Notulensi Siaran Radio 01 Maret 2017 “Harta Bersama dalam Perspektif Hukum Perkawinan Islam”

Notulensi Siaran Radio “Pojok Hukum

Rabu, 1 Maret 2017

Tema:

“Harta Bersama dalam Perspektif Hukum Perkawinan Islam”

Oleh:

Dewi Sukma Kristianti, S.H., M.H.

dan

Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman

Universitas Katolik Parahyangan

 

Harta bersama merupakan masalah ijtihadiyyah dan di dalam kitab-kitab fiqih belum ada pembahasannya, begitu pula nash-Nya tidak ditemukan dalam Al-Quran dan sunnah. Padahal apa yang terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia tentang harta bersama telah lama berkembang dan berlaku dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, adanya ketentuan hukum tentang harta bersama dalam Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya akan disebut KHI) banyak dipengaruhi berbagai faktor yang berkembang dan berlaku dalam masyarakat.

Harta bersama diangkat menjadi Hukum Islam dalam KHI berdasarkan dalil ‘urf serta sejalan dengan kaidah al-‘a’datu al-muhakkamah, yaitu bahwa ketentuan adat bisa dijadikan sebagai hukum yang berlaku dalam hal ini adalah harta bersama, maka haruslah dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Harta bersama tidak bertentangan dengan nash yang ada. Dalam Al-Quran maupun sunnah tidak ada nash yang melarang atau memperbolehkan harta bersama. Padahal kenyataan yang berlaku dalam masyarakat Indonesia adalah bahwa harta bersama telah lama dipraktekkan. Bahkan manfaatnya dapat dirasakan begitu besar dalam kehidupan mereka. Sehingga ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dalam hal ini KHI menjadikan harta bersama sebagai hukum yang berlaku di Indonesia melalui proses ijtihadiyyah.
  2. Harta bersama harus senantiasa berlaku. Harta bersama harus menjadi lembaga yang telah lama berkembang dan senantiasa berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika, harta bersama merupakan lembaga yang penerapannya hampir berlaku di seluruh Indonesia. Tidak hanya pada zaman yang lalu, akan tetapi harta bersama tetap ditaati dan terpelihara penerapannya hingga saat ini.
  3. Harta bersama merupakan adat yang sifatnya berlaku umum Hal ini dapat dilihat dari penerapan harta bersama yang berlaku hampir menyeluruh dan menjadi suatu kebiasaan di Indonesia, sekalipun dalam penyebutannya di setiap adat mempunyai penyebutan yang berbeda-beda.

Pertumbuhan dan perkembangan Hukum Islam tidak semata-mata bersumber dari kebutuhan yang diakibatkan dinamika sosial, budaya, ilmu dan teknologi. Tetapi pertumbuhan dan pengembangannya dapat didukung melalui pendekatan kompromistis dengan hukum adat setempat. Di samping itu, penting untuk diperhatikan dalam pendekatan kompromistis antara Hukum Islam dengan hukum adat adalah hukum yang lahir dari perpaduan kompromistis itu berada dalam kerangka maslahah mursalah.

Dengan demikian, ketentuan hukum adat ini sudah selayaknya diambil berdasarkan ‘urf sebagai landasan dalam Hukum Islam yang akan diterapkan di Indonesia. Inilah yang menyebabkan pengaturan mengenai harta bersama dan perjanjian perkawinan dalam KHI mengatur hal yang tidak jauh berbeda dengan ketentuan yang berlaku dalam sistem hukum lainnya sebagai hukum yang hidup di masyarakat Indonesia.

Sumber: www.welayatnet.com