Notulensi Siaran Radio 16 Oktober 2018 “Visa dalam Hukum Internasional”

–Selasa, 16 Oktober 2018–

Tema:

“Visa dalam Hukum Internasional”

Oleh:

Dyan F. Sitanggang, S.H., M.H.

dan

Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” Universitas Katolik Parahyangan

 

Setiap individu pastinya memiliki hak atas kebebasan bergerak. Hak atas kebebasan bergerak (freedom of movement) memiliki arti sebagai hak seseorang yang secara sah bergerak atau berpindah dengan bebas, serta hak untuk pergi meninggalkan negaranya dan kembali ke negara asalnya. Akan tetapi, hak atas kebebasan bergerak setiap orang dibatasi oleh hukum relevan. Tujuan dari adanya pembatasan ialah untuk menciptakan keamanan nasional, ketertiban umum, melindungi kepentingan masyarakat, serta hak dan kebebasan orang lain.

Perlindungan mengenai hak atas kebebasan bergerak diatur dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) dan International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant On Civil and Political Rights. Peraturan di atas menjelaskan bahwa setiap orang berhak meninggalkan suatu negara, termasuk negaranya sendiri, dan berhak kembali ke negaranya. Namun terdapat juga pembatasan oleh negara, misalnya seorang narapidana tidak diperkenankan meninggalkan negara atau orang yang berada di bawah pengampuan (orang cacat) dapat diperkenankan meninggalkan negara dengan adanya perlakuan serta fasilitas khusus berdasarkan Pasal 134 ayat (2) Undang-Undang tentang Penerbangan.

Pada dasarnya kedaulatan memiliki kaitan dengan hak atas kebebasan bergerak. Kedaulatan tentunya dimiliki oleh setiap negara sebagai subjek hukum internasional. Hal ini terlihat dari suatu negara dalam menjalankan kewenangan yang berlaku ke luar, dibatasi oleh kedaulatan negara lain. Konsep ini mengartikan ruang berlakunya kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi negara dibatasi oleh wilayah negara itu, sehingga negara hanya memiliki kekuasaan tertinggi di dalam batas wilayahnya. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap individu memiliki hak kebebasan bergerak dari satu negara ke negara lainnya. Pada sisi lain, negara juga memiliki kewenangan untuk dapat memberikan izin masuk kepada seseorang yang hendak mengunjungi negara tersebut. Hal ini merupakan wujud konkret bahwa negara memiliki kedaulatan atau kekuasaan tertinggi di negaranya sendiri. Maka dari itu, suatu negara berhak untuk menentukan Warga Negara Asing mana yang bisa mendapatkan izin masuk atau tidak ke dalam wilayahnya. Salah satu cara dalam melakukan pembatasan terhadap hak kebebasan bergerak ialah dengan menerapkan pengaturan mengenai visa.

Pengertian visa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah izin (persetujuan) memasuki negara lain atau tinggal sementara di negara lain yang berwujud cap dan paraf yang dibubuhkan oleh pejabat perwakilan negara yang bersangkutan pada paspor pemohon. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, visa adalah keterangan tertulis dari pejabat berwenang yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia atau dasar pemberian izin tinggal. Hal ini berbeda dengan paspor yang merupakan dokumen dari negara kepada warga negaranya untuk melakukan perjalanan antarnegara yang berlaku selama jangka waktu tertentu. Paspor digunakan sebagai identitas seseorang selama dirinya berada di luar negeri.

Ada negara yang mengharuskan permohonan izin masuk suatu negara dengan prosedur pengajuan visa, namun ada juga negara yang memberikan kebijakan bebas visa bagi siapapun selain warga negaranya berdasarkan perjanjian yang disepakati antar negara yang bersangkutan. Jenis-jenis visa antara lain adalah visa diplomatik, visa dinas, visa kunjungan, dan visa tinggal terbatas. Setiap jenis visa yang ada memiliki fungsi yang berbeda-beda dan setiap negara memiliki ketentuan dan prosedur tersendiri dalam mengatur visa.

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan, Indonesia menetapkan pemberlakuan pemberian fasilitas Bebas Visa Kunjungan terhadap 169 negara. Salah satu pertimbangan Indonesia memiliki kerja sama bebas visa dengan banyak negara ialah untuk meningkatkan turis asing ke Indonesia, sehingga meningkatkan devisa negara. Jadi visa adalah instrumen untuk menjembatani antara hak bebas bergerak dengan kedaulatan suatu negara yang memiliki pembatasan.

 

16 Oktober 1545019327054

Baca Juga

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Narasumber: Azka Muhammad Habib Menurut Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwasannya setiap orang memiliki hak untuk membentuk keluarga melalui...

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Penulis: Raymond Candela Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) merupakan suatu hukum positif yang mengatur ketentuan terkait rukun dan syarat perkawinan Islam di Indonesia....