Dapatkah Korban Kecelakaan Lalu Lintas Menggugat Ganti Rugi?
Penulis: Giselle Suhendra
Kecelakaan lalu lintas di Indonesia merupakan peristiwa yang tidak jarang terjadi. Hal itu ditunjukkan dengan data dari Korps Lalu Lintas (Korlantas) Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa pada tahun 2020 terdapat 85.691 kasus jumlah kecelakaan lalu lintas sepeda motor yang kemudian pada tahun 2021 naik menjadi 97.095 kasus.[1] Sementara itu, pada tahun 2022 terus meningkat menjadi 137.000 kasus kecelakaan lalu lintas sepeda motor.[2] Tingginya jumlah peristiwa kecelakaan lalu lintas tersebut dapat menyebabkan korban kecelakaan lalu lintas mengalami kerugian material maupun immaterial. Hal ini dapat terjadi apabila seandainya kecelakaan tersebut menimbulkan luka pada korban, kerusakan pada benda milik orang lain, dan sebagainya. Oleh karena itu, pengemudi kendaraan bermotor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas sepatutnya wajib memberi ganti rugi kepada pihak korban. Lalu, apakah mungkin korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia meminta ganti rugi dalam gugatan keperdataan?
Kecelakan lalu lintas menurut Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UU LLAJ) didefinisikan sebagai sebagai suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Sebagaimana tercantum pada Pasal 229 ayat (5) UU LLAJ, kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan, ketidaklaikankendaraan, serta ketidaklaikan jalan dan/atau lingkungan. Lebih lanjut, kecelakaan lalu lintas dalam UU LLAJ dibagi menjadi beberapa golongan. Hal itu sesuai dengan Pasal 229 ayat (1) UU LLAJ yang menyatakan bahwa:
“Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas
a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan;
b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau
c. Kecelakaan Lalu Lintas berat.”
Berdasarkan pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) golongan terkait kecelakaan lalu lintas. Kemudian, perbedaan penggolongan kecelakaan lalu lintas yang lebih rinci dibedakan menjadi:
A. Kecelakaan Lalu Lintas ringan (Pasal 229 ayat (2) UU LLAJ): Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
B. Kecelakaan Lalu Lintas sedang (Pasal 229 ayat (3) UU LLAJ): Kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
C. Kecelakaan Lalu Lintas berat (Pasal 229 ayat (4) UU LLAJ): Kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
Korban kecelakaan lalu lintas yang mengalami kerugian selain dapat mengajukan upaya hukum secara pidana juga dapat mengajukan gugatan ganti rugi secara perdata. Korban kecelakaan lalu lintas dapat menggugat ganti rugi dengan merujuk ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) dan UU LLAJ. Dalam Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ menyatakan bahwa:
“Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.”
Ketentuan di atas memuat informasi bahwa pihak yang merasa dirugikan akibat tertimpa kecelakaan lalu lintas dapat meminta pertanggungjawaban secara perdata kepada pihak yang telah merugikannya. Dalam penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa pertanggungjawaban harus disesuaikan dengan tingkat kesalahan akibat kelalaian. Merujuk pada Pasal 236 ayat (1) UU LLAJ, pihak yang berwenang untuk memutuskan besarnya biaya ganti rugi pada korban kecelakaan lalu lintas adalah pengadilan. Akan tetapi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 236 ayat (2) UU LLAJ kewajiban ganti rugi juga dapat dilakukan di luar pengadilan selama adanya kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.
Selain itu, mekanisme ganti rugi terhadap korban kecelakan lalu lintas juga bisa merujuk pada KUHPerdata. Ketentuan mengenai gugatan kecelakaan lain secara perdata dapat mengacu pada Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 1366 KUHPerdata. Kedua pasal dalam KUHPerdata tersebut menjadi acuan atau dasar hukum yang tergolong ke dalam ranah hukum perbuatan melawan hukum (tortious liability).Hal tersebut sebagaimana dimuat dalam Pasal 1365KUHPerdata yang menyatakan:
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”
Sementara, Pasal 1366 KUHPerdata menyatakan:
“Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.”
