Notulensi Siaran Radio 05 April 2019 “Peran Hukum dalam Mengantisipasi Industry 4.0 dan Society 5.0”

Jumat, 5 April 2019

Tema:

“Peran Hukum dalam Mengantisipasi Industry 4.0 dan Society 5.0

Oleh:

Dr. Ida Susanti, S.H., LL.M., CN.

dan

Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” Universitas Katolik Parahyangan

PR FM 5 april 2019

 

Perkembangan kehidupan manusia begitu dinamis dan cepat. Salah satunya dalam bidang industri yang selama 150 tahun telah mengalami revolusi sebanyak 4 (empat) kali. Perkembangan revolusi industri dimulai sejak tahun 1760 sampai 1830 dengan nama industry 1.0 yang ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga fisik manusia menjadi tenaga mesin. Perubahan ini dilakukan untuk produktivitas dan pengurangan sumber daya manusia. Memasuki tahun 1840 sampai 1870, industry 1.0 berkembang ke industry 2.0 yang dikenal dengan nama revolusi teknologi. Perubahan industry 1.0 menjadi industry 2.0 memiliki motif yang sama yakni untuk meningkatkan produktivitas dan pengurangan tenaga kerja manusia, namun bidang usaha yang melatarbelakangi perubahan tersebut berbeda, yakni di bidang transportasi kereta api. Kemudian, tonggak perubahan industry 2.0 ke industry 3.0 terjadi pada tahun 1950 dengan nama revolusi digital. Dengan mulainya penggunaan elektronik dan teknologi informasi mendorong munculnya otomatisasi produksi. Sistem otomatisasi berbasis komputer ini membuat mesin industri tidak lagi dikendalikan manusia.

Saat ini industry 3.0 telah berkembang menjadi industry 4.0 yang disebut juga sebagai revolusi digital. Industry 4.0 merupakan perkembangan teknologi internet yang tidak hanya menghubungkan manusia seluruh dunia namun juga menjadi suatu basis bagi proses berbagai bidang secara online seperti transaksi perdagangan dan transportasi secara online. Industry 4.0 dapat dilihat dari pola masyarakat dalam melakukan aktivitas yang saat ini sudah banyak tergantung pada internet, big data, serta artificial intelligence. Idealnya kehidupan manusia yang berada di dalam industry 4.0 perlu diimbangi dengan pola kemasyarakatan yang biasa disebut society. Society telah mengalami revolusi sebanyak 5 (lima) kali. Saat ini kita sudah sampai pada perkembangan pola masyarakat society 5.0. Society 5.0 memiliki arti suatu konsep masyarakat yang berpusat pada manusia (human centered) dan berbasis teknologi (technology based).

Indonesia merupakan salah satu negara yang akan  menghadapi industry 4.0 dan society 5.0. Seiring dengan berkembangnya teknologi yang begitu pesat, maka diharapkan masyarakat Indonesia dapat menjalani aktivitasnya dengan lebih efektif dan efisien. Pemerintah Indonesia dalam menghadapi industry 4.0 dan society 5.0 mengalami beberapa kendala dalam penerapannya. Hal ini dapat dilihat dari aspek hukum yang tidak mampu mengimbangi perkembangan teknologi saat ini, sehingga masyarakat tidak memiliki batasan dalam menggunakan teknologi tersebut. Apabila Pemerintah Indonesia tidak segera membuat produk hukum terkait kebijakan mengenai industry 4.0 dan society 5.0, maka dikhawatirkan tidak ada perlindungan hukum bagi masyarakat akibat dari industry 4.0 dan society 5.0. Misalnya, dengan adanya perkembangan teknologi, suatu perusahaan menjadi tergerak untuk membuat kebijakan penambahan mesin-mesin canggih guna menggantikan tenaga sumber daya manusia. Hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan pengangguran yang siginifikan.

Peran hukum sangat penting dalam mengatur keseimbangan antara perkembangan teknologi dengan sumber daya manusia. Selain itu, tidak semua lapisan masyarakat di Indonesia memahami tentang teknologi yang berkembang saat ini. Masyarakat yang tidak memiliki akses pada perkembangan teknologi saat ini tentunya akan kesulitan dalam menghadapi industry 4.0 dan society 5.0. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia perlu melakukan pemerataaan pendidikan yang mengedepankan penerapan industry 4.0 dan society 5.0 sehingga masyarakat mulai terdidik dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi dalam mengikuti perkembangan teknologi.

Masyarakat Indonesia harus membangun perspektif terhadap industry 4.0 yang justru membawa dampak positif dalam kehidupannya. Industry 4.0 jangan dianggap sebagai suatu hambatan, tetapi harus dianggap sebagai kesempatan bagi setiap masyarakat untuk mengembangkan diri. Misalnya, seperti berdagang yang awalnya melakukan usahanya dengan bertatap muka, akan bergeser dengan menggunakan website. Hanya dengan memanfaatkan fasilitas internet, akan memudahkan dalam usahanya. Penerapan ini akan mempengaruhi keuntungan dari usaha yang dilakukan sehingga dapat menjadi suatu terobosan dalam kehidupan masyarakat. Selain masyarakat, Pemerintah Indonesia harus menanggapi industry 4.0 dengan menyediakan instrumen-instrumen hukum agar masyarakat tidak dirugikan dengan adanya revolusi tersebut. Instrumen hukum tersebut dapat berupa penghargaan atau hukuman.

Pemerintah Indonesia harus berperan dalam dinamika industry 4.0, misalnya seperti memberikan penghargaan terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap para karyawannya. Penghargaan tersebut dapat berupa pengurangan pajak terhadap perusahaan yang tidak melakukan PHK terhadap karyawannya. Adapun pemberian penghargaan ini dikarenakan PHK rawan terjadi pada tenaga kerja yang berpotensi digantikan oleh mesin. Selain itu, Pemerintah Indonesia dapat juga memberikan hukuman terhadap perusahaan-perusahaan, apabila perusahaan yang melakukan PHK terhadap karyawannya tanpa ada upaya terlebih dahulu dalam memberikan pelatihan kepada karyawan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi.

Baca Juga

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

LAPS SJK: Upaya Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Penulis: Damar Raihan Akbar Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan dalam industri jasa keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PUJK) dengan konsumen, berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak dari...

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Masih Perlukah Izin Atasan dalam Perceraian Anggota PNS?

Narasumber: Azka Muhammad Habib Menurut Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwasannya setiap orang memiliki hak untuk membentuk keluarga melalui...

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Perkawinan Islam yang Tidak Dicatatkan, Apa Solusinya?

Penulis: Raymond Candela Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) merupakan suatu hukum positif yang mengatur ketentuan terkait rukun dan syarat perkawinan Islam di Indonesia....