Notulensi Siaran Radio “Pojok Hukum”
Rabu, 16 Agustus 2017
Tema:
“Pancasila dalam Kehidupan Sehari-Hari”
Oleh:
Prof. Dr. Koerniatmanto Soetoprawiro, S.H., M.H.
dan
Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman”
Universitas Katolik Parahyangan
Pancasila merupakan identitas Bangsa Indonesia, artinya ciri khas yang membedakan Bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini terletak di Pancasila itu sendiri. Pancasila dibentuk atas dasar kebudayaan masyarakat Indonesia yang berasal dari latar belakang dan suku yang berbeda-beda.
Lebih jauh dari sudut hukum khususnya hukum tata negara, Pancasila merupakan dasar negara dan dasar hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai dasar negara, Pancasila tampak di dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Selain itu, dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 juga mengatur bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat). Hal ini berarti bahwa setiap perilaku atau tindakan pemerintah itu harus berdasarkan aturan hukum yang berlaku atau dengan kata lain, dalam memimpin rakyat Indonesia tidak boleh ada kesewenangan yang dilakukan pemimpin rakyat tersebut .
Pada masa Orde Baru, terdapat sebuah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang bernomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (TAP MPR tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila) yang disebut dengan Ekaprasetia Prakarsa. Pasal 4 TAP MPR tersebut menyatakan bahwa pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila ini merupakan penuntutan dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia. Setiap penyelenggara negara, setiap lembaga kenegaraan, dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah dapat dilaksanakan secara bulat dan utuh. Dalam memenuhi kewajiban sebagai warga negara dan warga masyarakat, masyarakat Indonesia dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila secara bulat dan utuh menggunakan pedoman sebagai berikut:
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam sila pertama ini, Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya masyarakat Indonesia percaya dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Di dalam kehidupan bermasyarakat, Bangsa Indonesia mengembangkan sikap saling menghormati dan bekerja sama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam sila kedua ini, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajatnya, sama hak dan kewajiban asasinya tanpa membedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan lain sebagainya. Karena hal tersebut, dikembangkan sikap toleransi dan tenggang rasa terhadap sesama umat manusia.
c. Sila Persatuan Indonesia
Dalam sila ketiga ini, manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan Bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
d. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Dalam sila ini, masyarakat Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dan dalam menggunakan hak-haknya, ia menyadari perlunya selalu memperhatikan kepentingan negara dan kepentingan sesama masyarakat lainnya.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sila ini, masyarakat Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong.