Apakah Mempromosikan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dapat Dipidana?
Penulis: Nicolas Wianto
Pada tahun 2021, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat jumlah kasus Human Immunodeficiency Virus (selanjutnya disebut HIV) mencapai 36.902 kasus dan jumlah kasus Acquired Immune Deficiency Syndrome (selanjutnya disebut AIDS) mencapai 5.750 kasus.[1] Hal ini menunjukkan kasus HIV/AIDS di Indonesia merupakan masalah kesehatan nasional yang harus segera ditangani.[2] Salah satu cara untuk mencegah penyakit HIV/AIDS yang dipromosikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan cara menggunakan alat kontrasepsi dalam berhubungan seksual.[3] Selain itu, alat kontrasepsi juga dapat berfungsi sebagai alat pencegah kehamilan.[4] Di sisi lain, sebenarnya sudah terdapat aturan pidana yang mengatur terkait promosi penggunaan alat kontrasepsi kepada masyarakat.
Ketentuan terkait tindakan promosi alat kontrasepsi terdapat dalam Pasal 534 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) berbunyi:
“Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan sesuatu sarana untuk mencegah kehamilan maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak tiga ribu rupiah.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 534 KUHP tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat sanksi pidana bagi seseorang yang mempertunjukkan sarana untuk mencegah kehamilan. Ketentuan mengenai pemidanaan terhadap perbuatan mempertunjukkan cara untuk mencegah kehamilan juga diatur dalam Pasal 283 KUHP. Salah satu ayat yang akan dibahas adalah pada ketentuan Pasal 283 ayat (1) KUHP berbunyi:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seseorang yang belum dewasa, dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya.”
Ketentuan Pasal 283 ayat (1) KUHP mengatur mengenai sanksi pidana terhadap perbuatan mempertunjukkan sarana untuk mencegah kehamilan kepada orang yang belum dewasa. Artinya, seseorang yang mempromosikan alat kontrasepsi dapat terjerat ketentuan Pasal 534 KUHP atau Pasal 283 KUHP.
Berbeda dengan ketentuan Pasal 283 KUHP yang masih berlaku secara utuh, ketentuan Pasal 534 KUHP tidak berlaku lagi secara utuh.[5] Hal ini ditandai dengan ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (selanjutnya disebut UU PKDPK) yang berbunyi:
“Penyampaian informasi dan/atau peragaan alat, obat, dan cara kontrasepsi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga lain yang terlatih serta dilaksanakan di tempat dan dengan cara yang layak.”
Ketentuan pasal ini menjelaskan bahwa tenaga kesehatan dan tenaga lain yang terlatih mengenai alat kontrasepsi dapat mempromosikan penggunaan alat kontrasepsi sebagai sarana untuk mencegah kehamilan. Walaupun begitu, ketentuan Pasal 28 UU PKDPK tidak meniadakan Pasal 534 KUHP, sehingga orang yang tidak diberikan wewenang oleh peraturan perundang-undangan pada dasarnya tidak boleh mempromosikan penggunaan alat kontrasepsi secara tanpa hak.[6]
Maka dari itu, dapat disimpulkan sebenarnya mempromosikan alat kontrasepsi melanggar Pasal 534 KUHP, tetapi terdapat pengecualian tertentu. Pengecualian tersebut berlaku kepada tenaga kesehatan atau tenaga lain yang terlatih untuk menyampaikan informasi mengenai alat kontrasepsi sebagai salah satu sarana untuk mencegah HIV/AIDS. Hal ini terdapat pada ketentuan Pasal 28 UU PKDPK yang memberikan legitimasi kepada tenaga kesehatan dan tenaga lain yang terlatih untuk mempromosikan penggunaan alat kontrasepsi kepada masyarakat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5080)
Referensi:
[1] Vika Azkiya Dihni, Kemenkes: Pengidap Kasus HIV Mayoritas Usia Produktif, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/08/29/kemenkes-pengidap-kasus-hiv-mayoritas-usia-produktif, (diakses pada 5 September 2022).
[2] Tim Penulis Kementerian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Akhiri AIDS: Cegah HIV, Akses Untuk Semua, https://promkes.kemkes.go.id/has-2021–akhiri-aids-cegah-hiv-akses-untuk-semua, (diakses pada 5 September 2022).
[3] Ibid.
[4] Rizal Fadli, Alat Kontrasepsi, https://www.halodoc.com/kesehatan/alat-kontrasepsi, (diakses pada 5 September 2022).
[5] Prianter Jaya Hairi, Urgensi Mempertahankan Pengaturan Tindak Pidana Menunjukkan Alat Mencegah Kehamilan dalam RUU KUHP, Jurnal Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Volume 10-Nomor 2, November 2019, halaman 264-265.
[6] Ibid., halaman 260.