dikenakan kepada orang perorangan maupun badan usaha yang melanggar ketentuan tersebut.

Bagi para penjual minuman keras oplosan dapat diancam dengan Pasal 204 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyebutkan bahwa siapa saja yang menjual barang yang membahayakan nyawa atau kesehatan orang diancaman pidana penjara paling lama 15 tahun. Selanjutnya dalam Pasal 204 ayat (2) KUHP dijelaskan bahwa apabila perbuatan yang dimuat dalam ayat (1) tersebut mengakibatkan matinya orang maka dapat diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun. Bahkan, para penjual minuman keras oplosan dapat diancam dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kabareskrim Polri Komjen Polisi Ari Dono Sukmanto tentang kasus peredaran minuman keras oplosan di Cicalengka yang masih mendalami niat dari pelaku tentang perencanaan untuk melakukan pembunuhan berencana.

 

Image result for minuman oplosan terbaru

Sumber: https://petunjuksehat.com/korban-tewas-miras-oplosan/

Baca Juga

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Narasumber: Azka Muhammad Habib Menurut Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwasannya setiap orang memiliki hak untuk membentuk keluarga melalui...

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Penulis: Raymond Candela Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) merupakan suatu hukum positif yang mengatur ketentuan terkait rukun dan syarat perkawinan Islam di Indonesia....