Rabu, 11 Oktober 2017
Tema:
“Pengaturan Hukum Indonesia tentang Anak yang Bekerja”
Oleh:
Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman”
Universitas Katolik Parahyangan
Seiring dengan berkembang zaman, kebutuhan manusia juga mengalami peningkatan. Akibatnya, manusia harus memenuhi kebutuhanya dengan cara bekerja. Pekerjaan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa, dan tidak jarang anak-anak juga turut bekerja. Adapun anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minatnya seperti menjadi pemain film, penyanyi, pemain sepak bola dan lain sebagainya.
Adapun masyarakat sering beranggapan bahwa “pekerja anak” dan “anak yang bekerja” memiliki arti yang sama. Apabila ditinjau secara yuridis pekerja anak dilarang oleh hukum, karena anak dipekerjakan sebelum usia dewasa, mengerjakan pekerjaan berat, berbahaya, eksploitatif, dan lain sebagainya. Sedangkan anak yang bekerja undang-Undang mengizinkan anak yang bekerja dengan ketentuan pekerjaan ringan, waktu bekerjanya singkat, dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya akan disebut UU Ketenagakerjaan).
Dalam Pasal 1 angka 26 UU Ketenagakerjaan menjelaskan pengertian mengenai anak yaitu setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun. Artinya mereka yang berumur 18 tahun saja dan pada prinsipnya anak dilarang bekerja. Sedangkan dalam Pasal 69 ayat (1) UU Ketenagakerjaan memberikan pengecualian terhadap anak yang diperbolehkan bekerja yaitu anak yang berumur 13 sampai dengan 15 tahun dengan batasan seperti melakukan pekerjaan ringan yang tidak mengganggu perkembangan, dan kesehatan fisik, dan sosial. Adapun Pasal 3 Kepmenakertrans No. Kep 235/men/2003 memperbolehkan anak bekerja pada umur 15 tahun atau lebih, namun dengan memperhatikan batasan yang telah ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 235 /Men/2003 Tentang Jenis-Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak (selanjutnya disebut Kepmenakertrans No. Kep 235/men/2003) seperti pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak. Selain itu, terdapat pula Pasal 3 Konvensi ILO No. 138 tentang Batas Usia Minimum memberikan batasan umur anak yang diperbolehkan bekerja yaitu 16 sampai dengan 17 tahun dengan memperhatikan batasan-batasan yang telah ditetapkan.
Sekalipun ada pengecualian umur untuk anak yang diperbolehkan bekerja, namun tetap memerlukan suatu perjanjian kerja. Perjanjian kerja ini diperlukan agar anak yang bekerja maupun pemberi kerja dapat melaksanakan hak dan kewajibannya serta melindungi para pihak apabila dikemudian hari terjadi sengketa. Perjanjian kerja terhadap anak yang bekerja diatur dalam Pasal 52 UU Ketenagakerjaan di mana perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. Dalam Pasal 69 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengatur mengenai perjanjian kerja terhadap anak yang bekerja dimana perjanjian tersebut harus dibuat sesusai dengan syarat-syarat yang terdapat pada Pasal 69 ayat (1) UU Ketenagakerjaan seperti izin dari orang tua atau wali, perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua wali, waktu kerja maksimum 3 jam, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam Kepmenakertrans No. Kep 235/men/2003 terhadap anak yang bekerja umur 16 sampai 17 tahun dianggap cakap dalam melakukan hubungan kerja.
Adapun perlindungan yang diberikan kepada anak yang bekerja dan pekerja anak tidaklah sama. Salah satu perlindungan yang diberikan kepada anak yang bekerja yaitu tidak dipekerjakan dengan pekerjaan buruk sesuai dengan Pasal 74 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Selain itu, dalam Pasal 7 Konvensi ILO No. 182 di mana pemerintah wajib mengambil tindakan dengan memberikan sanksi pidana, sanksi administrasi ataupun sanksi lainnya yang bertujuan untuk mencegah anak yang bekerja tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan lain sebagainya. Demikian juga pekerja anak mendapatkan perlindungan melalui Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak di mana pekerja anak seharusnya berhak hidup, tumbuh, berkembang secara fisik maupun mental dan berpartisipasi dalam masyarakat secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat.