Penulis: Azka Muhammad Habib & Muhammad Adam Zafrullah




Merek merupakan salah satu dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dilindungi di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU MIG). Pengertian merek dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 UU MIG yang merumuskan:
“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”
Dalam dunia bisnis, merek merupakan hal yang esensial karena menjadi identitas pembeda antara barang suatu usaha dengan usaha lainnya.[1] Terlebih bagi merek yang sudah terdaftar dan memiliki reputasi baik akan memiliki keuntungan, seperti menjadi jaminan kualitas barang, promosi dan perluasan pasar konsumen, serta memudahkan pembeli untuk memilih barang.[2] Dengan demikian, pendaftaran merek menjadi penting bagi pemilik merek untuk mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum.
Perlindungan atas merek akan diperoleh apabila merek tersebut sudah terdaftar pada instansi yang berwenang yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Republik Indonesia (selanjutnya disebut DJKI Kemenkum RI).[3] Lebih lanjut, pemilik merek perlu untuk mendaftarkan mereknya segera mengingat adanya prinsip first to file yang dianut oleh UU MIG dalam sistem pendaftaran merek.[4] Prinsip first to file memiliki arti bahwa bahwa pihak yang mendaftarkan merek terlebih dahulu dengan iktikad baik merupakan pemilik hak yang sah atas merek tersebut.[5] Prinsip first to file dapat diilustrasikan dengan kasus PT A yang menggunakan merek “Ayam Goreng Mantap” pada tahun 2019 namun tidak melakukan pendaftaran. Kemudian, pada tahun 2020 PT B juga menggunakan merek “Ayam Goreng Mantap” sekaligus melakukan pendaftaran. Apabila, PT B melakukan pendaftaran dan dilakukan dengan iktikad baik, maka berdasarkan prinsip first to file PT B adalah pemilik merek “Ayam Goreng Mantap” yang terdaftar. Pentingnya mendaftarkan merek segera juga bertujuan agar menghindari sengketa kepemilikan merek, seperti yang terjadi dalam kasus sengketa hak merek antara “I AM GEPREK BENSU SEDEP BENEERRR” milik PT Ayam Geprek Benny Sujono dengan merek “BENSU” milik Ruben Samuel Onsu. Sengketa hak merek tersebut muncul pada saat PT Ayam Geprek Benny Sujono mengklaim hak atas merek “I AM GEPREK BENSU SEDEP BENEERRR” yang dianggap serupa dengan merek “BENSU” milik Ruben Onsu. Dengan demikian, agar merek terlindungi maka bagaimana prosedur yang harus dilakukan oleh pemilik merek untuk mendaftarkan mereknya di Indonesia?
Proses permohonan merek dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu secara elektronik atau nonelektronik.[6] Namun sebelum mendaftarkan merek, pemohon perlu memastikan apakah merek yang diajukan belum atau sudah digunakan oleh pihak lain dengan memeriksa pada situs Pangkalan Data Kekayaan Intelektual milik DJKI Kemenkum RI yang dapat diakses melalui tautan https://www.dgip.go.id/. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek (selanjutnya disebut Permenkumham Pendaftaran Merek), tahap pertama yang harus dilakukan adalah mengajukan permohonan dengan mengisi formulir rangkap 2 (dua) dalam Bahasa Indonesia kepada Menteri Hukum dan HAM. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) Permenkumham Pendaftaran Merek harus mencantumkan minimum beberapa hal yang dirumuskan dalam pasal 3 ayat (2) Permenkumham Pendaftaran Merek yaitu:
“Permohonan sebagaimana dimaksud …
- tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;
- nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
- nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui Kuasa;
- nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas;
- label Merek;
- warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur warna; dan
- kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis jasa.”
