Notulensi Siaran Radio “Podjok Hukum”
Rabu, 17 Februari 2016
Tema:
“Tindak Pidana Pembunuhan dan
Hukum Acara Pidana di Indonesia”
Oleh:
Maria Ulfah, S.H., M.Hum.
dan
Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman”
Universitas Katolik Parahyangan
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur mengenai beberapa bentuk pembunuhan, seperti pembunuhan dalam bentuk pokok, pembunuhan berencana, pembunuhan yang dilakukan oleh ibu terhadap janinnya, dan sebagainya. Dalam pembahasan ini, akan lebih fokus pada bentuk pembunuhan pokok dan pembunuhan berencana. Dalam KUHP, terdapat pembedaan tindak pidana yang dapat dilakukan terhadap nyawa seseorang. Kejahatan yang berupa kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain atau yang seringkali disebut sebagai tindak pidana pembunuhan, dibedakan antara pembunuhan dalam bentuk pokok (doodslag) dan pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu, yang disebut sebagai pembunuhan berencana (moord). Pembunuhan dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 338 KUHP sedangkan pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP.
Dari rumusan ketentuan mengenai tindak pidana pembunuhan pada Pasal 338 KUHP, dapat diketahui bahwa pembunuhan dalam bentuk pokok mempunyai unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah kesengajaan si pelaku dan unsur objektifnya adalah menghilangkan nyawa orang lain. Pada hakikatnya, pembunuhan berencana sama dengan pembunuhan dalam bentuk pokok, namun demikian terdapat unsur esensial yang membedakan keduanya. Unsur esensial tersebut adalah unsur subjektif ‘direncanakan lebih dulu’. Unsur tersebut adalah unsur yang membedakan pembunuhan berencana dengan pembunuhan dalam bentuk pokok, unsur ini pula yang memberatkan pidana dalam Pasal 340 KUHP, umumnya penjelasan atas unsur dalam Pasal ini sama dengan Pasal 338 KUHP. Tindak pidana pembunuhan dalam bentuk pokok memiliki ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun, sedangkan ancaman pidana pada pembunuhan berencana adalah pidana mati, penjara seumur hidup, atau paling lama dua puluh tahun.
Direncanakan lebih dulu disini menurut R.Soesilo diartikan sebagai timbulnya maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya masih terdapat tempo (waktu) bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkannya (cara dan akibat dari perbuatannya), tempo ini tidak boleh terlalu sempit dan tidak terlalu panjang, hal terpenting ialah apakah dalam tempo ini si pembuat dengan tenang masih dapat berpikir-pikir dan sebenarnya masih terdapat waktu untuk mengurungkan niatnya tersebut, akan tetapi ia tidak mempergunakannya.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia mengatur proses penyelesaian perkara pidana, mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, putusan hingga pelaksanaan dari putusan yang bersangkutan. Semua proses acara pidana itu dijalankan berdasarkan asas-asas, seperti: asas legalitas; asas keseimbangan; asas praduga tak bersalah; asas persidangan terbuka; asas perlakuan yang sama di muka hukum; asas hakim pasif; asas ganti kerugian dan rehabilitasi; asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan; asas mendapat bantuan hukum; asas penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dilakukan berdasarkan perintah tertulis pejabat yang berwenang; dan asas peradilan bebas.
Hukum acara pidana memiliki fungsi, tugas, dan tujuan. Fungsi dari hukum acara pidana adalah untuk menegakan hukum pidana material, cabang dari hukum pidana yang mengatur terkait perbuatan-perbuatan yang dilarang, dan ancaman hukuman bagi pelakunya. Tugas dari hukum acara pidana ialah untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, menjamin adanya kesamaan kedudukan warganegara dalam hukum, dan menjunjung tinggi hukum. Tujuan hukum acara pidana adalah peningkatan kesadaran hukum masyarakat, meningkatkan sikap mental aparat penegak hukum, tegaknya hukum dan keadilan, melindungi harkat martabat manusia, serta menegakan ketertiban dan kepastian hukum.