Tanggung Jawab Pengemudi Kendaraan Bermotor
Penulis: Putri Salsabila Mutiara Anandiza
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, kendaraan bermotor tentunya menjadi salah satu komponen penting bagi masyarakat yang melakukan mobilisasi. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UU LLAJ) merupakan dasar hukum yang mengatur tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang mencakup lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya, dan wajib dipatuhi serta dilaksanakan oleh seluruh warga negara Republik Indonesia khususnya pengemudi kendaraan bermotor.[1] Pasal 1 butir 23 UU LLAJ mengatur bahwa pengemudi merupakan orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).
Pasal 106 UU LLAJ kemudian mengatur mengenai kewajiban yang harus dipatuhi oleh pengemudi kendaraan bermotor beroda dua maupun roda empat. Kewajiban tersebut diantaranya mencakup kewajiban mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi, wajib untuk mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia, dan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda. Sedangkan Pasal 216 UU LLAJ mengatur tentang hak masyarakat untuk mendapatkan ruang lalu lintas yang ramah lingkungan dan memperoleh informasi tentang kelestarian lingkungan bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pengemudi ini tentu akan melahirkan tanggungjawab baginya apabila hak dan kewajiban yang dimaksud.
Sebagai pihak yang mengendarai kendaraan bermotor, tentunya seorang pengemudi memiliki tanggung jawab besar terhadap penumpang yang berada di dalam kendaraan tersebut maupun terhadap pengguna jalan lainnya. Tanggung jawab pengemudi kendaraan bermotor diatur berdasarkan Pasal 234 UU LLAJ yang menyebutkan:
“(1) Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi;
(2) Setiap Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi;
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika:
- adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
- disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau
- disebabkan gerakan orang dan/ atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.”
Lalu, jika terjadi kecelakaan lalu lintas berat yang menyebabkan korban meninggal, maka pengemudi mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana disebutkan oleh Pasal 235 ayat (1) UU LLAJ yaitu memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Sedangkan sanksi pidana bagi pengemudi kendaraan bermotor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas diatur pada Pasal 310 sampai dengan Pasal 312 UU LLAJ. Penerapan sanksi pidana bagi pengemudi yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas terlihat pada putusan kasus Afriyani tahun 2012 silam. Pada Rabu 29 Agustus 2012, Afriyani dijatuhi vonis hukuman 15 (lima belas) tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia terbukti melanggar Pasal 311 ayat (5) UU LLAJ karena dengan sengaja mengemudikan kendaraan dengan cara atau dalam keadaan yang membahayakan nyawa orang lain, dan menyebabkan 9 (sembilan) korban meninggal dunia.[2] Selain sanksi pidana penjara, kurungan, atau denda, pengemudi yang melakukan tindak pidana lalu lintas dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan SIM atau ganti kerugian yang diakibatkan tindakan tersebut, sebagaimana diatur pada Pasal 314 UU LLAJ.
Maka, Jika terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh kelalaian maupun kesengajaan pengemudi, ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena perbuatannya. Apabila terjadi kerusakan jalan dan/atau perlengkapannya akibat pengemudi, ia juga harus bertanggung jawab atas kerusakan itu. Selain bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan kecelakaan tersebut, UU LLAJ juga mengatur tentang sanksi pidana bagi pengemudi yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas berupa pidana penjara dan denda. Namun, pengemudi tidak harus bertanggung jawab jika kecelakaan tersebut disebabkan oleh keadaan memaksa di luar kemampuan pengemudi, disebabkan oleh perilaku korban atau pihak ketiga, dan disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun pengemudi telah mencoba melakukan tindakan pencegahan.
Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025)
Referensi:
[1] Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, Persyaratan Teknis Dan Laik Jalan, Syarat Dioperasikannya Kendaraan Bermotor Di Jalan, http://dishub.jabarprov.go.id/artikel/view/280.html (diakses pada 10 Maret 2022)
[2] Ivany Atina Arbi, Penyesalan Afriyani yang Kendarai Mobil di Bawah Pengaruh Narkoba hingga Sebabkan 9 Nyawa Melayang, https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/22/14130481/penyesalan-afriyani-yang-kendarai-mobil-di-bawah-pengaruh-narkoba-hingga?page=all. (diakses pada 11 Maret 2022)