Penyuluhan Hukum: “Bullying dan Cyberbullying”

Penulis: Puan Riela Putri Risman

Penyuluhan Hukum “Bullying dan Cyberbullying” di SMA Kristen BPK Penabur Kota Jababeka

Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” Universitas Katolik Parahyangan (selanjutnya disebut LBH “Pengayoman” UNPAR) diundang sebagai narasumber dalam kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Sekolah Menengah Atas Kristen BPK Penabur Kota Jababeka (selanjutnya disebut SMAK BPK Penabur Kota Jababeka) dengan tema “Bullying dan Cyberbullying” yang dilaksanakan di SMAK BPK Penabur Kota Jababeka pada hari Jumat, 14 Juli 2025. Acara ini dihadiri oleh 200 siswa/i SMAK BPK Penabur Kota Jababeka dan mengikuti pemaparan materi yang diselenggarakan secara luring. 

Acara ini menghadirkan empat anggota LBH “Pengayoman” UNPAR sebagai pemateri, yaitu Puan Riela Putri Risman, Regina Melia, Damar Raihan Akbar, dan Azka Muhammad Habib. Kegiatan diawali dengan sesi perkenalan mengenai LBH “Pengayoman” UNPAR, di mana pemateri memperkenalkan profil LBH “Pengayoman” UNPAR, serta memaparkan secara singkat mengenai berbagai kegiatan yang dijalankan, khususnya program penyuluhan hukum yang secara rutin diselenggarakan oleh divisi penyuluhan. Setelah memperkenalkan secara singkat tentang LBH “Pengayoman” UNPAR, para pemateri melanjutkan dengan penyampaian materi utama, yakni topik seputar bullying dan cyberbullying kepada siswa/i SMAK BPK Penabur Kota Jababeka. 

Penyampaian materi diawali oleh Puan Riela Putri Risman dengan mengajak para peserta untuk memahami terlebih dahulu apa itu bullying. Puan menjelaskan definisi bullying secara umum dan menggarisbawahi urgensi pembahasan topik ini dengan menyampaikan data bahwa Indonesia saat ini menempati posisi kelima sebagai negara dengan kasus bullying tertinggi di dunia. Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya membedakan antara bercanda dan bullying, serta menjelaskan latar belakang yang dapat mendorong seseorang menjadi pelaku bullying. Materi kemudian dilanjutkan oleh Regina Melia, yang secara sistematis menjabarkan berbagai bentuk bullying. Regina memaparkan bentuk-bentuk bullying seperti bullying fisik, verbal, non-verbal langsung, non-verbal tidak langsung, pelecehan seksual lengkap dengan contoh-contoh konkret yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Regina juga memperkenalkan salah satu bentuk bullying yang kini semakin marak terjadi, yaitu cyber bullying. Regina menjelaskan bahwa cyberbullying adalah tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik, seperti rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media sosial. Damar Raihan Akbar kemudian melanjutkan pembahasan mengenai cyberbullying secara lebih mendalam. Sebelum masuk ke pembahasan, Damar terlebih dahulu menekankan urgensi isu ini dengan menyampaikan data perkembangan pengguna internet di Indonesia dalam satu dekade terakhir. Damar menjelaskan bahwa “sejak tahun 2013, jumlah pengguna internet di Indonesia terus meningkat secara signifikan, hingga pada tahun 2023 tercatat mencapai 213 juta pengguna.  “Pengguna internet di Indonesia yang sangat banyak akan berpotensi pula meningkatnya cyberbullying di Indonesia” ucap Damar kepada para peserta. Damar kemudian menguraikan berbagai bentuk cyberbullying, yaitu flaming, online harassment, cyberstalking, denigration (putdowns), outing, masquerade, dan exclusion lengkap dengan contoh-contoh konkret yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, terutama dikalangan remaja. Damar juga menjelaskan sejumlah aturan hukum yang dapat menjerat pelaku cyberbullying, sehingga peserta tidak hanya memahami bentuknya, tetapi juga memahami konsekuensi hukumnya. Sebagai penutup, Azka Muhammad Habib menyampaikan materi tentang bullying dilakukan oleh anak dibawah umur. Azka menjelaskan bagaimana pelaku yang masih berusia anak-anak diproses secara hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut UU SPPA). Azka juga menguraikan dampak dari bullying yang tidak hanya berdampak bagi korban, tetapi juga terhadap pelaku dan bahkan terhadap orang yang menyaksikan tindakan tersebut. Azka juga menyampaikan bahwa “membiarkan tindakan bullying terjadi tanpa melakukan apapun sejatinya tidak jauh berbeda dengan pelaku bullying itu sendiri”. 

Dari diskusi yang telah dilakukan, terdapat beberapa poin penting yang dapat disimpulkan. Pertama, peserta memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai urgensi membahas isu bullying, khususnya di lingkungan sekolah, mengingat masih maraknya berbagai bentuk bullying yang terjadi di kalangan anak-anak. Materi yang disampaikan juga menyoroti bagaimana kemajuan teknologi turut melahirkan bentuk kekerasan baru yang tidak kalah berbahaya, yakni cyberbullying, yang kini semakin rentan dialami oleh siswa/i sekolah. Para pemateri tidak hanya menjelaskan jenis-jenis bullying secara rinci, tetapi juga memperkenalkan berbagai aturan hukum yang mengatur tindakan tersebut, baik dalam bentuk kekerasan langsung maupun yang dilakukan melalui media digital. Penjelasan ini diiringi pula dengan pembahasan mengenai dampak yang ditimbulkan dari tindakan bullying, baik terhadap korban, pelaku, maupun saksi yang hanya menyaksikan namun tidak bertindak.

Selain itu, diperkenalkan pula UU SPPA, yang memberikan pemahaman kepada siswa/i bahwa anak di bawah umur yang melakukan bullying tetap dapat dikenakan sanksi pidana. Penekanan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran hukum sejak dini, serta mendorong peserta untuk tidak hanya menghindari tindakan bullying, tetapi juga berani bersikap ketika melihat tindakan tersebut terjadi di sekitar mereka.

Melalui acara penyuluhan yang dilaksanakan di SMAK BPK Penabur Kota Jababeka, diharapkan mampu mengedukasi, memberi informasi, serta menjadi pencegah agar tidak terjadinya tindakan bullying dan cyberbullying yang dapat terjadi di lingkungan siswa/i SMAK BPK Penabur Kota Jababeka. Acara ini juga memiliki tujuan berupa pemberian edukasi mengenai bullying dan cyberbullying berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. 

Baca Juga