Home / Uncategorized / Sanksi Pelaku Wanprestasi

Sanksi Pelaku Wanprestasi

Penulis: Erick Makmur

Perjanjian

Manusia dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari sebagai makhluk sosial pasti selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa kegiatan usaha yang tidak dapat terlepas dari perjanjian atas suatu prestasi yang harus dipenuhi kedua pihak yang melakukan perjanjian tersebut.[1] Prestasi yang dimaksud adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan atau tidak dilaksanakan atau memberikan sesuatu oleh para pihak sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian.[2]

Pengertian perjanjian berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut KUHPer) adalah perbuatan hukum oleh seorang yang berjanji kepada orang lain atau kedua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan prestasi. Selanjutnya keabsahan perjanjian pada prinsipnya telah diatur di Pasal 1320 yakni harus terpenuhinya syarat kesepakatan, kecakapan, objek yang spesifik, dan sebab yang halal sebagaimana terurai di pasal tersebut.[3] Dengan mengetahui pengertian perjanjian dan syarat keabsahan perjanjian, para pihak akan mempunyai acuan atau gambaran bentuk dari perjanjian yang merupakan unsur yang dapat memicu terjadinya wanprestasi.

Wanprestasi / Ingkar Janji

Menurut Profesor R. Soebekti yang merupakan ahli hukum perdata berpendapat wanprestasi artinya apabila si berhutang tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi. Selanjutnya tidak dipenuhinya prestasi terdapat dua kemungkinan yaitu kesalahan debitur yang dapat berupa suatu kesengajaan atau kelalaian dan karena suatu keadaan memaksa.[4] Dalam hal kesalahan debitur, ketika salah satu pihak telah melaksanakan atau tidak melaksanakan atau tidak memberikan sesuatu sesuai dengan yang disepakati dapat dikatakan sebagai ingkar janji atau wanprestasi. Oleh karena itu, harus ada perjanjian dan prestasi terukur agar mengetahui “ia” telah melaksanakan, atau tidak melaksanakan seperti tidak menyerahkan objek jual beli atau melakukan namun terlambat seperti menjanjikan pengiriman objek jual beli pada hari minggu namun dikirim sehari setelahnya atau melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukannya sebagai acuan dari wanprestasi seperti melaksanakan sesuatu yang tidak diperkenankan dalam perjanjian.  

Akibat Hukum / Sanksi Pelaku Wanprestasi

Berdasarkan pendapat Profesor R. Soebekti bahwa si berhutang (debitur) yang tidak melakukan apa yang dijanjikannya oleh karena lalai atau alpa (bukan oleh keadaan memaksa atau force majeur) sehingga dapat dikatakan wanprestasi. Oleh karena itu, dapat sanksi hukum berupa:

  1. Membayar ganti rugi yang diderita oleh kreditur berdasarkan Pasal 1243 KUHPer;
    Pertama adalah membayar ganti rugi yang diderita oleh kreditur berdasarkan Pasal 1243, ganti rugi dapat dimintakan oleh kreditur berdasarkan (a) semua biaya yang telah dikeluarkan oleh kreditur sejak terjadi wanprestasi, (b) kerugian yang timbul karena adanya kerusakan terhadap barang, (c) bunga berupa hilangnya keuntungan yang telah direncanakan oleh kreditur karena wanprestasi. Namun terdapat dua batasan permintaan ganti rugi yaitu kerugian yang dapat diduga ketika perjanjian dibuat dan kerugian sebagai akibat penipuan sebagai akibat langsung dari wanprestasi.[5]
  2. Pembatalan perjanjian berdasarkan Pasal 1266 KUHPer atau menggunakan Pasal 1338 ayat (2); Kreditur dapat meminta untuk pembatalan terhadap perjanjian tersebut. Namun pembatalan perjanjian harus memperhatikan Pasal 1266 KUHPer yang pembatalan perjanjian harus dilakukan melalui pengadilan. Selain itu, Pasal 1338 ayat (2) dapat juga dilaksanakan untuk pembatalan perjanjian melalui kesepakatan dari negosiasi antar para pihak.
  3. Peralihan risiko; Risiko yang dimaksud adalah risiko yang terjadi karena act of god atau force majeur dan mengakibatkan wanprestasi. Dalam hal ini, risiko yang awalnya tidak beralih kepada debitur [6]  menjadi dapat dialihkan sepenuhnya kepada si pihak yang wanprestasi sebagai sanksi dari wanprestasi.
  4. Pembayaran biaya perkara; Sanksi ini hanya dapat dimintakan ketika sudah terbukti di muka hakim dengan adanya penetapan dari hakim sehingga debitur dapat membayar ganti rugi berupa uang yang timbul karena perselisihan dalam menyelesaikan sengketa. [7]

Sebagai penutup bahwa berdasarkan pendapat Profesor R. Soebekti bahwa sanksi hukum kepada pihak yang melakukan wanprestasi yang dapat dimintakan adalah pemenuhan perjanjian, pemenuhan perjanjian ditambah ganti rugi, ganti rugi saja, serta pembatalan perjanjian dan pembatalan perjanjian ditambah ganti rugi. Kelima kemungkinan di atas yang disebutkan Beliau merupakan ukuran sanksi yang dapat diberikan kepada pihak yang wanprestasi.

 [1] Ines Age Santika, et.al., Penyelesaian Sengketa Dan Akibat Hukum Wanprestasi Pada Kasus Antara PT Metro Batavia Dengan PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia, Private Law Edisi 07 Januari – Juni 2015, hlm. 57.

[2] Ibid.

[3] Rio Christiawan, Sahkan Perjanjian Yang Dibuat Dalam Bentuk Digital?, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54e1cbb95f00f/sahkah-perjanjian-yang-dibuat-dalam-bentuk-digital/#:~:text=Baik%20cetak%20maupun%20digital%2Felektronik,sebagaimana%20diuraikan%20dalam%20pasal%20tersebut. (diakses pada 17 Mei 2021)

[4] Dermina Dsalimunthe, Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Jurnal Al-Maqasid Volume 3 – Nomor 1 Edisi Januari – Juni 2017, hlm. 16.

[5] Ibid., hlm. 16.

[6] Ines Age Santika, et.al., Op.cit., hlm. 59.

[7] Dermina Dsalimunthe, et.al., Op.cit.,hlm. 22.

Dasar Hukum

  • Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Stastsblad Tahun 1847 Nomor 23.