Hak Penumpang Pesawat Udara Jika Mengalami Keterlambatan Akibat Faktor Manajemen Airline
Penulis: Muhammad Adam Zafrullah
Tingginya kebutuhan atas jasa transportasi pesawat udara komersial di Indonesia bukan merupakan suatu hal yang baru. Berdasarkan data dari Angkasa Pura II, pada tahun 2023 tercatat jumlah penumpang pesawat udara mencapai 80.140.000 (delapan puluh juta seratus empat puluh ribu) penumpang.[1] Namun demikian, jumlah penumpang pesawat tersebut masih belum dapat dikatakan pulih total dari jumlah penumpang pada masa sebelum pandemi covid-19 yang mampu mencapai 90.760.000 (sembilan puluh juta tujuh ratus enam puluh ribu) penumpang pada tahun 2019.[2] Di sisi lain, tingginya kebutuhan masyarakat akan transportasi pesawat udara juga diiringi dengan permasalahan seperti keterlambatan penerbangan (flight delayed) yang membawa dampak merugikan bagi pengguna jasa pesawat udara. Oleh karena itu, maka perlu diketahui mengenai apa saja hak yang dimiliki oleh penumpang pesawat udara jika pesawat udara yang akan ditumpanginya mengalami keterlambatan penerbangan akibat faktor manajemen airline.
Pada prinsipnya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, maskapai penerbangan bertanggung jawab atas angkutan penumpang, bagasi atau kargo apabila terjadi keterlambatan, kecuali keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional. Pengertian keterlambatan penerbangan sendiri sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia (selanjutnya disebut Permenhub 89/2015) adalah “terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan.” Lebih lanjut, keterlambatan penerbangan tersebut dibagi ke dalam 6 (enam) kategori sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Permenhub 89/2015 yang merumuskan:
“Keterlambatan penerbangan dikelompokkan dalam 6 (enam) kategori keterlambatan, yaitu:
- kategori 1, keterlambatan 30 menit s/d 60 menit;
- kategori 2, keterlambatan 61 menit s/d 120 menit;
- kategori 3, keterlambatan 121 menit s/d 180 menit;
- kategori 4, keterlambatan 181 menit s/d 240 menit;
- kategori 5, keterlambatan lebih dari 240 menit; dan
- kategori 6, pembatalan penerbangan.”
Adapun, dasar penghitungan keterlambatan penerbangan tersebut dijelaskan dalam Pasal 4 Permenhub 89/2015, yang berbunyi “…dihitung atas dasar perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan yaitu pada saat pesawat block off meninggalkan tempat parkir pesawat (apron) atau pada saat pesawat block on dan parkir di apron bandara tujuan.”
Dalam hal ini, keterlambatan penerbangan dapat terjadi akibat berbagai faktor sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Permenhub 89/2015, yaitu faktor manajemen airline, faktor teknis operasional, faktor cuaca, dan faktor lainnya. Akan tetapi, pihak maskapai penerbangan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 6 ayat (1) Permenhub 89/2015 hanya dibebankan tanggung jawab apabila keterlambatan penerbangan yang terjadi disebabkan oleh faktor manajemen airline. Adapun faktor manajemen airline yang dimaksud sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat (2) Permenhub 89/2015, yaitu:
“Faktor manajemen airline sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a adalah faktor yang disebabkan oleh maskapai penerbangan, meliputi:
- keterlambatan pilot, co pilot, dan awak kabin;
- keterlambatan jasa boga (catering);
- keterlambatan penanganan di darat;
- menunggu penumpang, baik yang baru melapor (check in), pindah pesawat (transfer) atau penerbangan lanjutan (connecting flight); dan
- ketidaksiapan pesawat udara.”
Mengingat bahwa keterlambatan penerbangan pesawat udara adalah hal yang tidak diinginkan oleh penumpang pesawat, maka penumpang pesawat pada dasarnya berhak untuk mendapatkan kompensasi dan/atau ganti rugi atas keterlambatan yang dialaminya. Bentuk kompensasi dan/atau ganti rugi yang berhak didapatkan oleh penumpang pesawat akan ditentukan oleh kategori keterlambatan yang dialaminya sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 9 ayat (1) Permenhub 89/2015 yang berbunyi :
“Badan Usaha Angkutan Udara wajib memberikan kompensasi sesuai dengan kategori keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berupa:
- keterlambatan kategori 1, kompensasi berupa minuman ringan;
- keterlambatan kategori 2, kompensasi berupa minuman dan makanan ringan (snack box);
- keterlambatan kategori 3, kompensasi berupa minuman dan makanan berat (heavy meal);
- keterlambatan kategori 4, kompensasi berupa minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal);
- keterlambatan kategori 5, kompensasi berupa ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah);
- keterlambatan kategori 6, badan usaha angkutan udara wajib mengalihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket); dan
- keterlambatan pada kategori 2 sampai dengan 5, penumpang dapat dialihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket).”
Selain itu, apabila keterlambatan terjadi lebih dari 6 (enam) jam dan penumpang membutuhkan tempat penginapan, maka maskapai penerbangan wajib menyediakan akomodasi bagi penumpang sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 ayat (4) Permenhub 89/2015. Oleh karena itu, apabila penerbangan yang ditumpangi mengalami keterlambatan akibat faktor manajemen airline, maka penumpang pesawat berhak meminta kompensasi dan/atau ganti rugi sesuai dengan Permenhub 89/2015 kepada maskapai penerbangan.
Dasar hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956).
- Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 716).
Referensi:
[1] Dian Thenniarti, Penumpang Pesawat Bandara AP II Tembus 80,14 Juta di 2023, https://infopublik.id/kategori/nasional-ekonomi-bisnis/817425/penumpang-pesawat-bandara-ap-ii-tembus-80-14-juta-di-2023#:~:text=Deni%20Krisnowibowo%20mengatakan%2C%20jumlah%20penumpang%202023%20sebanyak%2080%2C14%20juta,sebanyak%2090%2C76%20juta%20penumpang.
[2] Id.