Gelisah Undang-Undang Cipta Kerja, Aspirasi Jangan Ditampik

Sebuah Materi Podcast “Bincang Hukum”

Narasumber: Sarah Fortuna M. Hutagaol (Relawan LBH Pengayoman UNPAR) dan Gaol Lando Marpaung (Relawan LBH Pengayoman UNPAR)

Omnibus law menjadi perbincangan yang cukup hangat usai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia menyetujui agar Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (selanjutnya disebut RUU Cipta Kerja) ditetapkan menjadi undang-undang. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan bagi sebagian orang terkait definisi dari omnibus law itu sendiri. Secara terminologi, Omnibus berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak.[1] Definisi ini sering dikaitkan dengan suatu karya sastra hasil penggabungan beberapa genre. Dari segi hukum, omnibus law ini diartikan sebagai peraturan yang dibuat oleh pemerintah berdasarkan hasil kompilasi beberapa aturan yang isi atau substansinya berbeda.[2] Singkatnya, omnibus law ini menggabungkan beberapa aturan yang substansinya berbeda menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum. Menurut Rizky Argama selaku Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), tujuan pembentukan omnibus law digunakan sebagai strategi untuk menyelesaikan persoalan regulasi yang berbelit dan tumpang tindih.

Omnibus law sendiri bukanlah suatu hal yang baru dalam dunia ilmu hukum dunia. Konsep omnibus law dalam peraturan perundang-undangan ini bermula dipakai dalam sistem hukum Common Law. Pada tahun 1888, konsep omnibus law diterapkan pertama kali di Amerika Serikat yang kemudian diikuti oleh beberapa negara lainnya yang merupayakan mayoritas penganut sistem hukum Common Law seperti, Kanada, Irlandia, dan Suriname, Australia, Singapura, Malaysia dan sebagainya disebutkan juga telah menggunakan konsep omnibus law.[4]

Indonesia saat ini mencoba mengadaptasi konsep omnibus law dengan membentuk RUU Cipta Kerja. RUU Cipta Kerja sendiri hanya salah satu produk dari omnibus law yang diterapkan di Indonesia. Dalam omnibus law, setidaknya ada 3 (tiga) RUU yang siap diundangkan yang salah satunya adalah RUU Cipta Kerja.[5]

RUU Cipta Kerja ini juga telah melalui proses pembuatan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnya disebut sebagai UU Peraturan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan). Dalam UU Peraturan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan terdapat langkah-langkah yang perlu dilaksanakan agar dapat dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang baru. Langkah-langkah tersebut terdiri dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan yang terakhir pengundangan. Sebagaimana yang diberitakan, saat ini RUU Cipta Kerja baru sampai di tahap pengesahan oleh DPR dan Presiden.

Lantas, langkah apa yang dapat dilakukan bila masyarakat tidak setuju terhadap kebijakan pemerintah ini? Sebagai negara demokrasi, Indonesia memberikan kebebasan bagi warga negaranya untuk memberikan pendapat. Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), dijelaskan bahwa warga negara Indonesia diberikan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan tulisan. Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dijelaskan bahwa bentuk menyampaikan pendapat di muka umum dapat dilakukan dengan:

  1. Unjuk
    rasa atau demonstrasi;
  2. Pawai;
  3. Rapat
    umum; dan/atau
  4. Mimbar
    bebas.

Dari keempat hal tersebut, demonstrasi menjadi hal yang paling sering digunakan masyarakat untuk memberikan aspirasinya. Demonstrasi tentunya sering dicap buruk oleh sebagian masyarakat oleh karena akibat-akibat buruk yang ditimbulkan dari demonstrasi, seperti kemacetan, fasilitas umum rusak, aksi urakan dan sebagainya. Perlu diketahui, demosntrasi bukan satu-satunya cara yang bisa digunakan untuk mempengaruhi pemerintah dalam pengesahan RUU Cipta Kerja ini. Kajian akademis yang dilakukan akademisi juga bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kajian akademis ini dilakukan dengan mempelajari serta mendalami isi pasal dalam RUU Cipta Kerja. Salah satu contohnya dengan melihat para akademisi Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada membuat kajian yang menyimpulkan bahwa RUU Cipta Kerja memiliki permasalahan apaabila dibahasa secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.[6]

