Narasumber: Ilva Nurfitriati, S.H., M.Si.
Notulen: Syaima Azzahra Juwl
Pada tanggal 18 Januari 2022 yang lalu, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (selanjutnya disebut UU IKN). Pengesahan UU IKN ini menuai pro dan kontra di masyarakat dan dari pro dan kontra tersebut dapat terlihat komitmen pemerintah dalam membangun IKN. Salah satu contohnya, pemerintah ingin membangun IKN dengan konsep forrest city yang ramah lingkungan serta menjaga ekosistem. Dari sisi kontra atas pembangunan IKN menurut salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berfokus pada isu lingkungan jika IKN ini tetap dilanjutkan pembangunannya, maka akan muncul setidaknya 3 (tiga) permasalahan. Masalah pertama adalah ancaman terhadap tata air dan resiko perubahan iklim karena sistem hidrologi yang terganggu, hal ini telah terdapat catatan air tanah yang tidak memadai. Permasalahan kedua, pembangunan IKN ini mengancam keberlangsungan hidup flora dan fauna yang memiliki fungsi penting dalam menjaga ekosistem. Permasalahan yang terakhir, yaitu terkait dampak pada pencemaran dan kerusakan lingkungan seperti meningkatnya resiko kebakaran hutan, pencemaran lingkungan akibat minyak, penurunan nutrein pada kawasan pesisir dan laut, tercemarnya air tanah akibat lubang tambang yang tidak ditutup, hingga jalur logistik masyarakat menjadi terhambat. LSM tersebut juga menilai kehadiran IKN ini akan semakin memperparah bencana ekologis dan merampas wilayah kelola rakyat.
Pembangunan IKN ini tentu akan berdampak terhadap lingkungan hidup karena sekecil-kecilnya tindakan manusia itu akan memiliki dampak terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), IKN termasuk ke dalam kawasan khusus karena IKN ini di bawah suatu pemerintahan bernama kawasan otorita. Jika sudah membentuk suatu kawasan khusus, tentu akan ada luasan lahan yang cukup besar dan itu pasti akan memberikan dampak terhadap lingkungan hidup. Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang lingkungan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UU Lingkungan Hidup) yang sudah diubah dan dicabut sebagian oleh Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam peraturan-peraturan tersebut sudah diatur tata cara mengantisipasi dampak dari kerusakan lingkungan hidup yang seharusnya diikuti oleh pemerintah untuk mencegah kemungkinan resiko atau dampak yang dapat terjadi dari pembangunan IKN. Segala sesuatu yang dilakukan saat ini akan membuat dampak terhadap lingkungan, itulah fungsi UU Lingkungan Hidup yang seharusnya agar dapat mengantisipasi kemungkinan yang terjadi dan sebisa mungkin tidak ada sama sekali dampak yang terjadi.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan salah satu perangkat atau instrumen yang terdapat dalam peraturan lingkungan hidup yang digunakan oleh pemerintah. Pemerintah ketika memiliki suatu program, perencanaan, dan kebijakan, pemerintah bertanggung jawab untuk menyusun kajian terhadap rencana yang mereka putuskan yang disebut KLHS. KLHS untuk IKN sudah disusun dan dalam dokumen tersebut dapat dilihat bahwa pemerintah sudah melakukan kajian mengenai dampak apa saja yang akan terjadi dalam pembangunan IKN sepeti mengenai jalur habitat dan tambang yang tidak tertutup. Dalam kajian tersebut dilampirkan lokasi, data peta awal sampai rekomendasi. Contoh rekomendasi adalah jika pemerintah melakukan kajian terhadap konservasi flora dan fauna, maka pemerintah akan menyampaikan ternyata terdapat populasi aktual dan ideal yang akan menjadi isu prioritas mengenai manajemen populasi tumbuhan dan satwa, kemudian pemerintah memperlihatkan bahwa IKN ini dibangun memperhatikan 33 (tiga puluh tiga) jenis satwa yang dilindungi. Di dalam KLHS pemerintah juga memberikan rekomendasi tentang perubahan tujuan, perubahan target, perubahan atau penyesuaian skala pembangunan, dan lokasi pembangunan yang diarahkan bisa memenuhi pembangunan berkelanjutan. Dalam UU IKN telah disampaikan visi dan misi yang bagus karena indikator pembangunan di IKN itu merupakan pembangunan yang memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan yang berfokus kepada lingkungan atau sumber daya alam.
