Hubungan Hukum Internasional dengan Pandemik Coronavirus Disease 19 (Covid-19)

Narasumber: Adrianus Adityo Vito Ramon, S.H., LL.M. (Adv.)

Tidak terasa telah mendekati satu tahun seluruh segi kehidupan terganggu dengan adanya pandemik Coronavirus Disease 19 (Covid-19). Mudahnya penularan serta angka mortalitas yang relatif tinggi terutama apabila disertai faktor komorbit, menyebabkan sejumlah upaya dari pemerintah untuk menekan laju penularan virus Covid-19. Upaya pemerintah tersebut di sisi lain juga membawa dampak pembatasan-pembatasan terhadap aktivitas sosial kita. Pembatasan jumlah orang yang bekerja di kantor, pembatasan akses ke sejumlah daerah tertentu, penundaan aktivitas sosial hanyalah sejumlah kecil upaya yang dilakukan pemerintah.

Walaupun terlihat sekilas isu hukum terkait pandemik Covid-19 ini hanya berkaitan dengan lingkup domestik namun ternyata apabila ditelaah lebih lenjut, pandemik Covid-19 ini terkait juga dengan isu-isu hukum internasional. Hal tersebut sebenarnya wajar mengingat pandemikk covid-19 ini juga telah mempengaruhi seluruh negara di dunia. Pada tulisan ini, akan dibahas secara singkat sejumlah titik taut pandemik Covid-19 dengan hukum internasional. Adapun beberapa contoh isu hukum internasional terkait pandemikk Covid-19, antara lain:

  • Pertanggungjawaban Negara

Di bulan-bulan awal merebaknya Covid-19 banyak pengamat hukum internasional dan bahkan beberapa negara tertentu telah berupaya untuk membuat kajian terkait potensi atau kemungkinan adanya Negara yang dapat dimintai pertangungjawaban akibat merebaknya Covid-19. Hal ini sebenarnya terkait adanya kewajiban negara sebagaimana diatur dalam instrumen hukum internasional WHO constitution dan International Health Regulation 2005.  Dalam kedua instrumen hukum internasional dimaksud suatu negara memiliki kewajiban untuk segera berkomunikasi dengan WHO apabila terdapat suatu keadaan darurat kesehatan yang berpotensial dapat berdampak lintas Negara. Muncul persoalan bahwa apakah langkah yang dilakukan negara dimana pandemikc ini pertama muncul telah memenuhi kewajiban dalam kedua instrumen hukum internasional dimaksud.

Persoalan hukum internasonal pertama ini tidak sampai ke ranah praktis mengingat potensi enforcement relative kecil sehingga hanya menjadi kaijan akademis semata. Hal itu juga dirasa tepat mengingat seharusnya dalam masa pandemik negara-negara seharusnya berkonsentrasi menyatukan sumber daya dalam rangka mengatasi pandemik Covid-19 daripada mencari siapa yang dapat dipersalahkan karena adanya pandemik Covid-19 ini.

  • Pembatasan Lalu Lintas Orang

Salah satu cara paling efektif dalam rangka mengatasi pandemik Covid-19 adalah dengan cara membatasi kegiatan sosial dengan cara menutup akses transportasi, udara maupun laut, serta darat untuk di beberapa Negara, bagi perorangan yang melintasi negara (lockdown). Dalam berbagai instrumen hukum laut maupun hukum udara pada dasarnya lalu lintas internasional tersebut merupakan salah satu hak mendasar asalkan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan masing-masing negara. Namun demikian untuk alasan kedaruratan, termasuk dalam rangka mengatasi pandemik Covid-19, Negara biasanya akan mempunyai hak untuk menutup perbatasannya.

Walaupun bertujuan positif untuk mengatasi pandemikk Covid-19, namun demikian, penutupan perbatasan juga akan membawa efek samping munculnya persoalan baru terkait adanya warga negara yang ‘terdampar’ di luar negeri serta proses repatriasinya mengingat karena hal itu juga akan menambah resiko tersendiri.Langkah lain yang lebih ringan dibandingkan lockdown misalnya Negara bisa menerapkan isolasi untuk periode waktu tertentu bagi individu yang memasuki wilayahnya dari luar negeri. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah penerapan kebijakan ini terhadap warga Negara asing haruslah tidak mengutamakan suatu kewarganegaraan tertentu.