Selain itu, berdasarkan Pasal 3 ayat (3) Permenkumham Pendaftaran Merek, pemohon dalam mengajukan permohonan juga harus melampirkan dokumen-dokumen berupa:
“Dalam mengajukan Permohonan …
- bukti pembayaran biaya Permohonan;
- label Merek sebanyak 3 (tiga) lembar, dengan ukuran paling kecil 2 x 2 cm (dua kali dua sentimeter) dan paling besar 9 x 9 cm (sembilan kali sembilan sentimeter);
- surat pernyataan kepemilikan Merek;
- surat kuasa, jika Permohonan diajukan melalui Kuasa;
- bukti prioritas, jika menggunakan Hak Prioritas dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.”
Adapun, bagi pemohon baru yang akan melakukan pendaftaran secara elektronik memiliki tambahan prosedur di awal, yaitu dengan melakukan Registrasi Akun Aplikasi Merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada situs DJKI Kemenkum RI yang dapat diakses melalui tautan https://merek.dgip.go.id/daftar-online.[7]
Permohonan yang telah memenuhi persyaratan minimum seperti formulir permohonan telah dinyatakan lengkap, mencantumkan label merek, dan melampirkan bukti pembayaran biaya, maka akan diberikan tanggal penerimaan (filing date).[8][9] Ketika tanggal penerimaan (filing date) telah keluar dan diterima oleh pemohon, maka sejak itu pula merek yang didaftarkan mulai dilindungi. Permohonan yang telah telah mendapatkan tanggal penerimaan, akan diumumkan dalam Berita Resmi Merek selama 2 (dua) bulan.[10] Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU MIG menjelaskan bagi pihak yang merasa keberatan atas permohonan merek dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri Hukum dan HAM atas permohonan pendaftaran yang diajukan. Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU MIG, keberatan tersebut dapat diajukan apabila terdapat alasan yang cukup dan disertai bukti bahwa merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah merek yang tidak dapat didaftar atau ditolak berdasarkan UU MIG. Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan telah melewati jangka waktu pengumuman, serta tidak terdapat keberatan, maka akan dilakukan pemeriksaan substantif.[11]
Pemeriksaan substantif yang dibahas dalam paragraf sebelumnya dilakukan dengan memastikan bahwa merek yang diajukan oleh pemohon tidak bertentangan dengan ketentuan merek yang tidak dapat didaftar atau ditolak sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 20 UU dan Pasal 21 UU MIG. Merek tidak dapat didaftar adalah merek yang bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas agama, tidak sesuai dengan kualitas/manfaat dari yang barang atau jasa yang diproduksi, dan lain-lain.[12] Sementara itu, merek ditolak jika mempunyai persamaan pada pokok atau keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang lain, merek terkenal milik orang lain, merupakan/menyerupai nama/singkatan nama orang terkenal, merupakan tiruan/menyerupai tanda/cap/stempel resmi negara atau lembaga pemerintah, permohonan yang tidak beritikad baik, dan lain-lain.[13]
Lebih lanjut, permohonan merek juga akan ditolak apabila merek yang dimohonkan memiliki kesamaan secara pokok atau keseluruhan dengan merek lain untuk barang dan/atau jasa sejenis, merek terkenal untuk barang dan/atau jasa sejenis, merek terkenal untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis, dan indikasi geografis terdaftar.[14] Jenis-jenis atau kelas-kelas mengenai barang dan/atau jasa tersebut berpedoman pada nice agreement tentang Klasifikasi Internasional Barang dan Jasa untuk Pendaftaran Merek.[15] Maka dari itu, sejatinya apabila ada merek tidak terkenal yang pada pokok atau keseluruhannya sama dengan merek tidak terkenal lain, tetap dapat didaftarkan asal jenis atau kelas barang dan/atau jasanya berbeda. Hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan berupa permohonan tersebut dapat didaftarkan atau permohonan tidak dapat didaftarkan/ditolak.[16] Kemudian, apabila permohonan merek tersebut telah berhasil melewati tahap pemeriksaan substantif, maka akan diterbitkan Sertifikat Merek sebagai bukti bahwa merek telah terdaftar.[17] Dengan demikian, apabila seluruh tahapan telah dilakukan maka merek yang dimohonkan oleh pemohon akan mendapatkan perlindungan secara hukum dan dapat dipergunakan secara eksklusif oleh pemohon.