Ketika UU IKN muncul, visi misi yang berpihak pada alam kemudian disusun KLHS yang memberikan alternatif dan rekomendasi kajian lingkungannya, tahap perencanaan sudah menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai pemrakarsa. Jika implementasinya pemerintah benar-benar mempertimbangkan hasil kajian tersebut, kemungkinan IKN bisa dibangun dengan memperhatikan alam bisa saja terjadi dengan syarat tahapan proses yang sudah diatur dalam UU Lingkungan Hidup dilakukan. Negara Indonesia memiliki banyak program strategis nasional, IKN ini juga termasuk kawasan strategis kawasan nasional dalam konteks hukum tata ruang. Salah satu program strategis nasional adalah program food estate atau pembangunan lumbung pangan di Indonesia. Berdasarkan data media Cable News Network (CNN), terdapat keluhan dari petani-petani di Indonesia, salah satunya adalah petani di gunung mas. Pemerintah dengan program strategisnya, mengalihfungsikan lahan karet yang sudah ada menjadi singkong untuk membangun lumbung pangan, karena hal tersebut petani komplain karena tanah tersebut tidak cocok ditanami singkong. Jadi program tujuan strategis nasional untuk menaikkan bahan pangan seperti food estate seharusnya disiapkan dengan suatu kajian yang disusun dalam KLHS sebagai sebuah kajian terhadap rencana program dan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Ketika petani mengeluh karena tanahnya tidak cocok untuk ditanami singkong, pertanyaannya adalah waktu memutuskan untuk ditanam singkong, sudahkah ada kajian terhadap kondisi tanah dan terhadap jenis pangan yang akan ditanam atau tidak, karena ketika sudah diimplementasi ada fakta bahwa petani komplain karena ketidakcocokan tanah. Lalu terdapat juga program nasional food estate di Kalimantan Tengah, membuka 17.000 (tujuh belas ribu) hektar sawah yang pada akhirnya petani-petani sawah tersebut mengajukan komplain juga karena sawahnya tidak diolah dengan baik oleh para petani tidak mendapatkan pelatihan yang cukup. Sawah pada dasarnya membutuhkan pengairan yang baik atau irigasi yang baik, sedangkan irigasi tersebut belum ada dan ketika dikonfirmasi kepada pemerintah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) nya belum turun. Program food estate merupakan program strategis nasional yang didanai oleh pemerintah pusat, akan tetapi APBN nya belum turun. Hal tersebut menjadi kekhawatiran masyarakat, luasan sebesar IKN dengan perencanaan yang saat ini sudah ada, apakah bisa dilihat, didengar dan digunakan oleh pemerintah? Hal ini yang perlu diperhatikan secara bersama-sama. Penjelasan tersebut merupakan dampak atau konflik yang akan muncul di IKN yang didapatkan melalui hasil kajian KLHS. Hasil kajian KLHS merupakan hal yang serius karena sudah meliputi lintas sektor dari mulai lingkungkan, teknis, pertanahan, dan lainnya yang bekerja sama untuk mengecek kondisi lahan di IKN.
