Notulensi Siaran Radio 10 Mei 2017 “Dasar-Dasar Pengajuan Tuntutan Hak dalam Hukum Acara Perdata”

Notulensi Siaran Radio “Pojok Hukum”

˜ Rabu, 10 Mei 2017 –

Tema:

Dasar-Dasar Pengajuan Tuntutan Hak dalam

Hukum Acara Perdata

Oleh:

Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman

Universitas Katolik Parahyangan

 

Setiap individu berhak untuk memenuhi kepentingannya masing-masing. Namun, dalam memenuhi kepentingannya tersebut tidak jarang terjadi permasalahan yaitu perbenturan kepentingan. Para pihak dapat menyelesaikan permasalahan tersebut melalui jalur pengadilan maupun di luar jalur pengadilan. Apabila para pihak tidak dapat menyelesaikan permasalahan tersebut di luar pengadilan, maka salah satu pihak dapat berinisiatif menyerahkan permasalahan tersebut melalui jalur pengadilan. Dalam mengajukan perkara melalui jalur pengadilan, terdapat dua dasar tuntutan hak yang dapat diajukan yaitu melalui gugatan atau permohonan.

Permohonan adalah perkara yang diajukan tanpa sengketa dan diajukan oleh satu pihak saja, yaitu pemohon. Suatu permohonan yang diajukan mengandung kepentingan sepihak dari pemohon yang membutuhkan kepastian hukum. Pemohon dapat mengajukan permohonan ke pengadilan dengan mengikuti prosedur pengajuan permohonan. Permohonan diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal pemohon. Hasil dari pemeriksaan atas permohonan tersebut adalah penetapan yang merupakan putusan declaratoir yang bersifat menetapkan atau menerangkan. Contohnya permohonan adalah permohonan perubahan nama, pengangkatan wali, pengangkatan anak, dan sebagainya.

Dasar tuntutan hak berikutnya adalah gugatan yang mengandung sengketa atau konflik. Adapun pihak-pihak dalam gugatan adalah Penggugat dan Tergugat. Penggugat adalah orang yang merasa haknya dilanggar. Sedangkan, Tergugat adalah orang yang dirasa telah melanggar hak Penggugat. Selain pihak Penggugat dan Tergugat, dimungkinkan adanya pihak Turut Tergugat yang merupakan orang-orang yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu namun untuk kepentingan suatu gugatan, maka mereka harus disertakan.

Dalam mengajukan gugatan terdapat dua dasar utama yang menentukan isi dari gugatan tersebut, yaitu pengajuan gugatan dikarenakan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum (selanjutnya disebut PMH). Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat antara para pihak. Sedangkan pengertian PMH dijelaskan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), bahwa PMH dapat berupa pelanggaran terhadap undang-undang ataupun kaidah yang tidak tertulis dan mengakibatkan kerugian.

Unsur-unsur dari PMH adalah adanya suatu perbuatan, perbuatan tersebut melawan hukum, adanya kesalahan, adanya kerugian, dan adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian. Suatu perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan dapat berupa melakukan suatu tindakan (aktif) ataupun tidak bertindak (pasif). Perbuatan dapat dianggap perbuatan melawan hukum apabila memenuhi ciri-ciri PMH yaitu bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, melanggar hak subyektif orang lain, melanggar kaidah tata susila, dan bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta orang lain. Kesalahan yang dimaksudkan dalam suatu unsur PMH adalah seseorang dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kerugian yang terjadi akibat PMH yang dilakukan oleh orang lain apabila perbuatan tersebut dapat dipersalahkan. Seseorang dapat dikatakan bersalah apabila memenuhi unsur adanya kesengajaan, kelalaian (culpa), tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrond). Perbuatan yang melawan hukum juga harus memiliki hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

Dalam mengajukan gugatan ke pengadilan, terdapat beberapa tata cara yang harus dilalui oleh para pihak. Setelah surat gugatan diterima oleh pengadilan, maka para pihak atau kuasanya akan dipanggil untuk beracara di pengadilan. Tahapan selanjutnya adalah tahap mediasi, dimana pada tahap ini terdapat upaya mendamaikan para pihak dan apabila uoaya mediasi tidak berhasil maka persidangan akan dilanjutkan tahap pemeriksaan perkara melalui tahap jawaban, replik, duplik, dan pembuktian. Kemudian, tahap berikutnya adalah tahap kesimpulan yang merupakan konklusi dari penggungat dan tergugat. Setelah kesimpulan diberikan para pihak, maka hakim akan menggeluarkan Putusan atas perkara yang berisi hak maupun hubungan hukum para pihak dengan objek yang disengketakan.

Pengertian-Hukum-Perdata-Menurut-Para-Pakar

Sumber: http://www.pengertianpakar.com/2014/10/pengertian-hukum-perdata-menurut-para-pakar.html

Baca Juga

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Narasumber: Azka Muhammad Habib Menurut Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwasannya setiap orang memiliki hak untuk membentuk keluarga melalui...

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Penulis: Raymond Candela Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) merupakan suatu hukum positif yang mengatur ketentuan terkait rukun dan syarat perkawinan Islam di Indonesia....