Hal yang kemudian perlu dijadikan pembahasan adalah mengenai langkah-langkah yang dapat dilakukan masyarakat apabila RUU Cipta Kerja ini telah diundangkan dan berlaku bagi masyarakat. Apabila RUU Cipta Kerja sudah diundangkan, maka langkah yang dapat dilakukan untuk membatalkannya adalah melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) atau penerbitan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) oleh pemerintah.[7] Mengenai Perppu, hal ini akan dimintakan ke Presiden, yang berarti segala keputusan ada di tangan Presiden.

Di sisi lain, uji materi di MK merupakan cara yang bisa dilakukan masyarakat untuk membatalkan RUU Cipta Kerja. Masyarakat yang ingin mengajukan uji materil tentunya harus dapat membuktikan bahwa mereka merasa dirugikan akibat adanya RUU Cipta Kerja. Selain itu, hal yang paling perlu diperhatikan adalah kedua mekanisme ini hanya dapat dilakukan apabila RUU Cipta Kerja ini sudah diundangkan oleh pemerintah dan bagi seluruh masyarakat yang mau melakukan uji materiil ini harus memenuhi syarat dan ketentuan dalam Pasal 51 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).

Dasar Hukum:

  • Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3789).
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316).
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).

Refrensi:

[1] Yantina Debora, Arti dan Sejarah Omnibus Law Atau UU Sapu Jagat, https://tirto.id/arti-dan-sejarah-omnibus-law-atau-uu-sapu-jagat-f5Du, (diakses pada 20 Oktober 2020).

[2] Ibid.

[3] Clara Aprilia, Apa Itu Omnibus Law, https://m.wartaekonomi.co.id/berita260634/apa-itu-omnibus-law.html, (diakses pada 20 Oktober 2020).

[4] Hukumonline.com, Menelurusi Asal-Usul Konsep Omnibus Law, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e2c1e4de971a/menelusuri-asal-usul-konsep-omnibus-law, (diakses pada 20 Oktober 2020).

[5] Muhammad Idris, Mengenal Apa Itu Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan Isi Lengkapnya, https://money.kompas.com/read/2020/10/05/102200626/mengenal-apa-itu-omnibus-law-ruu-cipta-kerja-dan-isi-lengkapnya?page=all,(diakses pada 20 Oktober 2020).

[6] Galih Priatmojo, RUU Cipta Kerja Bermasalah, Akademisi FH UGM Sebut Urgensinya Tak Memadai, https://jogja.suara.com/read/2020/10/06/134645/ruu-cipta-kerja-bermasalah-akademisi-fh-ugm-sebut-urgensinya-tak-memadai, (diakses pada 21 Oktober 2020).

[7] CNN Indonesia, Uji Materi MK Senjata Pamungkas Batalkan Omnibus Law Ciptaker, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201006132149-32-554923/uji-materi-mk-senjata-pemungkas-batalkan-omnibus-law-ciptaker, (diakses pada 21 Oktober 2020).

Tersedia di:

Baca Juga

Reduksi (Lagi) Makna Keadilan Restoratif Dalam RUU HAP

Reduksi (Lagi) Makna Keadilan Restoratif Dalam RUU HAP

Penulis: A.M.Fariduddin (Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan) Keadilan restoratif adalah konsep keadilan yang mengedepankan rekonsiliasi dan pemulihan berbasis kebutuhan terhadap korban, pelaku, dan lingkungan yang terdampak suatu tindak pidana.[1]...

Dilema Jual Beli Akun Driver Ojek Online: Bolehkah Diperjualbelikan?

Dilema Jual Beli Akun Driver Ojek Online: Bolehkah Diperjualbelikan?

Narasumber: Jesslyn Kartawidjaja, S.H., M.M., M.Kn.Notulen: Puan Riela Putri RismanJual beli akun driver ojek online merupakan suatu fenomena yang kerap kali terjadi dalam masyarakat. Salah satu alasan yang melatarbelakangi adanya jual beli akun driver ojek online...

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...