Dalam proses pembangunan itu tentu akan berdampak pada lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, karena hal ini, dalam penyusunan kebijakannya munculah prinsip-prinsip dasar dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) yang harus dijadikan pedoman dalam melakukan suatu pembangunan, begitu pula dalam proses pembangunan IKN. Prinsip-prinsip PPLH terbagi menjadi 4 (empat), yaitu prinsip pembangunan berkelanjutan, prinsip pencemar membayar, prinsip pencegahan, serta prinsip kehati-hatian. Hukum lingkungan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip dasar karena Indonesia mengadopsi dan mengimplementasi perkembangan hukum lingkungan internasional. Prinsip umum internasional yang sudah disepakati adalah memerhatikan kemampuan lingkungan hidup (carrying capacity), di Indonesia lebih dikenal dengan daya dukung dan daya tampung. Daya dukung dan daya tampung merupakan ukuran nilai batas sejauh mana alam bisa menampung kegiatan manusia. Prinsip ini sudah dimunculkan dalam KLHS yang mencoba mengukur daya dukung dan daya tampung nya sejauh mana IKN mampu dibangun dan layak atau tidak untuk dibangun. Prinsip ini diterapkan karena dasar pembangunan di seluruh dunia harus terwujud adalah prinsip pembangunan berkelanjutan. Pembangunan ini boleh dilakukan, tetapi harus berkelanjutan karena 20 (dua puluh) tahun lagi kualitas lahan yang dikelola, dimanfaatkan, dibangun itu harus mencapai titik kualitas yang memenuhi nilai minimal.
Di Indonesia dan di dunia sudah terdapat Sustainable Development Goals (SDGs) yang terdiri dari 17 (tujuh belas) prinsip. Seluruh prinsip itu harus mampu diterjemahkan oleh pemerintah ketika mereka melakukan suatu kegiatan. Prinsip-Prinsip tersebut juga harus muncul dalam KLHS, karena selain melakukan analisis kajian terhadap kemampuan dampak resiko dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, KLHS ini juga harus menerapkan 17 (tujuh belas) prinsip yang dimiliki oleh SDGs. Dalam Pembangunan IKN, 17 (tujuh belas) prinsip SDGs harus bisa nyata dan diterjemahkan ke dalam action plan yang nyata, seperti mengurangkan kemiskinan di IKN, rencana tahun pertama pembangunan, bentuk kesejahteraan melalui perumahan yang baik itu juga harus muncul di KLHS. Hal tersebut hanya bermula dari prinsip dasar apa yang terdapat dalam peraturan lingkungan hidup terkait perencanaan IKN yang bersifat luas. Prinsip utama seperti keterbatasan, daya dukung dan daya tampung harus terjamin, pembangunan berkelanjutan itu merupakan dasar prinsip yang harus dipegang dalam pembangunan yang ada di IKN.
Konsep forest city di Ibu Kota Nusantara (IKN) merupakan salah satu aspek yang menjadi fokus dalam kerangka regulasi yang telah ditetapkan. Dalam Undang-Undang (UU) IKN, disebutkan serangkaian tahapan yang harus dijalankan oleh IKN. Terkait dengan hal ini, terdapat sejumlah peraturan turunan dari UU IKN, di antaranya adalah Peraturan Presiden Nomor 62 sampai Nomor 65 Tahun 2022. Di antara peraturan tersebut, Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara Tahun 2022-2042 (Perpres 64/2022) dan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022 (Perpres 63/2022) memuat rincian mengenai Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, termasuk penjelasan tabel yang menggambarkan keterkaitan dan indikator yang harus dicapai di masa mendatang. Forest city bukan sekadar sebuah misi, melainkan sebuah konsep yang telah diatur dalam perundangan terkait, seperti yang tercantum dalam Perpres tersebut. Salah satu contoh konkret dari implementasi konsep forest city adalah penggunaan bangunan gedung hijau sebagaimana diamanatkan dalam Perpres, dengan persyaratan bahwa 75% (tujuh puluh lima persen) dari total wilayah IKN harus dijaga sebagai ruang hijau, sehingga hanya 25% (dua puluh lima persen) yang dapat dibangun. Selain itu, bangunan-bangunan yang dibangun di IKN haruslah disesuaikan dengan kondisi alam setempat. Sebagai contoh, jika pohon di IKN memiliki tinggi mencapai 50 (lima puluh) meter, maka pembangunan harus mengikuti skala dan pendekatan yang sesuai dengan habitat alami tersebut. Penting juga untuk mencatat bahwa dalam kerangka Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial (KLHS), terdapat arahan yang mengharuskan pertimbangan terhadap jalur hijau untuk lintas satwa. Hal ini menunjukkan bahwa aspek lingkungan dan keberlanjutan menjadi prioritas dalam perencanaan dan pembangunan IKN, termasuk dalam implementasi konsep forest city.