  • Kerja
    Sama Negara – Negara untuk Mendapatkan Vaksin

Pada masa pandemikk Covid-19 ini salah satu kerjasama utama diantara negara-negara adalah untuk menemukan vaksin yang efektif untuk mengatasi pandemikk Covid-19. Negara-negara baik melakukan kerjasama G to G maupun G to B untuk menemukan vaksin yang paling efektif masing-masing. Vaksin pandemikk Covid-19 seketika menjadi sebuah produk yang paling dicari oleh seluruh Negara di dunia. Bagi negara-negara yang cukup beruntung untuk dapat mengambil bagian dalam pengembangakn vaksin maka seharusnya akses Negara tersebut terhadap vaksin akan jauh lebih mudah. Indonesia misalnya bekerjasama dengan salah satu produsen vaksin dari Tiongkok maka pada masa awal pendistribusian vaksin ini Indonesia telah mendapatkan kurang lebih 3 juta dosis vaksin.

Keterlibatan Negara dalam proses pengembangan vaksin pandemikk covid-19 tidaklah mudah. Selain harus memiliki kemampuan teknologi yang mutakhir dan didukung oleh tingkat perekonomian yang baik, Negara dimaksud harus lah mendapatkan kepercayaan Negara pengembang vaksin awal. Ini yang relative sulit didapatkan dan membutuhkan adanya pendekatan khusus yang harus dilakukan oleh Negara.

Di sisi lain terdapat pula negara-negara yang kurang beruntung baik dari segi perekonomian maupun kemampuan teknologi sehingga untuk akses terhadap vaksin mau tidak mau bergantung pada kerangka kerjasama internasional yang akan dikembangkan oleh WHO, dan disinilah bukti peran strategis dan penting dari WHO untuk mengembangkan kerjasama di bidang kesehatan dunia. Sebenarnya terdapat metode lain bagi suatu Negara untuk mendapatkan akses vaksin covid-19. Rezim hukum hak kekayaan intelektual mengenal adanya compulsory licensing. Prinsip tersebut dapat diterapkan oleh Negara yang menjadi pasar komersil suatu produk vaksin, dimana dengan menerapkan prinsip compulsory licensing negara dapat meminta formula dari produk vaksin kepada produsen untuk mengatasi keadaan darurat pandemikc.

Demikian kiranya beberapa isu hukum internasional terkait pandemic Covid-19.Mudah-mudahan dapat menambah wawasan kita sebagai akademisi hukum terkait pandemikk covid-19 yang tengah kita hadapi bersama. Selain itu, mengajak masyarakat untuk tetap mengikuti arahan dari pemerintah dalam melawan Covid-19.

Tersedia di:

Baca Juga

Reduksi (Lagi) Makna Keadilan Restoratif Dalam RUU HAP

Reduksi (Lagi) Makna Keadilan Restoratif Dalam RUU HAP

Penulis: A.M.Fariduddin (Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan) Keadilan restoratif adalah konsep keadilan yang mengedepankan rekonsiliasi dan pemulihan berbasis kebutuhan terhadap korban, pelaku, dan lingkungan yang terdampak suatu tindak pidana.[1]...

Dilema Jual Beli Akun Driver Ojek Online: Bolehkah Diperjualbelikan?

Dilema Jual Beli Akun Driver Ojek Online: Bolehkah Diperjualbelikan?

Narasumber: Jesslyn Kartawidjaja, S.H., M.M., M.Kn.Notulen: Puan Riela Putri RismanJual beli akun driver ojek online merupakan suatu fenomena yang kerap kali terjadi dalam masyarakat. Salah satu alasan yang melatarbelakangi adanya jual beli akun driver ojek online...

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...