Ketentuan dalam Pasal 1366 KUHPerdata digunakan apabila perbuatan melawan hukum yang terjadi merupakan akibat dari kelalaian atau kurang hati-hatian dari pihak pelaku.[3]
Apabila seseorang ingin menggugat ganti rugi berdasarkan perbuatan melawan hukum, seluruh unsur yang ada di dalam pasal tersebut harus terpenuhi. Jika dikaitkan dengan pasal tersebut, pihak korban harus membuktikan unsur-unsur di bawah ini:
I. Korban harus membuktikan bahwa pelaku telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum;
Perbuatan yang melanggar hukum ini termasuk perbuatan yang melawan peraturan perundang-undangan. Dalam kecelakaan lalu lintas, maka pelaku harus terbukti telah melanggar salah satu atau beberapa pasal dalam UU LLAJ. Selain peraturan perundang-undangan, perbuatan yang melanggar hukum juga termasuk melanggar hak orang lain, kewajiban hukumnya, kesusilaan atau kepatutan dalam masyarakat.
II. Korban harus membuktikan bahwa adanya kesalahan dari pelaku;
Suatu perbuatan baik karena kesengajaan ataupun kelalaian dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum selama perbuatan tersebut tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaafnya.[4] Di samping itu, pelaku dapat dibuktikan melakukan kesalahan dengan 2 (dua) cara, yaitu: A. Kesalahan Subyektif: Pelaku mengakui bahwa perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. B. Kesalahan Obyektif: Orang pada umumnya akan menyatakan bahwa perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepadanya.
III. Korban harus membuktikan bahwa korban mengalami kerugian baik material dan/atau immaterial; dan
Penggantian ganti rugi dalam kecelakaan lalu lintas dapat dimintakan atas kerugian materiil dan imateriil. Hal ini didukung dengan Pasal 1243 KUHPerdata dan dalam Pasal 240 UU LLAJ. Dalam Pasal 1243 KUHPerdata memungkinkan korban untuk mendapatkan penggantian berupa penggantian biaya, rugi, dan bunga. Sementara itu, Pasal 240 UU LLAJ memungkinkan korban untuk mendapatkan sejumlah hak atas kejadian kecelakaan lalu lintas. Adapun 3 (tiga) hal yang berhak dituntut oleh korban kecelakaan lalu lintas menurut Pasal 240 UU LLAJ, yaitu: A. Pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas dan/atau pemerintah; B. Ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas; dan C. Santunan kecelakaan lalu lintas dari perusahaan asuransi.
IV. Korban harus membuktikan bahwa kerugian yang dialaminya merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku.
Syarat ini memerlukan pembuktian hubungan kausal (sebab-akibat) bahwa kerugian yang timbul diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum pelaku.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa pada dasarnya korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia dapat menggugat ganti rugi kepada pelaku berdasarkan UU LLAJ dan/atau KUHPerdata. Lebih lanjut, kecelakaan lalu lintas terbagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu kecelakaan lalu lintas ringan, kecelakaan lalu lintas sedang dan kecelakaan lalu lintas berat. UU LLAJ juga telah mengatur mengenai kewajiban dan tanggung jawab pelaku kecelakaan lalu lintas dan hak-hak korban kecelakaan lalu lintas. Terakhir, dalam KUHPerdata korban dapat menggugat pelaku kecelakaan lalu lintas menggunakan Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPerdata selama unsur-unsurnya terpenuhi.
Dasar Hukum
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025).
Referensi
[1] KNKT, KNKT Tekankan Setiap Orang Agar Peduli Akan Keselamatan, https://knkt.go.id/news/read/knkt-tekankan-setiap-orang-agar-peduli-akan-keselamatan (diakses pada 21 April 2023).
[2] Abdul Warits dan M Lutfi Hermansyah, Ratusan Ribu Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Sepanjang 2022, Didominasi Pelajar, https://jatim.viva.co.id/kabar/3571-ratusan-ribu-kasus-kecelakaan-lalu-lintas-sepanjang-2022-didominasi-pelajar (diakses pada 14 Juli 2023).
[3] M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1997), halaman 57.
[4] Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti), halaman 12.