Pengurusan Sertifikat Tanah yang Hilang
Penulis: Shannon Lorelei
Permasalahan tanah merupakan hal yang krusial bagi masyarakat, salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah hilangnya sertifikat tanah dari tangan pemiliknya. Kemungkinan yang sering terjadi dikarenakan kelalaian pemegang hak atas tanah sendiri atau di luar kemampuannya, misalnya pemegang hak atas tanah meninggal sehingga ahli warisnya tidak bisa menemukan sertifikat tanah tersebut atau disebabkan bencana alam ataupun bencana sosial. Maka, Kantor Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disebut BPN) harus menyikapi hal ini dengan sigap laporan kehilangan dari pemilik tanah untuk menghindari pihak-pihak yang memanfaatkan situasi ini secara tidak bertanggung jawab. Adapun definisi sertifikat tanah adalah surat yang menjadi penanda sahnya kepemilikan lahan atau tanah yang kuat dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.[1]
Dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA ) sendiri tidak disebutkan definisi dari sertifikat. Akan tetapi, dalam Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 24 tahun 1997) disebutkan bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
Menimbang berharganya nilai sertifikat tanah sebagai pembuktian, pemegang hak atas tanah diharapkan menjaga sertifikat tanah dalam kondisi yang baik, tidak rusak ataupun hilang. Sertifikat asli tanah yang dimiliki pemegang hak atas tanah sebenarnya hanya salinan dari buku tanah yang disimpan di BPN. Maka, apabila sertifikat tanah hilang dapat mengajukan permohonan oleh pemegang hak untuk diterbitkankannya sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat yang rusak atau hilang.[2]
Permohonan sertifikat pengganti atas sertifikat tanah yang hilang hanya dapat dilakukan oleh pihak lain atau penerima hak berdasarkan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah atau kutipan risalah lelang atau dokumen lainnya ataupun kuasanya yang dapat dibuktikan dengan surat kuasa yang dapat diterima oleh Kepala BPN.[3] Akan tetapi, jika pemegang atau penerima hak atas tanah tersebut sudah meninggal dunia, permohonan sertifikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan menyerahkan surat tanda bukti sebagai ahli waris. [4] Adapun tata cara mengurus sertifikat tanah yang hilang adalah sebagai berikut:
- Membuat laporan kehilangan atas sertifikat tanah ke Kepolisian setempat untuk dikeluarkannya Berita Acara Pemeriksaan (selanjutnya disebut BAP). [5]
- Mengajukan permohonan sertifikat pengganti ke kantor BPN dengan mengisi formulir permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya.[6] Penerbitan sertifikat pengganti karena hilang didasarkan atas pernyataan dari pemegang hak mengenai hilangnya sertifikat.[7] Dalam hal ini pemohon juga harus melengkapi berkas permohonan, yakni:
- BAP;
- Surat pernyataan di bawah sumpah oleh pemegang hak/yang menghilangkan.[8] Bahwa pernyataan tersebut dibuat di bawah sumpah di depan Kepala BPN letak tanah yang bersangkutan atau Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atau pejabat lain yang ditunjuk Kepala Kantor Pertanahan serta rohaniwan sesuai agama yang bersangkutan.
- Kartu Tanda Penduduk (KTP) serta Kartu Keluarga (KK) asli dan fotokopi pemohon atau kuasa (bila dikuasakan);
- Fotokopi sertifikat jika ada;
- Fotokopi bukti pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir; dan/atau
- Surat kuasa apabila dikuasakan kepada pihak lain.
- Sebelum menerbitkan sertifikat pengganti, Kantor BPN akan memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen pengajuan permohonan.
- BPN akan membuat pengumuman bahwa akan diterbitkan sertifikat pengganti dalam rangka memenuhi asas publisitas sebanyak 1 (satu) kali dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon.[9] Mengingat besarnya biaya pengumuman dalam surat kabar harian dibandingkan dengan harga tanah yang sertifikatnya hilang maka Kepala Kantor BPN dapat menentukan bahwa pengumuman akan diterbitkannya sertifikat tersebut ditempatkan di papan pengumuman Kantor BPN dan di jalan masuk tanah yang sertifikatnya hilang dengan papan pengumuman yang cukup jelas untuk dibaca orang yang berada di luar bidang tanah tersebut.[10]
- Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tidak ada pihak lain yang mengajukan keberatan, maka kantor BPN akan menerbitkan sertifikat tanah pengganti.[11]
Sertifikat pengganti mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan sertifikat yang dinyatakan hilang karena sama-sama merupakan salinan buku tanah dan surat ukur dengan nomor yang sama. Jika ditemukan perubahan batas bidang tanah yang mengakibatkan perubahan bentuk dan/atau letak batas bidang tanah maka dilakukan penetapan batas dan pengukuran kembali dengan nomor hak tidak diubah ataupun jika batas bidang tanah tidak berubah dan tanda batas tidak terpasang/hilang, maka dapat dilakukan pengukuran dengan pengembalian batas sepanjang muatan data dalam gambar ukur sesuai dengan keadaan semula.[12] Dengan diterbitkannya sertifikat pengganti melalui Berita Acara Pengumuman yang dibuat oleh Kepala BPN, sertifikat yang terbit terdahulu telah dinyatakan tidak berlaku. Apabila setelah diterbitkannya sertifikat pengganti karena hilang, pihak yang masih memegang sertifikat tersebut sudah tidak bisa melakukan perbuatan hukum apapun. [13] Oleh karena itu, dengan menyadari pentingnya kepemilikan atas sertifikat tanah, bagi pemilik tanah yang mengalami kehilangan sertifikat diharapkan segera melakukan pengurusan penggantian sertifikat tanah untuk menghindari akibat hukum yang timbul dan dapat merugikan pemilik tanah.
Dasar Hukum:
- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043).
- Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2171).
- Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
- Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 13 Tahun 2017 tentang Pencatatan Blokir dan Sita (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1112).
- Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 953).
Referensi:
[1] Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, (Jakarta: Bumi Bhakti Adhi Guna, 1993), halaman 38.
[2] Pasal 57 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997
[3] Pasal 57 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997
[4] Pasal 57 ayat (3) PP No. 24 Tahun 1997
[5] Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Timur, “Pelayanan Penggantian Sertifikat Tanah yang Hilang”,https://sippn.menpan.go.id/pelayanan-publik/kementerian-agraria-dan-tata-ruangbadan-pertanahan-nasional/sekretariat-jenderal/kantor-wilayah-bpn-provinsi-dki-jakarta/kantor-pertanahan-kota-administrasi-jakarta-timur/pelayanan-penggantian-sertifikat-karena-hilang (diakses pada tanggal 27 Oktober 2022).
[6] Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3) PP No. 24 Tahun 1997
[7] Pasal 138 ayat (1) Permen ATR/BPN No. 3 Tahun 1997
[8] Pasal 59 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 jo Pasal 138 ayat (2) Permen ATR/BPN No. 3 Tahun 1997
[9] Pasal 59 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997
[10] Pasal 138 ayat (4) Permen ATR/BPN No. 3 Tahun 1997
[11] Pasal 59 ayat (3) PP No. 24 Tahun 1997
[12] Pasal 139 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
[13] Pasal 60 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997