Notulensi Siaran Radio “Podjok Hukum”
Rabu, 11 Mei 2016
Tema:
“Aspek Hukum dari Kartu Kredit dan
Penggunaan Jasa Debt Collector dalam Penyelesaian Kredit Macet di Bank”
Oleh:
Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman”
Universitas Katolik Parahyangan
Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang ada, bank memiliki berbagai fasilitas yang dapat dinikmati dan digunakan oleh masyarakat luas. Banyaknya fasilitas yang diberikan jasa perbankan dalam menunjang kegiatan usaha bank, ditujukan untuk memikat masyarakat agar menggunakan fasilitas bank yang dapat memenuhi kebutuhan transaksi pembayaran secara mudah dan cepat. Salah satu fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut adalah kartu kredit.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (UU Perbankan) mengatur mengenai “usaha kartu kredit” sebagai salah satu usaha bank umum. Menurut penjelasan Pasal 6 huruf l UU Perbankan, usaha kartu kredit merupakan usaha dalam kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan untuk pembelian barang atau jasa yang penarikannya dilakukan dengan kartu. Secara teknis kartu kredit berfungsi sebagai sarana pemindahbukuan dalam melakukan pembayaran suatu transaksi. Jadi, usaha kartu kredit sangat erat kaitannya dengan usaha bank umum dalam menyalurkan dana kepada masyarakat.
Kartu kredit diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/ PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (selanjutnya disebut Peraturan BI tentang APMK). Dalam Peraturan BI tentang APMK, diatur beberapa definisi yang penting. Pasal 1 angka 3 Peraturan BI tentang APMK, mengatur bahwa pengertian “alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK)” adalah alat pembayaran yang berupa kartu kredit, kartu automated teller machine (ATM) dan/atau kartu debet.
Dalam Peraturan BI tentang APMK tersebut juga diatur mengenai “penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain” yang selanjutnya disebut “Alih Daya” yaitu penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa melalui perjanjian pemborongan pekerjaan dan/atau melalui perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja. Alih daya ini sering dilakukan oleh bank dalam hal penagihan, yaitu dengan menggunakan jasa dari perusahaan penyedia jasa penagihan atau yang dikenal juga sebagai “debt collector”. Mengenai debt collector ini diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP/2012 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
Pada dasarnya jika mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia, penggunaan jasa ketiga (debt collector) diperbolehkan, sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP/2012 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Namun untuk melakukan hal ini, terdapat sejumlah ketentuan yang dapat dilihat pada Ketentuan butir VII D angka 4 Surat Edaran tersebut, yang menyebutkan bahwa dalam bekerja sama dengan perusahaan penyedia jasa penagihan Kartu Kredit, Penerbit APMK wajib memperhatikan dan memenuhi ketentuan yang berkaitan dengan identitas debt collector (misalnya menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan Penerbit Kartu Kredit dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan) dan standar-standar cara penagihan yang baik (misalnya penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu alamat Pemegang Kartu Kredit).