Notulensi Siaran Radio “Pojok Hukum”
Rabu, 5 Juli 2017
Tema:
“Delik Pencurian dalam Hukum Pidana Indonesia”
Oleh:
Maria Ulfah, S.H., M.Hum.
dan
Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman”
Universitas Katolik Parahyangan
Indonesia merupakan suatu negara hukum di mana hal tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sesuai dengan UUD 1945 tersebut dapat dikatakan bahwa setiap perbuatan masyarakat Indonesia diatur oleh hukum. Salah satu instrumen hukum yang mengatur tingkah laku manusia adalah hukum pidana. Hukum pidana merupakan sekumpulan peraturan yang menentukan perbuatan yang dilarang dan sanksi kepada pelaku tindak pidana. Salah satu perbuatan yang diatur dalam hukum pidana adalah tindak pidana pencurian.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana pencurian dimaknai sebagai suatu kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang mengambil seluruh atau sebagian barang milik orang lain dengan maksud atau tujuan untuk dimiliki secara melawan hukum. Pencurian diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP, sedangkan bagi tindak pidana pencurian lain diatur dalam perundang-undangan yang bersifat lebih khusus (lex spesialis derogate legi generali) seperti pencurian listrik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, pencurian data pada sistem informatika yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan sebagainya.
Tindak pidana pencurian dibagi menjadi tindak pidana pencurian dengan unsur pokok, unsur meringankan, dan unsur memberatkan. Dalam tindak pidana pencurian dengan unsur pokok terdapat beberapa unsur pencurian seperti “barangsiapa”, “mengambil”, dan “barang”. Unsur “barangsiapa” yaitu pelaku yang dapat terdiri dari seorang atau sekelompok orang. Unsur “mengambil” yaitu perbuatan memindahkan barang milik orang lain sedangkan unsur “barang” terkait dengan benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain dan dimaksudkan untuk dimiliki secara melawan hukum. Selain tindak pidana pencurian unsur pokok, terdapat pula tindak pidana unsur meringankan yaitu harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Sementara pada tindak pidana pencurian dengan unsur memberatkan, terdapat beberapa unsur memberatkan yaitu barang yang dicuri adalah hewan ternak, pencurian dilakukan pada waktu terjadi bencana, pencurian dilakukan pada malam hari atau di dalam rumah atau pekarangan yang tertutup, pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih, atau pencurian dilakukan dengan melakukan pengrusakan.
Di samping itu, Pasal 367 KUHP juga mengatur mengenai tindak pidana pencurian dalam keluarga. Jika tindak pidana pencurian dengan unsur pokok, unsur meringankan, dan unsur memberatkan merupakan delik biasa yang berarti tidak memerlukan adanya aduan dari korban untuk diproses oleh pihak berwenang. Berbeda dengan pencurian dalam keluarga di mana tindak pidana ini termasuk dalam delik aduan relatif. Yang memerlukan aduan dari korban untuk dapat diproses oleh pihak yang berwenang, selain itu pihak yang diproses sebagai pelaku dalam tindak pencurian tersebut.
Suatu tindak pidana pencurian dapat digolongkan sebagai tindak pidana pencurian dalam keluarga jika antara pelaku dan korban terdapat hubungan darah atau hubungan keluarga baik dalam garis lurus ke bawah maupun garis ke samping. Pelaporan dapat dicabut kembali oleh pelapor dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak pengaduan.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 (empat) jenis tindak pidana pencurian yang diatur dalam hukum pidana Indonesia. Jenis tindak pidana pencurian tersebut terdiri atas tindak pidana pencurian dengan unsur pokok, tindak pidana pencurian dengan unsur meringankan, tindak pidana pencurian dengan unsur memberatkan, dan tindak pidana pencurian dalam keluarga. Adapun dari setiap jenis tindak pidana pencurian memiliki karakteristik yang berbeda-beda.