Vicarious Liability Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Penulis: Afsha An Nisa Fresticia

Pengaturan mengenai Perbuatan Melawan Hukum di Indonesia secara normatif merujuk pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut sebagai KUHPer) yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum dan menimbulkan kerugian akan bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkannya.[1] Adapun, dalam Hukum Perdata Indonesia dikenal konsep vicarious liability yang menjadi perluasan dari tanggung jawab seseorang yang dimuat dalam ketentuan tersebut. Vicarious liability atau tanggung gugat pengganti dapat dipahami sebagai suatu pertanggungjawaban pengganti yang dibebankan kepada pihak yang bertanggungjawab atas seseorang terhadap tindakan yang dilakukan oleh pihak yang menjadi tanggungannya.[2] Vicarious liability diatur dalam Pasal 1367 ayat (1) KUHPer, yang menyatakan:

“Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

Berdasarkan Pasal 1367 KUHPer, seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya, melainkan juga atas orang yang berada di bawah tanggungannya. Terdapat 3 (tiga) teori yang berkaitan dengan tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain, yaitu teori tanggung jawab atasan (respondeat superior, a superior risk bearing theory), teori tanggung jawab pengganti yang bukan dari atasan atas orang-orang dalam tanggungannya, dan teori tanggung jawab pengganti dari barang-barang yang berada di bawah tanggungannya.[3] Dalam KUHPer, tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain diatur secara lebih rinci dalam Pasal 1367 ayat (2) hingga (4) serta Pasal 1368 dan Pasal 1369 KUHPerdata dengan menyebutkan pihak-pihak yang dapat bertanggung jawab atas kerugian orang lain, yaitu:

  1. Orangtua dan wali terhadap anak-anak yang belum dewasa, masih tinggal bersama, dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orangtua atau wali;
  2. Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, terhadap bawahannya dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka;
  3. Guru sekolah terhadap murid-muridnya selama berada di bawah pengawasannya;
  4. Kepala tukang terhadap tukang-tukangnya selama berada di bawah pengawasannya;
  5. Pemilik binatang atau yang menggunakan binatang dalam melakukan suatu tindakan terhadap binatang tersebut baik saat binatang itu ada dalam pengawasannya maupun tidak; dan
  6. Pemilik sebuah gedung apabila gedung tersebut ambruk, baik seluruhnya atau sebagian.

Vicarious liability dapat digunakan dalam menentukan pihak yang bertanggung jawab atau menerima gugatan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum.[4] Akan tetapi, terdapat batasan dalam pembebanan tanggung jawab atas dasar vicarious liability. Batasan tersebut diatur dalam Pasal 1367 ayat (5) KUHPer, yang menyebutkan bahwa tanggung jawab tersebut berakhir apabila orang tua, guru sekolah atau kepala tukang dapat membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan dari pihak yang menjadi tanggung jawab mereka.

 Dengan itu, maka dapat disimpulkan bahwa vicarious liability merupakan tanggung jawab yang dibebankan kepada seseorang atas orang lain yang berada di bawah tanggungannya, yang mana pihak-pihak tersebut diatur dalam KUHPerdata, yaitu dalam Pasal 1367 ayat (2) hingga (4) serta Pasal 1368 dan Pasal 1369. Adapun, terdapat batasan pada pembebanan vicarious liability, yaitu selama pihak yang bertanggung jawab atas orang yang berada dalam tanggungannya yaitu orang tua, guru sekolah atau kepala tukang dapat membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang yang berada dalam tanggungannya .

Dasar Hukum

  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgelijk Wetbook voor Indonesie, (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23).

Referensi

[1] Krisnadi Nasution, “Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Penumpang Bus Umum”, Mimbar Hukum, Volume 26-No. 1, Februari 2014, halaman 57.

[2] Anita Mihardja, Cynthia Kurniawan, Kevin Anthony, “Vicarious Liability: Perspektif Masa Kini”, Jurnal Education and Development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan, Vol.8-No.1, Februari 2020, halaman 73.

[3] Krisnadi Nasution, supra note nomor 1, halaman 59

[4] Anita Mihardja, Cynthia Kurniawan, Kevin Anthony, supra note nomor 2.

Baca Juga

Reduksi (Lagi) Makna Keadilan Restoratif Dalam RUU HAP

Reduksi (Lagi) Makna Keadilan Restoratif Dalam RUU HAP

Penulis: A.M.Fariduddin (Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan) Keadilan restoratif adalah konsep keadilan yang mengedepankan rekonsiliasi dan pemulihan berbasis kebutuhan terhadap korban, pelaku, dan lingkungan yang terdampak suatu tindak pidana.[1]...

Dilema Jual Beli Akun Driver Ojek Online: Bolehkah Diperjualbelikan?

Dilema Jual Beli Akun Driver Ojek Online: Bolehkah Diperjualbelikan?

Narasumber: Jesslyn Kartawidjaja, S.H., M.M., M.Kn.Notulen: Puan Riela Putri RismanJual beli akun driver ojek online merupakan suatu fenomena yang kerap kali terjadi dalam masyarakat. Salah satu alasan yang melatarbelakangi adanya jual beli akun driver ojek online...

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...