Ketika lingkungan hidup telah mengeluarkan KLHS, tahap berikutnya adalah menentukan titik lokasi, artinya titik lokasi ini memutuskan fungsi lokasi, fungsi peruntukkan itu sudah sesuai atau belum. Titik lokasi ini terdapat dalam rencana tata ruang yang secara umum diatur dalam Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang telah diubah sebagian oleh UU Cipta Kerja. IKN melalui Perpres membuat tata ruang KSN (Kawasan Strategis Nasional) sebagai pengatur wilayah kekhususan, tetapi di IKN di atas Provinsi Kalimantan Timur terdapat juga RT/RW Kalimantan Timur, sehingga RT/RW Kalimantan Timur dan RT/RW kawasan strategis nasional itu harus sesuai. Dari rencana tata ruang kawasan strategis nasional, itu diturunkan lagi ke rencana detail tata ruang, lalu diturunkan lagi ke tata bangunan lingkungan. Untuk rencana tata ruang yang skalanya lebih kecil itu biasanya akan diatur oleh peraturan Kepala Daerah. Kawasan khusus otorita, dalam UU IKN memiliki perangkatnya sendiri, mereka akan mengeluarkan deputi-deputi, akan dikepalai oleh Kepala Badan Otorita. Pemerintah dalam hal ini harus sangat berhati-hati karena yang mengatur tata ruang itu lintas kementerian, sehingga jika pemerintah ingin mengatur tata ruang dalam skala yang lebih kecil, harus dipikirkan matang-matang bentuknya. Ketika urusannya adalah menyusun tata ruang dalam skala detail yang biasanya ada di Kepada Daerah (Kepala Badan Otorita) yang keluar adalah Peraturan Kepala Badan Otorita.
KLHS berfungsi untuk memastikan rencana dan program pemerintah ini memastikan adanya pembangunan berkelanjutan. Kajian yang biasanya diatur adalah melihat dari Perpres yang harus dikaji. Biasanya yang akan dikaji adalah ketahanan tanah, kemampuan air, kemampuan udara yang dilihat berdasarkan isu lingkungan hidup yang mungkin muncul di dalam suatu lokasi tertentu. Alhasil, KLHS itu harus memastikan lingkungannya itu akan aman, kapasitas daya dukung dan daya tampung. Ketika indikasi mengenai daya dukung dan daya tampung terkait media lingkungan hidup sudah muncul, maka akan terpetakan dampak dan resikonya. Ketika dampak resikonya sudah muncul, mulai dipetakan lagi mengenai apa yang bisa dilakukan di atas lahan tersebut yang aman, maka kajian lingkungan itu akan mengeluarkan bahwa tanah tersebut amannya untuk apa, seperti untuk pertanian, perkebunan, atau perumahan sampai masing-masing mengeluarkan skala atau indikator tertentu. Kemudian dalam KLHS juga dikeluarkan potensi keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna. KLHS juga harus mengkaji lokasi macam-macam flora dan fauna, dari mulai endemik hingga yang tidak endemik. Kemudian fungsi satwa flora dan fauna di lokasi tersebut itu fungsinya untuk apa terhadap lingkungan, berkemungkinan terganggu atau tidak, jika berkemungkinan terganggu, maka harus dipikirkan bagaimana caranya agar mereka tidak terganggu. Jadi, dalam kajian KLHS itu bersifat macam-macam, tetapi yang paling pokok adalah dampak resiko yang pertama ada inventarisasi data lingkungannya, menginventarisasi kemungkinan dampak dan resiko, dan yang terakhir adalah apa yang harus dilakukan untuk mencegah agar dampak dan resiko itu tidak terjadi.
