Notulensi Siaran Radio “Podjok Hukum”
Rabu, 20 Juli 2016
Tema:
“Tinjauan Yuridis terkait Peredaran Vaksin Palsu di Indonesia”
Oleh:
Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman”
Universitas Katolik Parahyangan
Sejak akhir bulan Juni 2016 masyarakat Indonesia dihadapkan dengan suatu permasalahan yang sangat penting, yaitu mengenai vaksin palsu yang ternyata sudah lama beredar di Indonesia. Masalah vaksin palsu ini telah membuat masyarakat khawatir dan resah, terutama karena vaksin dan imunisasi merupakan hal yang serius dan beresiko tinggi. Permasalahan ini mendapatkan perhatian dari banyak ahli, terutama dari bidang kesehatan dan hukum. Permasalahan vaksin palsu ini menyangkut beberapa aspek hukum, mulai dari aspek hukum perlindungan konsumen, hukum kesehatan, serta terkait dengan fungsi pengawasan oleh lembaga-lembaga yang berwenang.
Salah satu lembaga yang mendapatkan banyak sorotan dari masyarakat sejak terungkapnya peredaran vaksin palsu ini adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). BPOM merupakan suatu Lembaga Pemerintahan Non-Kementerian yang memiliki jaringan nasional dan internasional, kewenangan penegakan hukum, serta memiliki kredibilitas profesional yang tinggi untuk mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia. Kepala BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui Menteri Kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi (PMK Penyelenggaraan Imunisasi), pengadaan vaksin hingga distribusi merupakan tanggung jawab pemerintah. Pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab terhadap pengadaan vaksin, yaitu sejak membeli dari perusahaan farmasi dan distribusinya. Namun, terdapat juga pengadaan vaksin di luar program pemerintah atau vaksin-vaksin yang berasal dari luar negeri. Terhadap vaksin-vaksin ini, BPOM bertanggung jawab untuk menjamin keamanan, khasiat, dan mutunya sebelum beredar di Indonesia.
Dalam PMK Penyelenggaraan Imunisasi juga diatur mengenai pengadaan vaksin, penyelenggaraan imunisasi, hingga pembuangan limbah vaksin. Setiap tahapan ini perlu dikaji untuk mencari penyebab mengapa vaksin palsu dapat beredar di Indonesia. Sebagai contoh, kelalaian dalam proses pembuangan limbah vaksin akan memudahkan produsen vaksin palsu untuk mendapatkan botol bekas vaksin untuk membuat vaksin palsu tersebut. Hal ini juga dapat dibahas dari segi hukum dan segi ilmu lainnya mengenai pelaksanaannya di lapangan.
Di berbagai media berita, para ahli kesehatan telah memberikan solusi terhadap korban peredaran vaksin palsu ini, seperti misalnya dengan melakukan imunisasi ulang. Di sisi lain, hukum melindungi konsumen beritikad baik yang dirugikan dengan adanya kejadian seperti ini. Pengaturan terkait perlindungan konsumen tersebut dimuat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen).
Tinjauan yuridis (hukum) dari permasalahan peredaran vaksin palsu lainnya adalah dari segi sanksi yang dijatuhkan bagi produsen dan pengedar vaksin palsu. Seperti yang diberitakan di berbagai media, pihak-pihak yang terlibat mulai terungkap. Masing-masing pihak memiliki peran yang berbeda-beda, seperti produsen, distributor, dan pihak-pihak lain yang menjual vaksin palsu pada konsumen. Sanksi yang diterapkan dapat berupa sanksi pidana, sanksi perdata berupa ganti rugi, dan juga sanksi administratif.