Apakah Anak Berpenghasilan Wajib Membayar Pajak?
Penulis: Feliks Gerald Ferguson Purba
Peraturan mengenai cakap hukum menjadi penting karena dapat menentukan sah atau tidaknya tindakan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum.[1] Untuk mengetahui tindakan seseorang telah cakap hukum, kita dapat mengacu pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).[2] Berdasarkan Pasal 330 KUHPerdata, seseorang dinyatakan dewasa apabila telah mencapai usia 21 tahun. Meskipun terdapat ketentuan usia cakap hukum, hal tersebut tidak berpengaruh dalam hukum pajak.
Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), subjek pajak adalah orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.[3] Selanjutnya dalam Hukum Pajak diatur mengenai pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya dimana keadaan diri wajib pajak diperhatikan.[4] Kewajiban pajak subjektif dimulai pada saat orang pribadi dilahirkan, berada, atau bertempat tinggal di Indonesia. Sementara itu, pajak objektif merupakan pungutan yang memperhatikan nilai dari objek pajak.[5] Adapun contoh dari pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Dengan memahami ketentuan cakap hukum dalam Pasal 330 KUHPerdata dan dihubungkan dengan peraturan pajak, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang yang belum cakap hukum dapat melakukan pembayaran pajak.[6] Pasal 7 UU PPh mengatur mengeani besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Lebih lanjut, pasal 8 ayat 4 UU PPh menyatakan bahwa penghasilan anak yang belum dewasa yang memenuhi ketentuan digabung dengan penghasilan orang tuanya. Dengan demikian selama anak memiliki penghasilan yang melebihi PTKP, anak tersebut tetap harus membayar pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU PPh. Penghasilan yang dikenai pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No.101/PMK.010/2016 minimal berjumlah Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) per tahun atau Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) Per bulan.[7]
Pada dasarnya semua barang adalah barang kena pajak, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya.[8] Jenis barang yang dikenai pajak berdasarkan Pasal 4 ayat 1 dan 2 UU PPh telah mengatur jenis-jenis Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang merupakan objek pajak berikut pengecualiannya. Seseorang yang belum cakap hukum dapat melakukan pembayaran pajak PPN apabila memenuhi syarat ketentuan dari Pasal 4 ayat 1 dan 2 UU PPh. Tidak ada pengecualian usia, kewarnegaraan, tempat tinggal untuk membayar pajak PPN dan seseorang yang tidak memiliki penghasilan juga wajib membayar.[9] Oleh sebab itu seseorang yang belum cakap hukum dapat melakukan pembayaran pajak jika telah memiliki penghasilan lebih dari Rp. 4.500.000 per bulan. Pajak objektif harus dibayarkan meskipun tidak memiliki penghasilan dan belum cakap hukum.
Kesimpulan : Anak berpenghasilan wajib membayar pajak selama memenuhi ketentuan Pasal 7 dan Pasal 4 ayat 1 dan 2 UU PPh.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4893).
- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 950).
Referensi:
[1] H. Sudono, Untuk Kepentingan Apa Batasan Usia Dewasa Itu?, https://www.pa-blitar.go.id/informasi-pengadilan/160-untuk-kepentingan-apa-batasan-usia-dewasa-itu.html (diakses 11 Maret 2021).
[2] Letezia Tobing, Perbedaan Batasan Usia Cakap Hukum dalam Peraturan Perundang-Undangan, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4eec5db1d36b7/perbedaan-batasan-usia-cakap-hukum-dalam-peraturan-perundang-undangan/ (diakses 28 Maret 2021).
[3] Oyok Abuyamin, Perpajakan dan Retribusi,bandung (Bandung: CV Mega Rancage, 2018), halaman 206.
[4] Online Pajak, Mengenal 3 Jenis-Jenis Pajak, Perbedaan dan Contohnya, https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pengelompokan-jenis-jenis-pajak-dan penjelasannya#:~:text=Contoh%20pajak%20subjektif%20adalah%20pajak,dari%20barang%20yang%20dikenakan%20pajak (diakses 28 Maret 2021).
[5] Ibid.
[6] Ade Maman dan J. Satrio, Penjelasan Hukum Tentang Batasan Umur, https://putusan3.mahkamahagung.go.id/restatement/download_file/11e939b38021caac93cf313734343332/pdf/11e939b30d9ec8a4a739313734313230.html(diakses 28 Maret 2021).
[7] Hipajak, Umur Berapa Wajib Bayar Pajak?, https://www.hipajak.id/artikel-umur-berapa-wajib-bayar-pajak (diakses 11 Maret 2021).
[8] Arasy Pradana, Dasar Hukum Pengenaan PPN Atas Pembelian Properti, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5e2532a37ab8a/dasar-hukum-pengenaan-ppn-atas-pembelian-properti/#_ftn1 (diakses 11 Maret 2021).
[9] Online Pajak, Bebas PPN: Pengertian, Cara Mendapatkan dan Pengecualian, https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/bebas-ppn (diakses 28 Maret 2021).