Apa Itu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)?
Penulis: Antonio Anandityo Bagaskara, S.H.
Salah satu alasan pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat UU Perlindungan Konsumen) ialah adanya fenomena di masyarakat yang kedudukan konsumen pada umumnya masih lemah dalam bidang ekonomi, pendidikan, serta daya tawar konsumen terhadap pelaku usaha.[1] Selain itu, ketidakseimbangan antara konsumen dan pelaku usaha juga disebabkan rendahnya tingkat kesadaran, kepedulian, dan rasa tanggung jawab pelaku usaha tentang perlindungan konsumen baik dalam hal melakukan produksi, memperdagangkan maupun mengiklankan.[2] UU Perlindungan Konsumen dibentuk guna melindungi kepentingan konsumen yang selama ini cukup terabaikan serta hukum yang bersifat memaksa yang tentunya membuat pelaku usaha wajib menaatinya.[3] Apabila pelaku usaha tidak menaati hukum yang ada, maka tentunya akan ada sanksi yang diberikan kepada pelaku usaha. Perlu diketahui juga, selain UU Perlindungan Konsumen terdapat peraturan lain yang juga mengatur mengenai perlindungan konsumen yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2020 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Dengan melihat permasalahan sebagaimana telah dijelaskan di atas, terdapat suatu lembaga untuk mengembangkan upaya perlindungan konsumen, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disingkat BPSK) sebagaimana telah tercantum di dalam UU Perlindungan Konsumen. [4] Berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU Perlindungan Konsumen mengatur bahwa BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha[5] dan konsumen[6]. Apabila mengacu pada pengertian dari BPSK dapat dilihat bahwa yang dapat bersengketa di BPSK adalah Pelaku Usaha dan Konsumen. Keberadaan BPSK tentunya akan menjadi bagian dari pemerataan keadilan, terutama bagi konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha. Hal ini dikarenakan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha memiliki nominal perkara yang kecil sehingga tidak mungkin diajukan sengketa di pengadilan yang tentunya tidak sebanding antara biaya perkara dengan besarnya kerugian yang dituntut. [7] Selanjutnya, yang perlu diketahui ialah mengenai BPSK dalam menyelesaikan sengketa konsumen dapat dilakukan dengan cara konsiliasi atau mediasi atau arbitrase yang dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan dari Pelaku Usaha dan Konsumen sebagaimana diatur di dalam Pasal 52 UU Perlindungan Konsumen jo. Pasal 9 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2020 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen jo. Pasal 4 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
BPSK juga dibentuk sebagai salah satu forum di luar pengadilan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara Pelaku Usaha dan Konsumen akibat dari kedudukan konsumen yang biasanya secara sosial dan finansial tidak seimbang dengan pelaku usaha.[8] Selain itu juga, dapat diartikan bahwa BPSK sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Adapun Bapak Hariang selaku majelis hakim BPSK Kota Bandung menjelaskan mengenai pembentukan BPSK bertujuan untuk menyelesaikan sengketa konsumen dengan menjunjung tinggi penyelesaian sengketa konsumen secara musyawarah untuk mufakat, sehingga diharapkan sengketa konsumen antara pelaku usaha dengan konsumen dapat diselesaikan di luar pengadilan dengan menggunakan salah satu alternatifnya, yaitu penyelesaian sengketa konsumen di BPSK. [9]
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821).
Referensi:
[1] Dahlia, Peran BPSK sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Jurnal Ilmu Hukum, 2014, halaman 85.
[2] Zainul Akhyar, Harpani Matnuh, dan Hardianto, Peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BSPK) Kota Banjarmasin, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Volume 5, Nomor 10, 2015, halaman 773.
[3] Dahlia, supra note no.1, halaman 85.
[4] Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Perdata serta Kendala Implementasinya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, halaman 74.
[5] Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU Perlindungan Konsumen, pengertian pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
[6] Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen, pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
[7] Susanti Adi Nugroho, supra note no.4, halaman 74.
[8] Dahlia, supra note no.1, halaman 86. [9] Wawancara Bapak Hariang selaku Majelis Hakim BPSK tertanggal 29 Juli 2021 pukul 12.00 WIB di BPSK Kota Bandung, Jalan Bojong Raya No.94, Caringin, Kec. Bandung Kulon, Kota Bandung, Jawa Barat 40212.
[9] Wawancara Bapak Hariang selaku Majelis Hakim BPSK tertanggal 29 Juli 2021 pukul 12.00 WIB di BPSK Kota Bandung, Jalan Bojong Raya No.94, Caringin, Kec. Bandung Kulon, Kota Bandung, Jawa Barat 40212.