Merek merupakan identitas pembeda yang penting bagi suatu usaha, sehingga pendaftaran merek sangat diperlukan untuk mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum. Perlindungan ini akan diperoleh dari mulai tanggal penerimaan (filing date) sampai pada akhirnya terdaftar di DJKI Kemenkum RI. Sistem pendaftaran merek di Indonesia menganut prinsip first to file, yaitu pihak yang pertama kali mendaftarkan merek dengan itikad baik akan diakui sebagai pemilik sah. Proses pendaftaran dapat dilakukan secara elektronik maupun nonelektronik dengan memenuhi persyaratan administratif dan dokumen yang diperlukan. Setelah persyaratan lengkap, merek diumumkan selama dua bulan untuk memberi kesempatan keberatan dari pihak lain. Jika tidak ada keberatan, proses berlanjut ke pemeriksaan substantif untuk memastikan merek tidak bertentangan dengan UU MIG. Jika memenuhi syarat, DJKI Kemenkum RI akan menerbitkan sertifikat merek sebagai bukti pendaftaran dan perlindungan hukum. Sebagai saran, dalam mendaftarkan merek, perlu memperhatikan jenis atau kelas barang dan/atau jasa yang dapat dilihat melalui tautan https://skm.dgip.go.id/index.php/skm/detailkelas/1. Hindari mendaftarkan merek pada berbagai jenis atau kelas secara sekaligus, karena jika ada kelas barang dan/atau jasa yang tidak digunakan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, maka merek yang telah didaftarkan pada kelas tersebut dapat dihapus dan memungkinkan pihak lain untuk mendaftarkannya.
Dasar Hukum
Undang Undang R.I., No. 19 Tahun 1992, Merek, L.N.R.I. Tahun 1992.
Undang Undang R.I., No. 20 Tahun 2016, Merek dan Indikasi Geografis, L.N.R.I. Tahun 2016 No. 252, T.L.N.R.I. No. 5953.
Undang Undang R.I., No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, L.N.R.I. Tahun 2023 No. 41, T.L.N.R.I No. 6856.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang R.I., No. 2 Tahun 2022, Cipta Kerja, L.N.R.I. Tahun 2022 No. 238, T.L.N.R.I. No. 6841.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I., No. 67 Tahun 2016, Pendaftaran Merek, B.N.R.I. Tahun 2016 No. 2134.
Referensi
[1] Zaenal Arifin dan Muhammad Iqbal, Perlindungan Hukum Terhadap Merek yang Terdaftar, Jurnal Ius Constituendum, Vol. 5-No. 1, April 2020, halaman 51.
[2] Ibid, halaman 52.
[3] Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
[4] Raden Fajar Agung Kusumahwardhana, Efektivitas Prinsip First to File pada Sistem Pendaftaran Merek dalam Melindungi Hak Merek, Jurnal Private Law, Vol. 11-No. 1, 2023, halaman 15.
[5] Ibid.
[6] Pasal 6 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.
[7] Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Republik Indonesia, Syarat dan Prosedur Permohonan, https://www.dgip.go.id/menu-utama/merek/syarat-prosedur.
[8] Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
[9] Menurut penjelasan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, tanggal penerimaan dikenal dengan filing date. Tanggal penerimaan permohonan dapat sama dengan tanggal pengajuan jika persyaratan minimum telah terpenuhi. Jika persyaratan baru dilengkapi setelah tanggal pengajuan, maka tanggal kelengkapan itulah yang menjadi tanggal penerimaan.
[10] Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.
[11] Pasal 12 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek sebagaimana telah diubah dengan Pasal I angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.
[12] Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sebagaimana telah diubah dengan Pasal 108 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
[13] Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
[14] Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.
[15] Pasal 14 ayat (4) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.
[16] Pasal 24 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
[17] Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.