Narasumber: Thomas Chandra – Relawan Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” UNPAR.
Film maupun sinema elektronik (sinetron) merupakan tontonan yang umum dinikmati masyarakat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Mulai dari film bergenre romantis, kehidupan keluarga, sampai bergenre horor seringkali menjadi pilihan. Perlu diketahui dalam suatu film maupun sinetron pada umumnya ada tokoh-tokoh antagonis yang berhasil memerankan karakternya dengan sangat baik sehingga menyebabkan penonton menjadi kesal. Akan tetapi, penonton yang kesal karena karakter yang diperankan oleh aktor atau aktris tersebut seringkali meluapkan kekesalannya dalam bentuk cyberbullying yang diunggah di media sosial, seperti yang terjadi pada Tyas Mirasih, seorang aktris Indonesia yang memerankan tokoh antagonis dalam film televisi “Suara Hati Istri”[1] dan Dinda Kanya Dewi, seorang aktris Indonesia yang memerankan tokoh Mischa dalam serial “Cinta Fitri”[2]. Kejadian seperti ini pun, juga dialami oleh aktirs mancanegara, seperti Han So Hee yang memerankan tokoh Yeo Da Kyung dalam “The World of the Married”.[3] Hal ini tentunya tidaklah tepat sehingga perlu untuk dibahas lebih lanjut.
Cyberbullying adalah penggunaan teknologi internet untuk menyakiti orang lain secara sengaja dan perbuatan tersebut dilakukan berulang-ulang.[4] Dengan perkembangan teknologi yang ada hingga sekarang ini, tindakan komunikasi yang dapat dilakukan oleh individu ataupun kelompok tidak hanya dapat dilakukan secara langsung, namun juga dapat dilakukan melalui berbagai media sosial yang ada. Hal ini menyebabkan masyarakat dapat mengunggah apapun yang mereka inginkan, termasuk cyberbullying dengan mudah. Adapun bentuk dari cyberbullying yang diunggah di berbagai media sosial beragam, mulai dari tulisan, foto, hingga video.
Kemudian, pada dasarnya aktor atau aktris memerankan karakter yang diberikan kepadanya dan berusaha tampil sebaik mungkin. Oleh karena itu, rasanya tidak tepat dan tidak adil bila mereka harus menerima cyberbullying karena melakukan pekerjaan mereka dan hal yang mereka sukai, yaitu seni peran. Terlebih lagi, menjadi sangat tidak adil apabila mereka menerima cyberbullying karena mereka berhasil memerankan peran mereka dengan sangat baik. Cyberbullying yang dilontarkan pada mereka pada akhirnya dapat menyebabkan tekanan batin, ketakutan, trauma, hingga berbagai gangguan mental. Pengalaman ini pun juga dirasakan oleh pemeran Mischa dalam serial “Cinta Fitri”, Dinda Kanya Dewi yang dikarenakan tekanan yang dialami, ia didiagnosa mengidap psikosomatis.[5]
Bagaimanakah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh aktor atau aktris tersebut? Dengan melihat pembahasan kali ini berkaitan dengan cyberbullying yang diunggah di media sosial, penting untuk melihat pada Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi Elektronik (UU ITE) yang mengatur bahwa:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Lebih lanjut, disebutkan pada Pasal 45 ayat (3) UU ITE, disebutkan bahwa:
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”
Kemudian, perlu diketahui bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan.[6] Hal ini dikarenakan esensi dari penghinaan dan pencemaran nama baik merupakan perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang yang dapat menyebabkan kehormatan atau nama baik seseorang tersebut menjadi rusak. Pengetahuan mengenai adanya penghinaan ataupun pencemaran nama baik dalam suatu unggahan hanya dapat dinilai oleh korban. Jika dikaitkan dengan kasus ini, maka aktris atau aktor tersebut, seharusnya dapat menilai suatu unggahan yang dilakukan seseorang melalui media sosial tersebut menyerang kehormatannya atau tidak. Penilaian ini tentunya tidak bisa didasarkan dari pandangan orang lain karena penilaian orang lain terhadap suatu unggahan belum tentu sama dengan penilaian korban. Lebih lanjut secara tegas pada Pasal 45 ayat (5) UU ITE juga disebutkan bahwa:
“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan delik aduan.”
Berdasarkan pemaparan ini, dapat diketahui bahwa tidak tepat jika keahlian seorang aktor ataupun aktris dalam memerankan suatu karakter mendapatkan timbal balik berupa cyberbullying dari penontonnya. Penting bagi seorang penonton film maupun sinetron agar menjadi penonton yang cerdas yang dapat membedakan dunia nyata dengan dunia fiksi. Terlebih lagi di masa sekarang dengan perkembangan teknologi yang sedemikian pesat dapat menyebabkan penyebaran cyberbullying dapat dilakukan di media sosial dalam berbagai bentuk. Akan tetapi, bagi para pelaku cyberbullying ini tetap ada pidana yang dijatuhkan kepadanya dan pidana tersebut didasarkan pada delik aduan yang diadukan oleh korban itu sendiri.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Starfrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843).
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 261, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952).
- Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor SE/6/X/2015 Tahun 2015 tentang Penanganan Cyberbullying (Hate Speech).
Referensi:
[1] Arie Puji Waluyo, Main Peran Antagonis hingga Dicaci Warganet di Media Sosial: Tyas Mirasih: Aku Marah Karena Dibayar, https://wartakota.tribunnews.com/2020/06/12/main-peran-antagonis-hingga-dicaci-warganet-di-media-sosial-tyas-mirasih-aku-marah-karena-dibayar (diakses pada 17 Januari 2021).
[2] Tim Rapot, Diary Tragis Pemeran Antagonis, https://open.spotify.com/episode/4sJlr3s3il1IB99ZLtjwc4?si=28ef44c560cc4a6d (diakses pada 17 Januari 2021).
[3] Ratnaning Asih, Han So Hee Curhat Kebanjiran Komentar Jahat karena Peran Pelakor di The World of the Married, https://www.liputan6.com/showbiz/read/4264327/han-so-hee-curhat-kebanjiran-komentar-jahat-karena-peran-pelakor-di-the-world-of-the-married (diakses pada tanggal 17 Januari 2021)
[4] Kathryn Gerald, Intervensi Praktis Bagi Remaja Berisiko (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2021), halaman 72.
[5] Dinda Kanya Dewi, Op. Cit.
[6] Josua Sitompul, Pencemaran Nama Baik di Media Sosial, Delik Biasa Atau Aduan?, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt520aa5d4cedab/pencemaran-nama-baik-di-media-sosial–delik-biasa-atau-aduan/ (diakses pada 14 Januari 2021).
Tersedia di: