Jumat, 15 Maret 2019
Tema:
“Eksekusi Jaminan Fidusia pada Akad Pembiayaan Perbankan Syariah Melalui Pengadilan Agama”
Oleh:
Dewi Sukma Kristianti, S.H., M.H.
dan
Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” Universitas Katolik Parahyangan
Jaminan fidusia merupakan salah satu perjanjian jaminan yang digunakan di bank syariah dalam rangka mengatasi pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh nasabah. Dalam mengatasi pembiayaan bermasalah tersebut, bank syariah dapat melakukan 2 (dua) cara. Cara pertama bank melakukan restrukturisasi pembiayaan dan cara kedua bank melakukan eksekusi jaminan. Eksekusi jaminan ini dilakukan bank syariah bagi nasabah yang sudah tidak memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar sehingga tidak dapat dilakukan restrukturisasi pembiayaan. Maka dari itu, bank syariah akan melakukan eksekusi jaminan. Sengketa ekonomi syariah yang dimaksud dalam undang-undang tersebut diantaranya adalah sengketa terkait bank syariah dan transaksi syariah, sehingga eksekusi jaminan fidusia pada akad pembiayaan bank syariah yang bermasalah dapat dilakukan melalui Pengadilan Agama. Perlu diketahui bahwa pelaksanaan jaminan fidusia syariah sama seperti eksekusi jaminan konvensional yang dapat dilakukan melalui 3 (tiga) cara yaitu, eksekusi secara langsung, eksekusi melalui pengadilan, dan penjualan secara sukarela. Eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan melalui Pengadilan Agama. Hal ini dikarenakan sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama memperluas kompetensi absolut Pengadilan Agama dengan diberikannya kewenangan untuk menyelesaikan perkara di bidang ekonomi syariah.
Adapun proses yang dapat ditempuh untuk melakukan eksekusi jaminan melalui bantuan pengadilan agama, sebagai berikut:
1. Mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama
Prosedur pertama yang harus dilakukan oleh pihak yang ingin meminta Pengadilan Agama untuk melakukan eksekusi jaminan fidusia adalah mengajukan permohonan. Surat permohonan yang diajukan tersebut harus memuat landasan hukum dan peristiwa yang menjelaskan hubungan hukum hingga pemohon memiliki hak dan dibenarkan secara hukum meminta Ketua Pengadilan Agama melakukan eksekusi. Landasan hukum yang dimaksud adalah akad pembiayaan sebagai perjanjian pokok yang kemudian disusul dengan akad pembebanan jaminan fidusia. Adapun peristiwa yang menjelaskan hubungan hukum adalah tidak dilaksanakannya prestasi yang telah disepakati dalam akad pembiayaan syariah.
2. Ketua Pengadilan Agama memberikan teguran (aanmaning)
Setelah permohonan eksekusi diterima oleh Ketua Pengadilan Agama, maka proses tahapan eksekusi mulai dijalankan dengan terlebih dahulu memanggil debitur untuk diberi terguran (aanmaning) agar melaksanakan isi akad. Apabila debitur telah dipanggil, namun tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka tidak diperlukan proses pemeriksaan sidang peringatan dan secara ex officio (secara sah) ketua Pengadilan Agama dapat mengeluarkan executorial beslag (sita jaminan) dalam eksekusi pembayaran sejumlah uang. Apabila ketidakhadiran berdasarkan alasan yang sah dan beralasan, maka pengadilan dapat melakukan pemanggilan ulang. Jika debitur datang memenuhi pemanggilan, maka dilakukan sidang peringatan, sekaligus disampaikan batas waktu pemenuhan prestasi. Lazimnya, masa peringatan adalah 8 (delapan) hari sesuai batas waktu maksimum yang ditentukan dalam Pasal 196 HIR atau Pasal 207 Rbg.
3. Ketua Pengadilan Agama mengeluarkan penetapan sita eksekusi
Setelah Ketua Pengadilan Agama memberikan teguran maka ketua akan mengeluarkan penetapan sita eksekusi. Eksekusi jaminan fidusia merupakan eksekusi pembayaran sejumlah uang (executorial verkoop), di mana jaminan fidusia akan dilakukan penjualan di depan umum untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang debitur, bukan eksekusi riil dari tangan debitur ke kreditur. Jika debitur enggan menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia, maka pengadilan dapat melakukan upaya paksa dan jika perlu menggunakan kekuatan negara, dalam hal ini kepolisian negara.
4. Penjualan lelang secara umum
Berdasarkan ketentuan Pasal 200 ayat (1) HIR atau Pasal 215 ayat (1) RBg penjualan dilakukan melalui perantaraan kantor lelang, tidak boleh dilakukan sendiri oleh Pengadilan Agama.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia syariah melalui Pengadilan Agama memiliki kesamaan dengan eksekusi jaminan konvensional. Hal ini dikarenakan kedua eksekusi jaminan tersebut diberlakukan atau diterapkan peraturan yang sama. Peraturan yang diberlakukan ialah menggunakan HIR atau RBg.