Dalam praktiknya tidak dapat dipungkiri bahwa akan timbul masalah yang tidak terduga dalam pembangunan IKN ini, terutama terkait kerusakan lingkungan. Seperti Ancaman terhadap habitat keanekaragaman fauna seperti bekantan dan leopard. Tidak hanya itu, apabila melihat jenis tanah di Kalimantan yang merupakan tanah gembur yang sangat susah untuk dilakukan pembangunan. Selain itu, dengan dilakukannya pembangunan infrastruktur akan memberikan tekanan pada tanah untuk menahan adanya gedung-gedung tinggi, padahal kondisi wilayah IKN kurang cocok dengan adanya batu lempung yang memiliki potensi gerakan tanah dan erosi. Kemudian, terdapat pula permasalahan berupa adanya potensi gas dangkal pada beberapa daerah. KLHS itu sudah mengelompokkan isu-isu dan masalah, dari mulai kuantitatif, sumber daya air, sampai dengan sanitasi. Pemenuhan dinamika perubahan lahan, peningkatan hutan lahan, serta pemanfaatan bahan lahan untuk kawasan hutan merupakan aspek yang dapat dilihat dalam Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial (KLHS). Dalam konteks potensi konflik, KLHS menyediakan data yang relevan sebagai salah satu sumber informasi mengenai kemungkinan dampak dan risiko. Penting bagi pemerintah untuk memperhatikan secara serius semua data resiko yang muncul, mengingat pemindahan jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) ke IKN serta pengembangan pemerataan jumlah penduduk dan ekonomi merupakan bagian dari rencana pembangunan. Dengan kehati-hatian dan perlindungan yang serius terhadap dampaknya, harapan terhadap kesejahteraan manusia di IKN dapat menjadi kenyataan, sementara harapan untuk menjaga kelestarian lingkungan sesuai dengan karakteristik Kalimantan dapat tetap terjaga.
Prinsip lingkungan hidup salah satunya adalah instrumen ekonomi lingkungan hidup. Apabila berurusan dengan kerusakan atau pencemaran lingkungan hidup yang selalu menjadi kendala adalahs selain siapa yang harus bertanggung jawab, yaitu mahal dana nya. UU Lingkungan Hidup sudah memiliki instrumen yang bernama anggaran berbasis lingkungan hidup. Jadi instrumen ekonomi lingkungan hidup itu prinsip yang populer adalah prinsip pencemar membayar (polluter pays principle), siapa yang mencemari dia harus memulihkan lingkungan hidup. Biasanya ini menempel di pelaku kegiatan, kebetulan pelaku kegiatan pembangunan IKN ini adalah pemerintah, maka mereka yang memiliki rencana yang biasanya mereka akan melempar rencana ini ke kontraktor untuk membangun. Apabila kontraktor yang membangun, pemerintah tetap bertanggung jawab karena berperan sebagai pemrakarsa.
Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran yang memadai untuk membiayai kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan program pembangunan berwawasan lingkungan hidup. Dalam rangka pemulihan kondisi lingkungan hidup yang kualitasnya tercemar, pemerintah wajib mengalokasikan anggaran untuk pemulihan lingkungan hidup. Ketika di IKN terdapat kerusakan, yang akan disorot adalah pemerintah untuk bertanggung jawab. Pemerintah dalam tahap perencanaan pembangunan IKN, seharusnya dapat berhati-hati dalam melakukan proses ini hingga pada tahap pemanfaatan. Pemerintah juga sebaiknya tidak perlu terburu-buru karena pembangunan IKN merupakan rencana yang besar sehingga perlu dimatangkan secara baik agar hasilnya pun baik. Pemerintah diharapkan untuk bisa berkomitmen sesuai dengan perencanaan dan apabila terdapat opsi lain untuk pembangunan selain di IKN, alangkah baiknya pemerintah meminimalisir pembukaan lahan di Kalimantan Timur.
Tersedia di: